Guru sebagai Coach

Assalamu’alaikum,  alasan saya mengapa belum mengerjakan/ mengirim karya karena beberapa karya belum saya kerjakan dan saya kirim, sering kali saya tidak bisa memanage waktu”, jawab Aqila melalui Whatsapp. Aqila merupakan siswa kelas X Animasi SMK Negeri 11 Semarang. Dalam beberapa minggu yang lalu, Aqila termasuk bagian dari beberapa siswa yang saya minta berkumpul di depan gedung Animax. Mereka saya kumpulkan karena ternyata karya wajibnya masih di bawah 5 buah dari 9 karya yang seharusnya dibuat. Dulu ketika belum mengenal ilmu coaching dari Gerakan Sekolah Menyenangkan, maka saya langsung menasehati dan endingnya menyuruh siswa melengkapi tugas-tugas tersebut. Namun semenjak memahami bahwa nasehat dan menyuruh kurang efektif, akhirnya saya secara konsisten menerapkan ilmu coaching dengan memberi pertanyaan.  Jawaban Aqila tersebut merupakan respon dari pertanyaan yang saya ajukan. “Apa yang membuat kalian masih sedikit dalam membuat dan mengirim karya wajib?”. Saya pun menghindari dengan pertanyaan “mengapa”. Hal ini saya hindari untuk membuat kenyamanan bagi anak didik. Ketika kata “mengapa” saya gunakan, maka siswa akan terasa diinterogasi.  Akhirnya mereka akan menjaga jarak dan menjawab dengan mencari-cari alasan. Pertanyaan berikutnya saya lontarkan kepada mereka. “Apa yang kalian rasakan ketika karya wajib yang dikirim masih sedikit?”. Pertanyaan ini merupakan bagian dari olah rasa yang berusaha membawa pada kesadaran diri. “Yang saya rasakan saya malu dan menyesal”, ungkap Aqila. Perasaan malu dari Aqila muncul dari dalam diri, bukan karena diolok-olok, dinasehati atau ditunjukkan kesalahannya. Dari pertanyaan tersebut membawa pada perasaan Aqila sehingga ia merasa malu terhadap dirinya. Penyesalan merupakan sebuah ungkapan yang muncul dari dalam diri. Aqila menyadari bahwa apa yang dilakukan selama ini, tidak bisa mengatur waktu adalah sebuah kesalahan dan harus diperbaiki.

Pertanyaan berikutnya, “Apa yang akan dilakukan dari kejadian ini?”. “Untuk tindak lanjutnya saya akan mengerjakan karya-karya yang belum selesai secepatnya dan saya akan berusaha memanage waktu saya. Maaf pak saya kurang bertanggung jawab”, ungkap Aqila.  Pertanyaan yang memberdayakan yang terakhir memantik siswa untuk olah laku. Dari pertanyaan tersebut Aqila akhirnya membuat perencanaan dan berusaha untuk bertindak melaksanakan dari apa yang direncanakan.

Beberapa waktu berikutnya akhirnya Aqila berusaha melengkapi karya-karyanya. Seperti pada gambar di atas, Aqila menyelesaikan tantangan tentang  membuat arsiran gelap terang dan untuk melatih skill menggambar dengan memperhatikan komposisi. Itulah salah satu contoh usaha dan latihan saya untuk menjadi guru yang berperan sebagai coach. Mengapa hal ini dilakukan?

Ketika kembali kepada filosofi Ki Hajar Dewantara, maka seorang guru hendaknya berpihak pada murid atau berhamba pada murid sehingga memahami karaktertistik setiap individu dan mampu memahami kebutuhan murid-muridnya. Pembelajaran yang dilakukan bersifat individu, tidak lagi secara klasikal dengan cara-cara yang sama. Guru yang memahami kebutuhan murid akan melakukan pembelajaran yang bervariasi sesuai kebutuhan muridnya. Pembelajaran yang dilakukan berdiferensiasi dengan tetap mengedepankan pada budaya dialektika sehingga memperhatikan aspek emosional dan sosial murid-muridnya. Kalau kita tengok kembali pada proses pembelajaran sosial emosional pada intinya adalah membawa murid pada kesadaran diri, management diri, kemampuan sosial, keterampilan berelasi dan kemampuan mengambil keputusan bertanggungjawab. Proses memantik murid untuk memiliki kemampuan sosial emosional tersebut dibutuhkan proses coaching dengan prinsip terbangunnya kesetaraan dan keterbukaan. Untuk membangun itu semua dibutuhkan trust dari guru.

Peran guru bukan hanya menjadi among bagi murid-muridnya. Dengan teknik coaching, maka proses menuntun potensi murid dapat dilakukan. Dengan menghindari 4 M yaitu menasehati, melarang, memarahi dan menyuruh maka proses coaching dapat terwujud. Melalui coaching dengan memberikan pertanyaan yang powerfull yang memberdayakan akan memantik murid mengidentifikasi masalahnya, melakukan perencanaan dan dengan kesadaran diri akan bertanggungjawab melaksanakan dari apa yang sudah direncanakan. Ketika rencana tersebut datangnya dari dalam diri sendiri, bukan karena orang lain, maka peluang berhasilnya lebih tinggi. Ketika mengalami kendala, tidak akan mudah menyerah, karena datangnya dari dalam diri murid.

Guru memiliki peran penting untuk mengajak guru lain untuk bergerak demi memanusiakan murid. Inilah peran sebagai pemimpin pembelajaran. Guru-guru lain pun tidak akan mengikuti ajakan kita ketika belum memiliki kesadaran dari dalam dirinya. Coaching dengan teman sejawat merupakan salah satu cara yang dipandang efektif. Namun demikian, keteladanan dari guru sebagai coach menjadi hal yang penting dan utama. Cara mempengaruhi teman guru lainnya digunakan teknik coaching.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *