Menjaga Mental yang Sehat

Sumber: https://yayasanpulih.org/

Di abad 21 ini, persoalan psikologis lebih dominan daripada ekonomi, teknologi dan lainnya. Rasa stress akan perubahan dunia yang sangat cepat dan tidak pasti seperti puluhan atau ratusan juta pekerjaan akan hilang dan sebaliknya tumbuh baru, terjadinya krisis iklim yang melahirkan berbagai penyakit baru serta terpaparnya banyak informasi yang menimbulkan mental overload seperti kebingungan, kecemasan, menjadi masalah yang akan sering muncul meliputi manusia ini. Kecerdasan emosi dan keseimbangan mental menjadi sebuah kompetensi yang harus dimiliki manusia. Manusia membutuhkan resiliensi dan beradaptasi terhadap perubahan.

Sebagai pendidik, sebelum mendidik maka harus memiliki mental yang sehat terlebih dahulu. Ibarat akan menolong orang yang tenggelam, namun kita belum bisa berenang, maka mustahil dapat dilakukan. Untuk itu, mental yang sehat harus dimiliki oleh seorang pendidik. Dalam tulisan ini ini akan dikupas hal-hal yang sederhana saja bagaimana membangun mental yang sehat sebagai sumber kebahagiaan kita.

Ada sebuah perumpamaan,  kalau jari kelingking ini bengkok, dan tidak banyak mempengaruhi pekerjaan dan aktivitas sehari-hari. Tetapi dapat menjadi gelisah karena kelingkingnya bengkok, bahkan berusaha mencari cara untuk mengembalikan agar menjadi lurus. Tetapi kalau mental kita bengkok, tidak ada yang peduli, termasuk diri kita sendiri.  Tidak menyadari atau berusaha untuk mengembalikan mental kita menjadi lurus kembali. Sesungguhnya mental yang sakit, sangat berbahaya daripada fisik yang sakit. Kalau mental tidak sehat, jangan harap kita akan hidup bahagia. Namun yang menjadi persoalan, kita sering kali tidak sadar kalau mental kita mulai bengkok, apalagi berusaha untuk menyehatkan kembali, karena kita sendiri tidak tahu bahwa mental kita sedang sakit.

Salah satu ciri seseorang memiliki mental yang sehat menurut psikologi modern adalah menggunakan potensi semaksimal mungkin sehingga mampu membawa kebahagiaan diri dan orang lain. Kalau kita enggan dan tidak ada niat peduli terhadap orang lain, boleh dicurigai jiwa kita mulai terganggu, karena mental yang sehat salah satunya adalah care. Batin yang tidak sehat, dalam bentuk yang kasar akan terwujud dalam perilaku yang buruk, mencuri, membunuh, menipu, menjarah dan sebagainya. Batin yang tidak sehat dalam bentuknya yang menengah menjadi gangguan jiwa, itikat jahat, irihati yang ada di pikiran kita. gejalanya orang ini mudah tersinggung, mudah marah, memberi respon yang destruktif, mudah terpancing, sulit diajak berkompromi, ego sentris, was-was, malas.

Meskipun mental kita sehat, potensi untuk terkena gangguan jiwa masih ada, selama kebencian, keserakahan dan kegelapan itu masih ada di dalam kesadaran kita yang paling halus. Meskipun kekotoran batin, potensi gangguan jiwa belum bisa dibersihkan, tetapi kita bisa menjaga mental kita itu sudah sangat baik. Tetapi harus dijaga, kalau tidak bisa dijaga, maka endapan itu bisa muncul ke atas. Kekotoran batin itu akan muncul dan terpancing melalui indria mengganggu pikiran kita. Kalau tidak terkendali, maka keluar perilaku yang buruk. Kalau gangguan jiwa itu masih di dalam pikiran maka yang terganggu adalah diri kita seperti gelisah, tidak nyaman dan sebagainya. Kalau sudah keluar menjadi perilaku, maka akan ada korban orang lain. Kalau kita bisa menjaga perilaku, orang lain tidak akan terganggu, namun belum tentu mental kita sehat. Kalau  mental kita sehat, maka kita akan menjaga perilaku sehingga kita bisa bahagia dan orang lainpun tidak akan terganggu.

Meskipun didera oleh kondisi dunia, mental kita seimbang itulah mental yang sehat. Kondisi dunia ada seperti susah-senang, suka-duka, terkenal-tersisih, dihormati-dihina. Ketika suka tidak  takabur, duka tidak mengeluh, dipuji tidak menjadi besar kepala, ketika tersisih tidak merasa sedih. Kalau kita bisa menjaga mental tidak goyah meskipun kondisi dunia ini datang, itulah mental yang sehat. Siapa yang bisa menjaga mental tidak goyah itulah berkah utama. Salah satu cara menjaga mental kita agar tetap sehat, maka kita perlu terbiasa mengawasi pikiran-pikiran kita. Selamat mencoba.

 

 

 

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *