Tantangan dan Feedback Antarkan Reynaldi menjadi Modeler 3D

Reynaldy Lesmana Putra yang akrab dipanggil Rey merupakan siswa kelas X Animasi SMK N 11 Semarang yang memiliki cita-cita ingin menjadi 3D animator dan modeling 3D. Berawal dari kesukaan terhadap film animasi disney dan model 3D character Disney tersebut, ia tertarik belajar modeling 3D. Di kelas X saat semester 1, ia sudah mengikuti diklat modeling 3D yang dilakukan di sekolah. Diklat merupakan salah satu program dari jurusan animasi untuk meningkatkan kompetensi sebagai wadah bagi siswa yang memiliki yang memiliki kemampuan di bidang tertentu agar dapat berbagi keterampilan kepada teman-temannya. Reynaldi yang memiliki keinginan kuat menekuni di bidang modeling 3D, akhirnya mendaftar dan mengikuti diklat yang dimentori oleh temannya sendiri.  Ia merasa bahwa untuk menguasai fundamental 3D memerlukan waktu 1 bulan. Dari kegiatan diklat tersebut ia semakin terpacu untuk meningkatkan skillnya di bidang yang ia sukai tersebut. Dari portofolio yang ia buat selama kegiatan magang inilah sebagai modal awal untuk mendaftar magang di kelas X. Salah satu portofolio yang digunakan untuk mendaftara magang adalah modeling sepeda.  Modeling sepeda ini dibuat menggunakan sofware blender untuk membuat modeling 3D.

Melalui proses wawancara dan pengiriman portofolio ia berhasil lolos untuk magang di Pickolab Studio yang ada di Semarang. “Semenjak saya mendaftar magang dan diterima magang, saya mulai serius menekuni modeling 3D”, ungkap Reynaldi. Banyak karya modeling 3D yang ia buat selama kegiatan diklat dan kegiatan magang yang selalu ia unggah di instagramnya. Meskipun ia mengikuti magang, ia masih bisa mengatur waktunya untuk pekerjaan di tempat industri dan untuk mengirim one day one project. Meskipun untuk siswa yang mengikuti magang tidak diwajibkan mengirim one day one project, namun ia masih menyempatkan untuk mengirim di group. Alasannya, selain menambah portofolio, ia berkeinginan untuk menyemangati teman-temannya untuk menjadikan kegiatan one day one project menjadi habbit yang positif.

Tantangan merupakan hal penting diterapkan kepada anak didik di sekolah. Tantangan bukan sekedar tugas, karena dari tantangan tersebut anak didik akan mengerjakan sesuai dengan passion dengan senang hati, bahkan ketika diberikan tantangan-tantangan yang lebih ia mampu menyelesaikan. Tantangan yang awalnya datang dari pihak luar, akan berubah menjadi kesadaran diri. Ia akan menyadari bahwa dirinya perlu naik level sehingga tercapai kepuasan tersendiri. Siswa tidak lagi harus menunggu naik kelas dalam waktu satu tahun, namun setiap saat ia bisa naik level sesuai dengan target dari dirinya. “Saya sangat senang saat diberikan tantangan dari guru. Membuat saya lebih bisa bereksplore lebih jauh”, ungkap Reynaldi ketika memberikan refleksi tentang tantangan yang diberikan.

Setiap karya modeling 3D yang dibuat selalu diunggah di Instagramnya sebagai tempat penyimpanan asset-aset digitalnya sekaligus untuk promosi dalam rangka membangun branding dirinya. Ia juga mengunggah karyanya di deviantart.com. Pembaca dapat melihat karya-karya di instagram dan deviantart melalui link berikut.

https://www.instagram.com/aldytore0

https://www.deviantart.com/alevenn/gallery

Tantangan merupakan salah satu bagian untuk memunculkan hormon kebagiaan. Ketika hormon kebahagiaan sudah ia peroleh dari tantantangan yang diberikan di sekolah maupun di lingkungannya, maka ia tidak akan melakukan kegiatan-kegiatan lainnya yang bersifat negatif. Kenakalan yang terjadi pada remaja pada umumnya karena sekolah belum bisa menciptakan ekosistem yang menyenangkan yang dapat memicu hormon kebahagiaan. “Saya lebih enjoy yang tantangan. Untuk Tantangan, saya suka karena kita dilatih seperti saat sedang menghadapi client. Harus membuat sesuai keinginan client (guru)”, ungkap Reynaldy. Selain tantangan, maka feedback menjadi bagian penting pada tahap selanjutnya. Sejatinya penilaian itu adalah feedback. Penilaian bukan sekedar angka-angka yang tidak bermakna, namun berupa respon positif dan saran sehingga siswa lebih terpacu untuk meningkatkan kualitas karya yang dibuatnya. Sudahkah kita sebagai guru beralih pada pemberian tantangan daripada tugas yang berorientasi matari? Sudahkah kita sebagai guru beralih dari penilaian yang berorientasi angka (nilai) ke pemberian feedback yang lebih bermakna?

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *