Dampak Kecerdasan Buatan pada Profesi Guru

Jumat, 9 Juni 2023, rasa bahagia karena mendapatkan kesempatan diundang dari komunitas Guru Mengajar.id untuk membahas tentang dampak kecerdasan buatan pada profesi guru. Komunitas ini bagi saya sebagai ladang untuk menanam benih-benih kebaikan sehingga dapat mengajak peserta webinar untuk membuka cakrawala atau mindset untuk menyikapi kecerdasan buatan yang di era ini tidak dapat dihindari. Seperti halnya sebuah mata pisau, ketika dipakai orang yang baik, maka pisau tersebut akan memberikan kebermanfaatan yang luar biasa sedangkan ketika dipakai orang jahat maka akan memakan sisi-sisi kemanusiaan.

Itulah awalan saya menyampaikan materi pada webinar pada komunitas Guru Mengajar.id. Mengutip dari apa yang pernah disampaikan Pak Rizal (founder GSM), ketika sebuah mobil yang digerakkan oleh kecerdasan buatan, maka pengambilan keputusan mobil ketika tiba-tiba ada seorang yang berjalan melintas di jalan tergantung dari filsafat yang dimasukkan di koding kecerdasan buatan tersebut. Ketika filsafat altruisme, maka mobil akan berhenti tiba-tiba atau bahkan banting stir tanpa memikirkan jumlah penumpang yang dibawanya, karena yang terpenting adalah menyelematkan orang lain di luar dirinya. Berbeda ketika filsafat kapitalisme, maka akan menghitung jumlah penumpang dan membandingkan dengan orang yang melintas di jalan tersebut. Ketika jumlah penumpang lebih banyak, maka mobil tersebut akan menabrak orang yang melintas tersebut. Ilustrasi ini sengaja saya paparkan di hadapan para guru untuk membukakan mata bahwa kecerdasan buatan adalah produk budaya, sehingga justru kitalah sebagai manusia harus mampu menguasai bukan malah dikuasai oleh kecerdasan buatan.

Lalu apa pengaruhnya terhadap profesi guru? Tentu guru yang hanya sebatas mengisi materi dan mengejar capaian kompetensi, apalagi dalam pembelajarannya lebih mengutamakan pada kognitif hafalan, maka sebenarnya guru tersebut sudah tergantikan oleh kecerdasan buatan. Ketika pembelajaran endingnya adalah evaluasi dalam bentuk tes-tes kognitif yang bersifat hafalan, maka dengan mudahnya siswa minta bantuan kecerdasan buatan untuk membantunya. Sia-sia pembelajaran yang dilakukan, yang seharusnya anak didik dengan proses pembelajaran tersebut terbentuk pola berpikir kritis, imajinatif dan endingnya menghasilkan produk pemikiran, maupun produk-produk lain yang inovatif, hanya disibukkan dengan soal-soal kognitif yang sudah jelas ada jawabannya semua dengan bantuan kecerdasan buatan.

Kecerdasan buatan yang digunakan pada dunia bisnis, mampu mengarahkan pelanggan untuk mengkonsumsi produk yang ditawarkan, karena secara otomatis akan terus menerus menawarkan produk-produk yang serupa. Ketika masyarakat tidak memiliki budaya menggunakan teknologi secara bijak, maka masyarakat tersebut hanya akan menjadi konsumen. Jangan heran ketika Indonesia menjadi lahan yang empuk bagi pasar dunia, karena masyarakatnya memiliki budaya yang konsumtif. Dari aspek psikologi, perkembangan kecerdasan buatan akan mengarahkan suatu opini tertentu kepada pengguna dunia maya. Dampaknya informasi akan terus menerus bagaikan banjir yang membawa banyak sampah-sampah informasi yang sebenarnya tidak berguna namun menjadi menu informasi sehari-hari. Akibatnya FOPO dan FOMO menjadi penyakit mental yang menjangkiti masyarakat terutama remaja yang masih labil. Satu dari 3 remaja di Indonesia mengalami kecemasan mental. Dampak yang luar biasa dan memperparah perkembangan mental remaja yang semakin cemas, cemas dan cemas.

Dalam webinar tersebut saya berikan ilustrasi pula, ketika guru bahasa Indonesia ketika memberikan penugasan untuk membuat sebuah tulisan dalam bentuk paragraf atau pun karya tulis dengan tema tertentu, maka tugas tersebut sudah tidak memiliki makna apa-apa, karena kecerdasan buatan sudah mampu membantunya. Secara tidak langsung, guru Bahasa Indonesia sudah dibohongi oleh murid-muridnya, karena sebenarnya hasil tulisannya bukan karena buah pemikiran si murid, itu semua karena kecerdasan buatan yang membantunya. Dampak yang lebih luas lagi, ketika kecerdasan buatan ini digunakan dengan memasukkan sumber-sumber informasi yang tidak valid, maka akan muncul ribuan tulisan yang tidak valid pula. Parahnya lagi ketika tulisan-tulisan tersebut dipercaya banyak orang, maka masyarakat dunia sudah termakan hoax.

Dalam webinar tersebut saya paparkan juga bagaimana guru seharusnya di era saat ini, yaitu mampu menuntun kodrat anak didik melalui olah pikir, olah rasa dan olah laku. Jangan sampai dengan perkembangan teknologi kecerdasan buatan justru menciptakan manusia-manusia yang pandai namun tak bermoral sehingga menghancurkan sisi-sisi kemanusiaan. Kecerdasan buatan tidak mengenal rasa, ia bekerja berdasarkan coding-coding yang diciptakan. Yang memiliki perasaan adalah manusia, sehingga peran guru yang membiasakan olah pikir, olah rasa dan olah laku inilah yang dibutuhkan oleh anak didik saat ini. Oleh karena itu project sosial salah satu cara yang dapat dilakukan untuk membiasakan empati dan membentuk well being untuk peserta didik. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat melalui link berikut.

 

 

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *