Hujan-hujan Kok Beli Eskrim?

“Hujan-hujan kok beli es krim to mas?”, tanya temannya Mas Sindu ketika di saat hujan justru membeli es krim. Orang-orang pada umumnya akan berpikir seperti itu. Karena terbiasa bahwa ketika hujan-hujan enaknya makan atau minum yang hangat-hangat. Tapi bagi mas Sindu, justru ketika melihat penjual es krim dan saat itu sedang hujan ya dibeli. Pemikiran yang sangat sederhana. Ia tidak memakai kaca matanya sendiri, namun mas Sindu justru menggunakan kaca mata penjual eskrim. Di benak hati penjual eskrim pasti berharap ada yang membeli, meskipun hujan. Bagaimana jadinya es krim ini ketika tidak habis terjual, di satu sisi di rumahnya sudah ada anak dan istri yang menunggu dan berharap pulang membawa rejeki. Ketika Mas Sindu menggunakan hatinya dari sudut pandang penjual eskrim tersebut, ia justru membelinya. Sederhana, dengan membeli meskipun hanya satu, ia sudah memberi rejeki untuk penjual es krim tersebut.

“Setelah ini, semoga laris ya Pak”, ungkap Mas Sindu kepada penjual es krim tersebut. “Matursuwun lho mas, doanya”, jawab penjual eskrim tersebut.

Seketika temannya mas Sindu bertanya lebih mendalam, “Apa gak dingin, hujan-hujan makan eskrim?” Justru saat hujan, ketika kita makan eskrim, badan akan menjadi hangat. Kalian pasti akan dengan segera merasakan hangat ketika hujan makan eskrim. Tubuh itu butuh penyesuaian, sehingga ketika makan eskrim, tubuh akan menyesuaikan suhu, dengan lingkungan. Penjelasan ini tidak hanya didengar oleh temannya Mas Sindu namun didengar oleh orang-orang di sekitarnya yang sedang berteduh. Mereka ikut-ikutan membeli eskrim. Penjual ekskrim tersebut merasakan bahagia atas larisnya eskrim yang terjual. Bahagia itu sederhana bukan. Hari ini saya mendapat pelajaran yang berharga dari seorang guru lukis yang luar biasa.

Dalam dunia persekokahan, kita seringkali menemui anak-anak kita yang berbeda dari yang lainnya, atau sering terlihat “nyeleneh”, seperti halnya seorang penjual eskrim yang terpaksa menjualnya pada saat hujan. Mungkin penampilan fisiknya yang terlihat berbeda dari yang lainnya, mungkin tingkah lakunya yang berbeda dari yang lainnya. Perbedaan itu mungkin karena kondisi keluarga yang tidak mendukungnya, faktor ekonominya yang lemah, dan berbagai latar belakang yang mempengaruhinya. Diperlukan uluran guru humble yang mampu membantunya, sehingga anak-anak yang tadinya tidak percaya diri, berangsur-angsur menjadi lebih percaya diri. Dibutuhkan guru yang tidak kering hatinya, yang merdeka tidak merasa dikejar-kejar ketuntasan materi. Mereka, anak-anak kita membutuhkan “cinta tanpa syarat”. Guru adalah perjalanan spiritual tanpa titik.  Terima kasih Mas Sindu, obrolan kecil namun mampu menguatkan batin dan menambah amunisi saya sebagai orang yang mengaku dirinya guru. Sudah sampai mana perjalanan spiritual bapak ibu saat ini?

6 thoughts on “Hujan-hujan Kok Beli Eskrim?”

  1. Pelajaran berharga. Berani berbeda, berani keluar dari zona nyaman, meluaskan hati pemikiran dan sudut pandang, berempati yang dalam efeknya sangat dahsyat. Kita harus berubah, dan kapan lagi kalau bukan mulai dari sekarang mulai dari diri kita sendiri….
    Terimakasih inspirasinya pak Sindu dan pak Diyarko

  2. Pingback: Bangun Dialog Meskipun Lewat Tulisan - Diyarko.Com

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *