Belajar Tidak Menasehati

Karya Sketsa Serenade

Apa yang sering dilakukan guru ketika ada masalah menyangkut anak didik dan masalah itu berkaitan dengan dunia luar sekolah? Biasanya nasihat menjadi alat yang dipandang paling jitu agar siswa tidak melakukan kesalahan kembali. Namun apakah cara-cara itu efektif? Belum tentu cara itu efektif sehingga anak didik kita melakukan apa yang menjadi nasehat itu dengan kesadaran diri.

Beberapa minggu ini saya sebagai guru animasi di SMK Negeri 11 Semarang sedang menitipkan empat anak didik untuk mengikuti seleksi agar dapat bergabung dengan project PT. HIVE yang ada di Jakarta sebagai anak cabang perusahaan Korea yang bergerak di bidang pembuatan komik. Bukan perkara mudah untuk masuk di perusahaan tersebut, karena begitu ketatnya test kemampuan menggambar yang dilakukan.

Andyanti, Kinanthi, Kilau dan Cahaya Imania merupakan siswa kelas X Animasi yang saat ini sedang mengikuti test di bawah asuhan Mas Erick dari PT. HIVE. Mereka mendapatkan tantangan untuk membuat gambar dengan standar yang ditetapkan oleh PT. HIVE. Dalam proses test tersebut tentu banyak masalah muncul yang bersifat teknis maupun non teknis. Mereka dimasukkan di dalam satu group WhatsApp dengan Mas Erick, namun ketika ada permasalahan biasanya Mas Erick akan menyampaikan kepada saya.

“Sekedar info saja njih Pak. Mereka kalau gambar yang disukai bagus, tetapi kalau berdasarkan permintaan, misalnya saya minta ini dan itu, jadinya kurang bagus. Sedangkan kami basisnya per project alias per pemintaan. Ya begitu saja Pak, penilaian saya. Keputusan final bukan di saya”, ungkap mas Erick kepada saya melalui pesan WhatsApp. “Oke mas, terima masih masukannya, akan saya jadikan bahan untuk diskusi dengan anak-anak”. Ketika melihat keluhan seperti itu apa yang akan dilakukan guru? Banyak guru yang akan segera menasehati. Namun setelah belajar tentang ilmu Coaching, maka menasehati bukanlah cara yang efektif untuk mengatasi permasalahan tersebut, namun justru perlu adanya choaching dengan menggunakan alat berupa power question.

Meskipun tidak secara tatap muka dan secara lisan saya melakukan coaching, namun saya mencoba belajar menerapkan power question melalui whatsapp kepada anak-anak tersebut. Pesan whatsapp dari mas Erick saya sampaikan kepada empat siswa tersebut dengan penambahan kalimat: “Dari informasi yang disampaikan mas Erick, apa yang mbak pikirkan, sesuatu apa yang akan dilakukan selanjutnya?”. Sebuah pertanyaan yang jawabannya tidak akan diperoleh di google seperti halnya ulangan harian yang sering kali jawabannya mudah diperoleh di mesin pencarian data. Pertanyaan tersebut memiliki kekuatan yang tinggi untuk mengasah kesadaran diri siswa. Meskipun sederhana, namun pertanyaan tersebut merupakan pertanyaan pada level higher order thinksing skill (hots). Ibarat sebuah biji ketika benih dijatuhkan di atas aspal, maka biji tersebut tidak akan tumbuh dengan baik, bahkan besar kemungkinan biji tersebut justru akan hancur dan tidak akan tumbuh. Ketika biji jatuh di tanah yang bercadas, penuh batu-batuan dengan curah hujan yang sangat rendah, maka biji tersebut mungkin akan tumbuh namun kurang bisa berkembang dengan baik. Berbeda dengan biji yang jatuh pada tanah yang subur, dengan air yang mencukupi, maka biji tersebut akan tumbuh dan berkembang menjadi tumbuhan yang kokoh akarnya sehingga menghasilkan buah yang berkualitas bagus. Demikian juga, anak didik kita akan dapat berkembang passionnya, bakat dan talentanya ketika mendapatkan ekosistem yang baik. Power question merupakan alat pertanyaan sebagai pemantik sehingga berdampak pada terbentuknya kesadaran diri pada anak didik kita. Coba kita simak jawaban dari keempat siswa tersebut setelah mendapatkan pantikan yang saya berikan melalui power question di atas.

“Saya berpikir, sebaiknya menggambar tidak mengutamakan ketertarikan atau kesenangan. Karena di perusahaan/industri tidak membutuhkan orang yang menggambar sesuai dengan mood dan kesukaan. Dan, jika menggambar sesuai dengan hal tersebut saya yakin hasilnya juga tidak maksimal. Hal yang dapat saya lakukan selanjutnya adalah meningkatkan skill menggambar saya, dan tidak mengutmakan mood/ketertarikan, dan saat ini saya sedang belajar untuk menggambar berdasarkan request dari teman saya. Jadi saya berusaha untuk menggambar karakter tanpa memperdulikan apakah karakter tersebut menarik atau tidak , dan apakah mood saya saat itu mendukung atau tidak”, ungkap Cahaya Imania.

“Saya akan mengerjakan project yang diminta semaksimal mungkin agar hasilnya sama bagusnya dengan gambar yang saya sukai”, ungkap Kinanthi. “Saya akan memaksimalkan kinerja saya saat diminta sesuatu oleh mas Erick, dan melakukan semua yang diminta dengan sebaik-baiknya”, ungkap Kilau.

“Membaca informasi itu saya jadi berpikir bahwa kami kurang menganggap project ini lebih serius pak, terutama di kalimat “Kalau nggambar yang disukai bagus tapi kalau berdasarkan permintaan kurang bagus”. Yang menurut saya bisa diartikan bahwa kami belum melakukan yang terbaik untuk project ini. Apa yang akan saya lakukan selanjutnya adalah memprioritaskan dan mengoptimalkan skill saya pada project ini untuk kedepannya”, ungkap Andyanti.

Dari jawaban keempat siswa tersebut saya masih memberikan pertanyaan yang lebih power lagi. “Hal apa yang akan kamu lakukan dan belum pernah kamu lakukan sebelumnya terkait denga project ini?”. Pertanyaan ini saya ajukan akan lebih membawa pada sebuah perencanaan yang dilontarkan dari keempat anak tersebut sehingga memperkuat kesadaran diri untuk melakukan apa yang menjadi rencana mereka.

“Yang akan saya lakukan selanjutnya dan hal ini belum saya lakukan, yaitu melatih cara menggambar saya full body dalam berbagai pose yang menarik, karena biasanya saya menggambar setengah badan saja. Jadi saya akan berusaha untuk melatih skill menggambar saya yaitu full body dalam berbagai pose yang dinamis”, ungkap Cahaya Imania. Sebuah ungkapan yang menurut saya adalah rencana yang dipandang sangat bagus untuk melejitkan potensi yang dimiliki Cahaya. Rencana tersebut datangnya bukan dari saya, namun dari pemikiran Cahaya. Inilah bedanya dengan proses menasehati yang datangnya dari guru, sedangkan power question akan membawa pada kesadaran diri yang datangnya dari anak-anak itu sendiri.

Kinanti, meskipun jawabannya relatif pendek, namun jawaban tersebut menggambarkan sebuah perencanaan yang memiliki kekuatan besar ketika mampu direalisasikannya. “Mengerjakan karya dengan sabar dan tidak terburu-buru tetapi menyelesaikannya tepat waktu”, ungkap Kinanthi.

Hal yang belum saya lakukan selama melakukan project ini adalah langsung mengerjakan project, dikarenakan tugas sekolah saya yang lumayan banyak. saya biasanya mengerjakan tugas sekolah dahulu, baru mengerjakan projectnya yang menurut saya membuat waktunya berkurang banyak dan mengerjakannya menjadi tidak maksimal. Hal yang akan saya lakukan adalah mengerjakan tugas sekolah sesegera mungkin. Saya memang setuju dengan mas Erick, gambar saya biasanya lebih bagus jika saya menggambar karakter yang saya suka. maka dari itu saya akan mencoba untuk menyukai setiap gambar yang saya buat”, ungkap Kilau.

Proses pemberian power question akan mengurangi kebiasaan kita sebagai guru yang autonom untuk menasehati ketika ada sebuah permasalahan yang terjadi pada anak didik kita. Pemberian power question juga akan memantik kesadaran diri siswa. Apabila para guru terbiasa dengan pola-pola seperti ini maka akan lahir banyak generasi muda kita yang memiliki keterampilan berpikir tingkat tinggi, bukan menjadi generasi strobery. Anak-anak kita akan mampu bernalar, selalu haus terhadap pengetahuan dan keterampilan yang justru akan mereka dapatkan sendiri. Sudahkah kita menjadi guru yang tidak menasehati? Selamat mencoba.

 

1 thought on “Belajar Tidak Menasehati”

  1. Setuju Pak, terimakasih atas inspirasinya,
    Tetapi perlu beberapa penelitian, sehingga apakah biasa diterapkan di jenjang SD,SMP dan SMA.
    Saya sebagai pendidik masih tetap menasehati sesuai kondisi yg ada, kemudian dari nasehat yg di bangun kemudian didiskusikan dengan peserta didik dikelas terutama terkait Etika. Sebagai contoh atau tindakan yg saya lakukan, misalnya masuk kelas di jam pertama tidak terlambat, pada saat dikelas ada plastik maka saya ambil dengan membuangnya ditempat sampah.
    Sehingga sebagai Guru tetap harus memberikan nasehat kepada peserta didik, sehingga dalam mendidik siswa dengan penuh rasa cinta kasih dalam memberikan nasehat ( walaupun caranya berbeda beda, disesuaikan dengan kondisi tiap daerah masing-masing).
    Mohon maaf bila saya salah dalam memberikan masukan, karena ada beberapa pesertadidik yang memang harus langsung diberikan nasehat dan juga ada beberapa pesertadidik yg dapat menerima dengan memberikan Power question sebagai pemantik.
    Sehingga hal tersebut harus dimulai dari dini yaitu membiasakan pesertadidik dari tingkat SD diberikan Power question sebagai pemantik, sehingga pada saat jenjang SMP, SMA, SMK mereka akan tumbuh dan memiliki Self-regulated learning yang diharapkan sebagai generasi penerus bangsa.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *