Cerita Pengalaman Anak tentang Otak Reptil

Di saat pembelajaran, saya mencoba bercerita tentang teori otak yang justru mendapatkan perhatian yang serius oleh siswa yang berada di kelas tersebut. Saya awali tentang otak reptil yang bekerjanya karena adanya tekanan dan ancaman, sehingga hanya ada dua kemungkinan yaitu berontak atau menghindar. Ketika perubahan perilaku diyakini karena pola pengembangan otak reptil, maka yang terjadi justru anak tidak mampu berpikir dengan baik. Wajar ketika  sebuah aturan di sekolah dibangun dengan cara-cara pengembangan otak reptil seperti memberikan hukuman, tekanan, ancaman, menakut-nakuti maka justru yang akan muncul adalah segala bentuk pelanggaran terhadap aturan. Sebaliknya ketika yang dikembangkan adalah limbik sistem, justru anak akan muncul kesadaran diri karena anak merasa bahagian. Kebahagiaan tersebut terbentuk karena di dalam limbik sistem yang berkembang dengan baik akan menghasilkan hormon kebahagiaan. Ketika hormon kebahagiaan muncul akan mengaktivasi berkembangnya neocortex yang mampu memicu seseorang untuk berpikir kritis, logis dan mengambil keputusan. “Kalian adalah calon bapak dan calon ibu, apa yang akan kalian pilih ketika ingin mendidik anak-anak kalian?”, pertanyaan saya lontarkan kepada siswa di kelas tersebut. Secara serentak siswa memilih untuk mengaktifkan limbik sistem dan neocortex. Dari ilustrasi cerita ini, anak-anak selanjutnya saya pantik untuk menyampaikan cerita pengalaman pribadinya  yang berkaitan dengan teori otak tersebut. Berikut beberapa cerita siswa yang berkaitan dengan otak reptil.

Cerita ini bermula saat saya menginjak di kelas 8 SMP dimana waktu itu saya mengikuti pendaftaran untuk menjadi anggota Dewan Galang dan saat itu kita semua disuruh untuk mengisi formulir tentang biodata kita, pada saat pengumpulan formulir nama saya dipanggil oleh kakak pembina yang saat itu mendampingi kita semua, kakak itu memberi pertanyaan kepada saya “mengapa data ayah tidak di isi?” memang waktu itu hanya sedikit orang saja yang mengetahui kalau saya adalah yatim, tak lama itu salah satu murid yang saat itu menjabat sebagai anggota osis meneriaki saya “dia kan yatim kak, anak haram tuh dia” Bertepatan waktu itu emosi saya benar-benar meluap dan pada kita semua sudah di bubarkan saya langsung dengan cepat menghampiri orang itu dan mulai memukuli wajahnya hingga bisa dibilang babak belur. Setelah itu kehidupan saya yang penuh dengan tekanan dimulai, dimana setelah kejadian itu saya sering di bully oleh orang itu dan teman-temannya, sepulang sekolah di keroyok, dipukuli hampir setiap hari, menghasut teman-teman sekelas saya untuk menjauhi saya, dan masih banyak lagi, saya sudah mencoba melapor ke guru BK dan yang didapat hanyalah ucapan “cuma main-main aja, jangan di anggap serius, setelah ini kalian saling memaafkan”. Akibat perbuatan itu saya pernah sempat berpikir untuk mengakhiri hidup tetapi hal itu diketahui oleh kakak sepupu saya, mendengar tujuan saya kakak sepupu saya langsung emosi dan memukul saya sembari memarahi saya. “Kalau kamu dibully kayak gini jangan mati, kamu tuh cowo kalau dibully bales aja gak usah takut, yang salah duluan mereka bukan kamu! Kamu juga bentar lagi mau kelas 9, fokus sama sekolah kamu aja.” Sekilas setelah mendengar kata-kata kakak sepupu, saya sedikit sadar bahwa mengakhiri hidup bukanlah cara yang baik, dan bertepatan hari besoknya seperti biasa saya diganggu lebih tepatnya dibully, saya memberanikan diri untuk membalas perbuatan itu tapi yang saya dapatkan apa? Benar saya harus menerima skors dari guru BK karena sudah berkelahi, waktu itu emosi saya tersulut kembali, mengapa ketika pelaku membully korban tidak terkena hukuman dan jika korban yang membalas malah terkena hukuman, sejak saat itu saya sudah tidak percaya lagi jika harus konsultasi dengan guru BK. Kisah pahit itu berhenti ketika saya sudah menginjak kelas 9 dimana saat itu sedang ada wabah pandemi yang mengharuskan sekolah lewat online, hal itu saya gunakan untuk menghilangkan trauma saya saat kelas 8 lalu dengan cara mencari kebahagiaan sendiri ketika sedang sendirian, ketika sedang bersama keluarga atau teman saya juga akan mendapat kebahagiaan. Pada intinya ketika kamu sedang dilanda oleh perasaan tertekan, ketakutan, dan lain-lain jangan pernah berpikiran untuk mengakhiri hidup karena hidup itu berarti, carilah/kebahagiaanmu sendiri dan tetap semangat untuk menjalani hidup. (Pengalaman pribadi MAA di saat SMP dan saat ini berada di kelas XI Animasi SMK N 11 Semarang).

Pada saat SMP saya di bully dan dipalak setiap hari di minta uang sebesar lima ribu rupah. waktu itu saya tidak mau terus kami berkelahi dan masuk BK setelah pulang sekolah dia menunggu saya dengan teman,  setelah keluar saya di kroyok dipukuli. Dari hari itu saya tidak berani sama dia setiap kali saya tidak kasih uang saya dipukul kalau tidak dipukul di slomot rokok. Sampai saya enggak mau sekolah. Saya juga minta pindah sekolah terus guru di sekolah bilang kenapa enggak mau sekolah terus saya bilang saya di bully. Selesai itu, si Pembuly dipanggil dan di beri surat peringatan. Tapi setelah itu Pembuly marah dan waktu pulang sekolah saya dipukuli lagi. Dari situ saya jarang bilang kalau saya dibully lagi. Setelah 1 tahun ternyata Si Pembuly dikeluarkan karena memukul guru. Saat itu saya sedikit senang akan tetapi dia masih ke sekolahanku dan masih minta uang. Seminggu kemudian Covid19 saat di rumah saya merasa lebih nyaman waktu keluar saya takut kalau ada dia dan itu membuat mental saya turun. Setengah tahun kemudian saya diajak bermain keluar pertama saya takut. Temanku terus memaksa akhirnya saya mau dan bermain lama kelamaan saya jadi tidak takut dan saya merasa bahagia. Dari hari itu saya tidak pernah takut lagi dan mulai hidup tanpa rasa takut (Cerita pengalaman FZ, saat di SMP, sekarang siswa kelas XI Animasi SMK N 11 Semarang).

Saat saya kelas 8 SMP, kedatangan guru olahraga baru, beliau agak tegas, dan lumayan galak.Tetapi cara mengajarnya sangat salah,beliau mengajar murid-muridnya dengan kekerasan. Misal, saat terlambat beliau langsung memukul murid-murid menggunakan tongkat (berukuran pendek) dengan lumayan keras,dan ketika ada yang tidak memakai pakaian olahraga saat pelajaran penjaskes beliau juga melakukan hal yang sama. Tapi suatu hari ketika teman-teman saya berkeliaran di luar kelas beliau melihat teman-teman saya sedang bermain-main di luar kelas, itu jelas melanggar peraturan, jadi beliau langsung menghukum mereka, tapi bukan hanya murid yang berkeliaran di luar kelas tersebut, saya dan teman-teman saya yang tidak bersalah pun ikut dipukul, lalu beliau berkata “kenapa?,kalian tidak terima kalau saya pukul? silahkan adukan saja kepada bapak kalian yang preman pun saya tidak takut!”(mungkin beliau merasa keren dan berpikir bahwa dia guru dan bisa memperlakukan siswa seenaknya), setelah kejadian tersebut murid-murid lain tidak terima, dan kami setuju untuk melaporkannya kepada pihak sekolah. Keesokan harinya pihak sekolah sudah mengetahui laporan dari wali-wali siswa. Akhirnya beliau pun dipanggil dan dia pun tidak bisa berkata-kata dan hanya berdiam diri sambil ketakutan, lalu beliau diberi peringatan oleh kepala sekolah,dan sejak itu beliau tidak lagi memukul murid. Seharusnya beliau mengajar murid-muridnya dengan baik dan tidak menghukum murid-muridnya dengan cara seperti itu, karena itu dapat menimbulkan tekanan dan ancaman bagi para murid. Lebih baik menggunakan cara yang halus namun dapat mendidik karakter dan akademis murid-murid, Ungkap Ryn. Ryn saat ini berada di kelas XI Animasi SMK N 11 Semarang.

Permisi pak, saya mau menceritakan pengalaman saya mengenai otak reptil

Dulu waktu saya SMP saya pernah dipalak oleh 2 kakak kelas, saya di minta uang sebesar Rp 5.000, dengan bahu saya yang dirangkul dan di paksa untuk memberikan uang saya, saya ditakut-takuti dan diancam untuk dipukul, karena saya tidak ingin memberikan uang saya akhirnya sempat dipukul diperut, saya menahannya dan memukulnya balik kakak kelas yang merangkul saya melepaskan rangkulannya untuk memukul saya, sebelum saya dipukul saya sudah lari ke arah ruang guru untuk mengadu, sebelum saya sampai saya sudah ditangkap dan saat saya mau dipukul untungnya ada guru BK yang melihat dan melerai, saya ditanyai ada masalah apa kemudian saya ceritakan semuanya dan kakak kelaspun dibawa ke BK dan dari apa yang saya dengar mereka telah diskors dan saya sudah aman dari kakak kelas tersebut. Saya berterimakasih banyak atas apa yang guru BK lakukan.

Ini sekilas cerita dari beberapa siswa yang mungkin mewakili banyak siswa lainnya yang pernah mengalami bulying di sekolah. Namun bagaimana peran sekolah? Bagaimana peran guru dalam mengatasi bulying ini. Selama ini guru disibukkan dengan segudang administrasi kurikulum, segudang kegiatan yang berorientasi mengisi materi untuk ketercapaian kurikulum. Aturan sekolah yang diterapkan justru berorientasi pada hukuman-hukuman terhadap permasalahan yang muncul, skor-skor pelanggaran, memberi tekanan, ancaman dengan alih-alih menaati peraturan sekolah. Sekolah masih menyakini bahwa otak reptil mampu mengubah perilaku seseorang dalam jangka panjang. Kita lupa bahwa guru adalah hujan yang menyejukkan anak-anak didik kita yang mengalami kekeringan dari rasa cinta. Guru hendaknya mampu berbuat adil dan menjadi pelindung, memberikan rasa aman dengan menciptakan ekosistem positif yang akan menumbuhkan jiwa-jiwa empati siswa, saling menghargai.

 

 

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *