Utamakan Dialog, Bukan Menghakimi

Beberapa waktu yang lalu, ada beberapa anak remaja yang terlibat perang sarung dan sampai berurusan dengan kepolisian.  Saya pun belum yakin apakah mereka benar-benar terlibat atau justru sebenarnya mereka adalah korban. Ketika saya bertemu dengan mereka, sama sekali saya tidak menyinggung tentang kesalahan mereka. Mereka justru saya minta untuk bercerita bagaimana kronologi kejadian. Mereka juga saya minta untuk mengungkapkan apa yang dirasakan serta hikmah apa yang mereka peroleh. Pertanyaan pemantik ini saya lontarkan kepada mereka, tentu saja dilandasi dengan suasana yang santai, tidak dalam kondisi seperti orang yang diinterogasi. Keterbukaan tentu saja dibutuhkan sehingga yang muncul adalah kedekatan pertemanan. Saya pun tidak lupa menaruh empati terlebih dahulu kepada mereka, terlepas mereka itu pelaku atau korban yang perlu didengarkan ungkapan dari mereka.

Proses dialog seperti ini saya diperkenalkan oleh Co Founder GSM, Bu Novi saat memberikan materi tentang restorasi justice. Kata kuncinya adalah dialog atau sering dikenal dengan olah pikir, olah rasa dan olah laku sehingga tercapai pada kesadaran diri. Diperkuat pula oleh Coach Pramudianto tentang ilmu coaching yang mengarahkan pada kesadaran diri melalui power question, bukan lagi nasehat, perintah, larangan maupun marah. Bagaimana pendapat mereka? Simak ungkapan mereka dari pertanyaan yang saya lontarkan ketika mereka diberi kesempatan bercerita.

“Saya sebelum kejadian hanya ngegame dan wifinan di rumah teman, lha tiba-tiba temanku ngajak jalan-jalan, awalnya ke TBR-Pucung-terus lewat Gedawang, habis itu pulang lewat puri berhenti dulu , tiba tiba dari atas ada gerombolan bawa balok sama kayu lha posisi saya panik saya langsung ngebut pak saya kira itu gengster jadi saya ngebut dan dikejar sambil dipukulin balok sampai depan lapangan voli Puri, motor saya di tendang lalu jatuh dan diamankan,  di situ saya pasrah daripada saya dipukulin, padahal itu saya hanya jalan-jalan tapi dikira perang sarung, lalu diamankan menggunakan mobil Pak Polisi. Sebelum naik mobil sempat saya dipukulin anak-anak yang perang sarung dari pihak Gedawang yang tubuhnya besar-besar. Habis itu dibawalah ke Polsek banyumanik. Saya pulang sekitar jam 4 pagi”, ungkap X. Saya pun memberikan simpati dan menekankan bahwa mas X termasuk korban salah sasaran. “Hikmah apa yang dapat mas X ambil dari kejadian ini”, saya melanjutkan dengan pertanyaan. “Hikmahnya adalah jika diajak pergi tanpa tahu tujuan maka tolak saja sebelum tahu tujuannya itu apa”, jawab mas X.

Selanjutnya sayapun mendengarkan cerita mas Y. ‘ Awalnya saya habis COD sepatu, saya ke rumah teman, di rumah teman, saya bermain game dan tiba-tiba yang namanya Fadhil itu datang,  tiba-tiba saya diajak alesannya jalan jalan, sampai di jalan ternyata mau perang sarung, terus saya ngomong gak bawa sarung malah dipinjemi, habis itu sampai di tempat tidak jadi perang sarung. Pas saya dan teman-teman mau pulang tiba tiba dikejar sama orang sana, motornya temanku ditendang terus masuk got, habis itu saya lari ke kebun untuk bersembunyi, terus temanku ada yang mbalik terus tak panggil, pas mau pulang,  tiba tiba datang banyak orang mengejar, sampai puri motornya ditendang. Saya jatuh sempat dipukulin, terus saya diamankan dan dibawa ke kantor polisi”, ungkap mas Y.  “Hikmahnya jangan mau terpengaruh untuk melakukan kegiatan negatif dan bertanya dulu kejelasan mau pergi kemana”, ungkap mas Y. 

Berlanjut saya mendengarkan mas Z tentang kejadian yang ia alami. “Awalnya itu saya main ke rumah teman, terus diajak perang sarung di dekat kelurahan. Awalnya sempat nolak tapi dipaksa terus, ya udah aku ngikut. Nah sampai di kelurahan itu sudah ditunggu dari pihak lawan dan teman, terus pas dilihat sama temanku itu dari pihak lawan sedikit yang kecil, akhirnya temanku minta untuk nyamain badan biar agak adil. Nah, terus karena mulainya kelamaan temen dari pihak lawan itu banyak yang datang dan badanya besar besar, reflek beberapa temen saya kabur terus temen saya yang ngajak perang sarung itu di kepung pihak lawan dan di tanyain “kok temanmu pada kabur?” Tapi teman saya nggak tahu dan akhirnya tiga teman saya termasuk yang ngajak itu di bawa sama mereka buat nyari yang kabur. Nah karena lama orang yang masih di kelurahan nyariin takutnya kalau mereka di apa-apain, nah habis nyari mereka pada balik ke kelurahan terus kayak mau ngajak perang sarung yang belum jadi. Nah saya sama teman saya coba untuk diskusi baik baik tiba-tiba satu orang dari mereka langsung nyerang terus sarungnya kena mata saya lalu mereka kabur nah terus saya di bawa temen saya ke tempat yang aman, terus beberapa warga itu ngejar yang kabur. Nah beberapa warga nelpon polisi buat ngurus kasus ini dan saya sama teman saya suruh jadi saksi kata warga yang nelpon polisi. Terus polisinya datang bawa mobil kami di suruh naik, nah pas itu ada warga yang nemuin orang yang kabur katanya terus dikejar warga rame rame, saya sama temen saya masih tetap naik mobil polisinya. Terus orang yang ketangkap ada yang ditanyain sama warga dan di hakimi tapi saya tidak lihat, habis itu mereka di naikin ke mobil polisi dan di bawa ke Polsek Banyumanik. Terus semuanya menjalani pemeriksaan di Polsek Banyumanik, ungkap mas Z. “Pesan moral dari kejadian itu saya harus berpikir baik-baik untuk diajak kegiatan yang nggak berguna dan memilih untuk menolak walau di paksa”, ungkap mas Z.

Untuk memantik tindakan selanjutnya berdasarkan kejadian tersebut. Siswa siswa tersebut akan lebih fokus untuk belajar mengembangkan kompetensi yang mereka pilih. Dari proses dialog tersebut membawa pada proses kesadaran diri.

 

 

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *