Cerita Laparnya Murid di Balik Warung Bu Sagi dan Mak Wik

Pagi ini saya  sarapan di tempat bu Sagi. Warung legendaris sebagai penyambung kehidupan bagi murid-murid. Ya jelas bagi penyambung kehidupan bagi murid-murid yang berasal dari luar kota dan kebanyakan kos di daerah SMK Negeri 11 Semarang. Dari sarapan ini, saya mendapatkan cerita yang menarik dari Bu Sagi sambil menata pesanan makanan secara online. Beberapa minggu yang lalu, ada seorang alumni yang sengaja berkunjung ke warung bu Sagi. Kata bu Sagi, alumni tersebut sengaja berkunjung setelah mengambil uang dari ATM. Usai makan, alumni tersebut memberikan uang yang berlebih dan meminta maaf atas perlakuan di masa lalunya ketika menjadi murid. Sengaja memberikan uang berlebih tersebut untuk menebus kesalahannya, karena pernah sebelas kali makan tanpa membayar. Katanya, dulu terpaksa melakukan karena memang tidak punya uang. Uang sakunya selama satu bulan di kos, sudah habis.

Mendengar cerita tersebut, saya langsung meneteskan air mata. Karena kejadian itu tidak hanya dialami oleh alumni tersebut. Dulu ketika sekolah di SMA N 2 Temanggung, salah satu orang yang berjasa adalah Mak Wik. Beliau adalah pemilik kantin di sekolah tersebut. Setiap kali, uang saku saya menipis, saya selalu mencatat apa yang sudah di makan di buku khusus catatan hutang. Beliau adalah penolong kehidupan saya. Bersyukur sekali bisa bertemu dengan orang-orang seperti Mak Wik dan Bu Sagi. Tanpa kebaikan-kebaikan yang beliau lakukan, mungkin murid-murid dari daerah pinggiran yang bersekolah di kota tidak bisa melangsungkan kehidupannya saat itu.

Satu tahun yang lalu, ketika saya berkunjung ke SMA Negeri 2 Temanggung, saya bisa bertemu langsung dengan mak Wik. Sambil minum di kantin beliau, saya bercerita banyak tentang masa lalu, yang sering hutang dan mencatat hutang-hutangnya. Rupa-rupanya itulah pertemuan terakhir dengan beliau. “Innalilahi wa inalilahi Rojiun, telah meninggal dunia dengan tenang mak Wik, hari ini, Minggu, 7 Januari 2023, pukul 18.45 WIB, semoga husnul khotimah, diampuni semua dosa, diterima semua amal baiknya, aamiin”, sebuah berita duka yang tertulis di group alumni SMADA lulusan 96.  Begitu kaget mendengar berita itu, karena beberapa minggu yang lalu, masih di bulan Desember 2022, saya masih bertemu beliau di kantin SMA N 2 Temanggung, itu adalah pertemuan pertama sejak tahun 1996 saya meninggalkan sekolah tercinta. Ternyata itulah pertemuan terakhirnya dengan saya.

Siapa sih anak SMADA yang tidak kenal mak Wik. Meskipun bukan guru, namun jasa beliau sangat besar dalam mendukung pembelajaran di sekolah tersebut. Ketika para guru memberikan bekal ilmu melalui jalur alam pikir, Mak Wik memberikan bekal konsumsi untuk mengenyangkan perut. Maklumlah, di masa itu anak muda memang sedang “Semego”, dalam bahasa Temanggungnya. “Semego” memiliki arti sedang senang dengan nasi, karena memang butuh energi yang tinggi. Bagi saya, Mak Wik adalah pahlawan kemanusiaan bagi kalangan siswa yang kos di sekitar SMADA. Setiap akhir bulan, uang saku untuk bekal hidup di kos kala itu biasanya sudah menipis. Di saat itulah, dengan sukarelanya Mak Wik selalu melayani sarapan dan makan siang, meskipun harus dibayar awal bulan. Yah, “ngebon”, begitulah namanya. Jadi malu sama pembaca. Tidak apalah, itu bagian dari sejarah kehidupan saya. Adakah pembaca yang mengalami hal serupa?

 

1 thought on “Cerita Laparnya Murid di Balik Warung Bu Sagi dan Mak Wik”

  1. MURYANI, S.Pd

    Alhamdulillah.. anak anak tidak lupa dengan orang tua lain yang ikut membesarkannya, mengantarkan ke jalan suksesnya

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *