Menyaring Keinginan untuk Bahagia

Sumber: http://mh.mentormicrobank.org/

“Hidup ini memang beginilah, banyak permasalahan yang muncul dan tidak ada habis-habisnya. Yah beginilah karena kita ini orang-orang yang banyak dosanya, sehingga kita banyak menderita”, beginilah keluhan-keluhan yang sering didengar di sekitar kita, bahkan keluhan dari diri kita sendiri. Keluhan berikutnya yang sering kita dengar. “Yah, banyak susah atau banyak senang itu sudah nasibnya, kita tinggal menjalani dari apa yang sudah digariskan”. Benarkah penderitaan dan kesulitan karena sudah dinasibkan dan digariskan begitu?

Penderitaan yang kita alami karena kita terlalu banyak mempunyai keinginan. Semakin banyak keinginan kita, semakin banyak  penderitaan, tantangan, persoalan, kesuksesan tetapi juga kegagalan. Pada saat kita berjuang keras untuk memenuhi keinginan, itupun suatu penderitaan. Kalau keinginan itu tidak terpenuhi, timbullah kekecewaan, kemarahan, ketegangan yang berlanjutan, dan kemungkinan timbul kebencian yang luar biasa. Itulah penderitaan. Tetapi apabila keinginan itu menuai keberhasilan, alangkah gembiranya, puas. Tetapi ingatlah, kepuasan dan kegembiraan itu sebentar, sesaat. Kita nikmati sebentar dan lenyap. Kemudian  kita ingin menikmati kembali. Pada saat itu, kita tidak hanya ingin menikmati seperti yang sudah lewat, tetapi kita ingin menikmati yang lebih dari itu. Akibatnya semakin rumit dan kompleks masalah yang akan timbul. Kalau keinginan dikurangi, maka penderitaan semakin berkurang. Kalau bahan bakar dikurangi, apinya semakin kecil. Kalau bahan bakar ditambah, apinya semakin besar. Tetapi apakah mungkin dengan mengurangi keinginan supaya tidak menderita. Tidak demikian caranya, karena ada sebuah kebutuhan yang perlu dipenuhi, bukan keinginan.

Keinginan tidak pernah berhenti, terus berkembang tidak berhenti. Handphone saat ini merupakan sebuah kebutuhan, namun ketika melihat temannya memiliki handphone yang lebih bagus, lebih canggih, “Wah kalau saya memiliki seperti itu, nyaman”, timbullah keinginan. Tetapi, apakah mungkin memberantas semua keinginan, hanya hidup dengan kebutuhan saja, kalau begitu peradaban tidak maju. Bukan memberantas keinginan yang dimaksud, namun bagaimana kita menyaring keinginan. Semakin kita tidak memeriksa keinginan, apalagi didorong dengan gengsi, maka kita semakin terjerumus untuk mengikuti keinginan yang tidak habis-habisnya. Oleh karena itu, saringlah keinginan dengan wisdom. Keinginan yang didorong oleh keserakahan akan menimbulkan penderitaan. Penderitaan bukan terletak pada keinginan semata-mata, tetapi pada dorongan yang mendorong keinginan itu. Itulah  biangnya penderitaan, keserakahan yang melahirkan iri hati, kecongkaan, kebencian, dendam, jengkel dan kegelapan.

Kita perlu mengerti banyak hal tentang keinginan yang akan muncul pada pikiran, dengan cara menyelidiki apakah merugikan orang lain atau tidak dan apakah mampu atau tidak. Meskipun berguna dan bermanfaat, apabila tidak mampu tidak mampu, maka cara mencapainya akan menjadi tidak sehat.  Kalau kita sudah mampu menyaring keinginan yang muncul, sudah diteliti apakah memiliki kebermanfaatan, dan sudah sesuai kemampuan, itulah keinginan yang berdasarkan pada wisdom. Jika ingin menggunakan saringan untuk menapis keinginan supaya yang buruk mengendap, mendengarkan ceramah, kotbah tidak cukup, namun butuh latihan. Hanya mendengar, membaca tanpa ada latihan, maka saringannya akan jebol. Latihan pertama untuk memperkuat saringan keinginan adalah melepas, memberi. Memberi tidak hanya materi, bisa memberi pikiran, tenaga, senyuman, cinta kasih. Dengan memberi akan semakin tidak tega untuk menyakiti yang lain. Memberi bukan untuk mendapatkan pahala yang banyak, namun untuk berlatih melepas. Latihan kedua mengendalikan diri dari ucapan yang buruk, ucapan bohong, menjaga perilaku. Latihan ketiga adalah memperkuat kewaspadaan terhadap pikiran, untuk mengawasi gerak-gerik pikiran, keinginan yang muncul, maka saringan akan dapat dipakai untuk menyaring keinginan.

Sebagai akhir dari tulisan ini, dapat disimpulkan bahwa untuk mendapatkan kebahagiaan dan mengurangi penderitaan, maka tidak cukup dengan membaca dan mendengar dari suatu kotbah, namun harus dilakukan dengan melatih diri. “Jalan menuju lenyapnya penderitaan, harus dilatih”. Semoga menginspirasi.

 

 

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *