Sharring Keteladanan Guru

“Apa yang kalian rasakan dengan melihat foto ini? Apa yang akan kalian lakukan untuk menciptakan ruangan kelas yang ditempati menjadi nyaman?”, tanya saya di group kelas X Animasi.

Foto itu saya dapatkan ketika melihat kebaikan yang dilakukan oleh Pak Triyono, seorang guru PPKn di SMK Negeri 11 Semarang pada 17 Februari 2023 di depan masjid Annida. Beliau tidak tahu kalau difoto. Foto tersebut bagi saya adalah foto yang menarik untuk saya publish di group sebagai bahan sharring, olah rasa bagi anak didik saya. Perbuatan-perbuatan baik yang dilakukan orang dan bisa menjadi contoh perlu disebarkan. Hal inilah yang menjadi alasan mengapa foto tersebut sangat bagus untuk bahan morning sharring. Jangan-jangan kurangnya kepekaan rasa anak didik bukan karena sifatnya, hanya karena kita sebagai guru maupun orang tua jarang memberikan stimulus untuk olah rasa. Dengan perkembangan teknologi yang semakin cepat ini dan semuanya tergantikan oleh teknologi membuat anak semakin apatis, cuek terhadap kondisi di sekelilingnya. Ini bukan salah anak didik kita, namun salah kita sebagai pendidik maupun orang tua jarang mengajak mereka olah rasa dan memberikan keteladanan.

Perubahan teknologi yang semakin cepat memang berdampak luar biasa terhadap perubahan budaya. Kita sebelum mengenal aplikasi gps, ketika akan menuju suatu tempat mengandalkan informasi dari orang lain. Di saat bertanya terhadap orang lain kita harus mempertimbangkan nilai-nilai kesopanan. Di pastikan ketika kita tidak turun dari kendaraan dan bertanya alamat kepada orang lain besar kemungkinan akan mendapat tanggapan kurang enak, bisa pula mendapat umpatan atau paling apesnya justru mendapatkan alamat palsu. Ketika munculnya teknologi GPS,  bertanya sudah jarang dilakukan. Kita percaya penuh pada aplikasi GPS tersebut karena tingkat akurasinya sangat tinggi. Jangan disalahkan ketika anak-anak jaman sekarang komunikasi yang dulu kita lakukan dengan cara basa basi terlebih dahulu tidak dilakukan. Generasi Z ini mayoritas butuh cepat, instans dan to the point.

Peran kita sebagai guru di era ini tidak ringan. Dibutuhkan guru yang mengedepankan pada hati, penuh cinta kasih dan secara kontinyu memberikan stimulus-stimulus untuk olah rasa.

Dari apa yang saya share di group, saya juga tidak terlalu berharap semua siswa merespon. Beberapa siswa memberikan respon itupun sudah bersyukur. Setidaknya respon yang dilakukan siswa tersebut dibaca oleh siswa lainnya sehingga menjadi bahan renungan. Yang jelas tidak perlu patah arang, ketika stimulus yang diberikan hanya sedikit yang meresponnya. Mereka memang hidup di zaman seperti ini, kita tidak bisa banyak menuntut sesuai keinginan kita. Kita hanya bisa berupaya mengisi hati dan pikiran mereka dengan kebaikan-kebaikan.

Beberapa menit kemudian, ada beberapa siswa yang memberikan respon antara lain Iqbal, Benedictus, Khoirunisa dan Muhammad Alvian.

“Setelah melihat foto ini saya teringat dengan salah satu adab di pondok pesantren yaitu menata sandal atau sepatu guru-guru , kyai, atau tamu. Tujuannya untuk memuliakan dan dengan menata sandal atau sepatu seperti itu dapat menambah rasa kenyamanan dalam beribadah. Dan menurut saya foto tersebut sangat bagus untuk di contoh kalangan muda agar selalu bersikap rajin dan bersih di manapun”, ungkap Iqbal.
Iqbal Ramadhan juga memberikan komentar tentang apa yang perlu dilakukan yaitu semakin rajin piket pada jadwalnya, dan merapikan meja dan kursi di tempatnya kembali jika memang tergeser, supaya lebih rapi dan nyaman untuk di lihat dan digunakan. Atau lebih peka terhadap lingkungan sekitar, dengan menghargai hal hal kecil.
Benedictus  berpendapat, agar ruang kelas yang ditempati menjadi nyaman caranya setiap sebelum pelajaran dimulai semua siswa mengecek apakah masih ada sampah-sampah yang berserakan kalau masih ada langsung dibersihkan, dan petugas piket juga melaksanakan tugas piketnya setiap hari agar kelas yang dipakai menjadi bersih. Khoirun Nisa berpendapat agar kelas menjadi nyaman, harus mulai membersihkan hal-hal kecil di kelas seperti sampah di dalam laci meskipun tak terlihat. dan saling mengingatkan untuk melaksanakan piket sesuai jadwal, agar kelas menjadi bersih dan rapi.
Muhammad Alvian menyampaikan bahwa foto ini sangat memotivasinya untuk merapikan lingkungan agar menjadi lebih nyaman. “Yang akan saya lakukan adalah menertibkan jadwal piket dan membersihkan ruang kelas setiap pagi hari”, ungkap Muhammad Alvian.

Respon beberapa siswa tersebut menggambarkan kesadaran dirinya untuk menjaga kerapihan dan kebersihan. Dari olah rasa ini diharapkan akan timbul olah laku, sehingga siswa benar-benar dapat melakukan tindakan yang menjaga kerapihan dan kebersihan sekecil apapun.
“Terima kasih anak anakku, semoga bisa merealisasikan budaya bersih dan rapi di lingkungan sekolah kita. Memang toxic-toxic banyak bertebaran di sekeliling kita yang akan mengendorkan semangat kita, untuk itu fokuslah untuk berbuat baik sekecil apapun dari kita sendiri. Jadikan dirimu sebagai contoh untuk lainnya. Saya tunggu aksi-aksi baik kalian dalam menjaga kebersihan, kerapihan di lingkungan kelas”, ungkap saya untuk menutup olah rasa ini. Sederhana apa yang saya lakukan, namun dibutuhkan kesabaran karena dibutuhkan waktu kita untuk berkomunikasi dengan mereka.

1 thought on “Sharring Keteladanan Guru”

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *