Bulying Mengancam, Apa Peran Kita?

Bulying sering terjadi pada anak-anak didik Kita, entah sebagai korban atau justru sebagai pelaku. Kejadian bulying pasti terjadi di dunia persekolahan, namun kejadian ini dianggap biasa-biasa saja. Bahkan banyak guru menutup mata atas kejadian bulying di sekolah atau memang benar-benar tidak tahu karena tidak peduli terhadap kejadian ini. Bulying tidak akan terungkap ketika kita tidak mencari tahu. Ketika Bimbingan Konseling sudah tidak  dipercaya oleh anak untuk mengatasinya, karena  guru BK dilibatkan sebagai petugas pengatur tata tertib sekolah atau sebagai penegak aturan sekolah yang justru melakukan tindakan yang menghukum anak-anak yang tidak tertib. Bagaimana anak akan menjadi percaya bahwa BK sebagai tempat curhatan anak, tempat mengadu terjadinya bulying?

Mungkin para guru juga acuh tak acuh dengan permasalahan bulying, karena menganggap bahwa itu urusan BK. Urusan guru mata pelajaran adalah mengajar. Titik. Akhirnya kejadian bulying nampaknya tidak ada, tetapi sebenarnya seperti gunung es yang hanya kelihatan sedikit di permukaan, sedangkan di bawah air menggunung saking banyaknya kejadian bulying dan tidak terekspose. Si korban semakin merana harus menanggung bulying tersebut. Wajah terlihat murung, tidak bisa berkomunikasi lancar, terlihat banyak tekanan, ketika ditanya cenderung diam. Mungkin indikasi-indikasi ini sering dilihat di kelas, namun kita tidak menyadari dan cenderung cuek.

Budaya dialektika salah satu cara untuk mencegah terjadinya bulying. Ajak anak-anak kita berdialog, berani menyampaikan apa yang dirasakan. Untuk itu kejadian bulying yang pernah dialami oleh anak perlu diungkap, dengan harapan anak akan lebih lega mengemukakan dan mengurangi beban berat yang selama ini dialami. Di sisi lain, teman lainnya juga ikut merasakan setelah mendengar ataupun membaca kejadian nyata tentang bulying yang telah terjadi. Tidak harus secara lisan, kita bisa menyediakan media untuk mengungkapkan cerita tersebut. Untuk menjaga kerahasiaan nama, siswa saya minta untuk mengirim cerita bulying lewat jaringan pribadi. Berikut ini beberapa kejadian bulying yang dialami siswa.

Pada waktu SMP saya bermain basket di lapangan bersama teman teman, tiba tiba salah satu teman saya ada yang mengejek saya terus menerus, awalnya saya bisa mengendalikan emosi, namun lama lama saya berpikir, saya diejek diam saja di depan teman-teman, sama saja saya tidak punya harga diri. Saat itu saya sedang emosi sekali, malah diejek terus terusan, saya pun spontan melempar bola ke teman saya yang mengejek dan akhirnya saya langsung berkemas pulang. Tiba tiba waktu bersalaman dengan pelatih saya dilempar bola juga dan melemparnya lebih keras, saya pun tambah emosi dan tidak terkontrol. Saya spontan mengajak berantem, dan tidak banyak basa-basi dan langsung berlari serta menendangnya, sampai adu mulut dan akhirnya kakak kelas pun melerai kita dan saya pun pulang. Dua hari pun berlalu saya akhirnya sadar bahwa apa yang saya perbuat itu salah, saya sudah mulai bahagia dan lalu saya meminta maaf pada teman saya, teman saya pun juga meminta maaf dengan saya, lalu kita berdua kembali berteman, dan bercanda seperti biasanya. (Cerita pribadi YHZ).

Saya pernah di rendahkan oleh teman kantor saya selama magang karena masalah sepele tentang menjaga kebersihan kantor apalagi membersihkan litter box kucing yang dipelihara di kantor, saya sering diintimidasi sampai pernah juga dijauhi hanya karena itu, jadi saya mulai beberapa kali mogok bersih-bersih karena saya sudah muak dengan sampah sampah yang berada di kantor, sampai-sampai tekanan itu membuat saya sakit sakitan selama di kantor dikarenakan juga tekanan dari proyek dan terkadang ada kekerasan verbal dari lingkungan sekitar keluarga maupun tempat magang. Untuk mengatasi tekanan saya bercerita dengan teman dan memperluas wawasan tentang animasi dan dunia produksi. Saya terkadang lebih memilih menjadi orang yang sering bertanya dahulu daripada langsung mengerjakan karena terkadang hasil dan omongan selalu berbeda, jadi lebih sering cerewet daripada diam saja (Cerita KRN).

Saya punya beberapa tekanan dalam hidup saya, terutama tekanan dari keluarga. Ibu adalah seorang yang manipulaf dan playing victim. Sedangkan ayah adalah seorang yang arogant dan tidak terbuka. Terkadang di rumah ada masalah masalah kecil tapi dibesar-besarkan. Contohnya saat saya meminta ibu saya untuk tidak sembarangan masuk ke kamar saya tanpa diketuk karena saya risih. Ibu malah marah marah dan nangis, mengata-ngatai saya dan membandingkan saya dengan dirinya yang dulu. Jika dari ayah, dulu saya sering dibentak dan dipukuli jika saya melakukan kesalahan yang belum tentu saya yang salah. Ada satu kejadian yang membuat saya sakit hati sekali adalah di saat saya bertanya kepada ayah tentang semir sepatu untuk fashion show. Ayah berkata jika saya adalah seorang yang jorok jadi saya tidak perlu menyemir sepatu Dan ikut fashion show. Di situ saya merasa bahwa saya adalah orang yang buruk rupa dan tidak pantas untuk berlagak anggun. Saya di rumah juga tidak ada yang mengajari. Orang tua sibuk dengan dirinya sendiri. Tetapi mereka marah jika saya mendapatkan nilai jelek, padahal jika saya bertanya pada mereka, mereka tidak peduli dengan pertanyaan saya. Dari situlah saya merasa bingung dan kehilangan arah dalam memilih sebuah keputusan, tapi syukurlah masih ada kakak yang bisa mengarahkan sedikit-sedikit kepada saya. (Cerita SR).

Saya merasa bahwa orang tua saya tidak terlalu menekan saya, tapi saya tahu kalau orang tua saya memiliki harapan besar kepada saya. Orang tua saya mendidik dengan sangat hebat, namun kadang saya merasa kesal karena mungkin ada tekanan dari mereka yang membuat saya kurang nyaman. Waktu itu saat masuk SMK saya merasa agak kecewa karena keadaan yang agak rusuh, jadi kata mereka ya udah SMK aja. Tak lama kemudian kakak saya mencari kuliah, sehingga orang tua saya lumayan bingung dan gelisah. Setelah pengumuman ternyata hasilnya lumayan baik, ayah saya agak menekan saya supaya belajar dan belajar terus. Saya merasa bahwa sudah membagi waktu belajar dengan tepat dan mungkin meurut saya sudah sesuai namun kata ayah saya selalu teringat di kepala. Setiap kakak saya membahas tentang perkuliahannya, ayah saya selalu menyambungkan dengan saya, sebenaranya saya biasa saja tapi lama lama ini terasa tidak enak. Ayah saya selalu mengatakan saya harus belajar dan bla bla bla, saya bingung sampai harus mengatur waktu saya. Dari melihat informasi LTMPT yang berubah sehingga sejak itu saya lumayan overthinking. Ibu saya juga, tapi tidak terlalu. Tapi saya berpikir lagi dan mungkin memang itu pilihan terbaik sehingga saya lumayan sadar dan sekarang saya mulai bisa mengatur waktu saya, walaupun masih agak sakit hati jika disuruh dan jadi tertekan sehingga saya bingung. (Cerita MW).

Pada saat saya SMP saya mendapat tekanan dari sekolah yang mana KKM  menurut saya terlalu tinggi yaitu 80, bukan hanya dari sekolah tetapi juga dari orang tua yang menginginkan nilai saya harus bagus. Kelas 8 saya mulai memberontak dengan cara sering tidak mengerjakan tugas, tidak membawa buku dan lain-lain sehingga orangtua  memarahi saya pada waktu itu dan menambah tekanan saya. Setelah itu saya melampiaskan semuanya dengan melakukan hobi saya yang bisa membuat mood saya kembali membaik. Hobi saya adalah menggambar, bermain musik dan main game. Setelah mood saya membaik saya pun tersadar bahwa apa yang dikatakan orang tua itu juga demi kebaikan saya sendiri dan mulai saat itu saya selalu mendengarkan apa yang dikatakan orang tua (cerita NJ).

Dulu waktu saya masih duduk di bangku kelas 2 SD saya pernah mengalami yang namanya pembulyan. Saya di suruh membelikan mereka jajanan sampai saya ngga bisa jajan. Nggak hanya di sekolah saja, saya di rumah pun juga di bully sama orang itu saat bermain.
Contoh bullyan yang saya alami saat di luar sekolah yaitu sandal saya di kasih lem pas saya mau memakainya jadi kaki saya menempel pada sandal itu. Maka dari itu setelah kejadian hingga sampai sekarang saya tidak lagi main dengan teman satu kampung. (Cerita FA).

Tadi pagi saya datang terlambat ke sekolah dan waktu saya sudah selesai menulis surat untuk masuk kelas, saya bilang sama 1 guru BK untuk menandatangani surat punya saya, gak tahu kenapa tiba-tiba tangan saya di coret-coret pakai bolpen, padahal saya gak kenal gurunya dan gurunya gak kenal sama saya, yang kena coret bolpen juga bukan cuma saya, mungkin udah banyak yang lain. Saya hanya diam dan tidak berani, meskipun di dalam hati terasa kesal. (Cerita RP).

Dari kejadian ini sebagai bahan diskusi. Apa yang dirasakan dari kejadian tersebut. Apa yang akan dilakukan selanjutnya. Intinya budaya dialektika menjadi kunci utama agar mereka ikut merasakan dan menyadari bahwa bulying memiliki dampak yang berbahaya terhadap perkembangam psikologis anak.

 

 

 

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *