Tantangan Sosial dalam Tri Nga (Ngerti, Ngrasa, Nglakoni)

“Hakekat pendidikan itu bukan sekedar mengisi dan mencetak manusia mesin industri, melainkan untuk menjadi manusia seutuhnya yang terus mau belajar dari kehidupan sepanjang hayat. Belajar itu untuk mengeluarkan kodrat lahiriah manusia yang memiliki keistimewaan  individu sekaligus mahkluk sosial”, ungkap Muhammmad Nur Rizal selaku Founder Gerakan Sekolah Menyenangkan dalam acara Ngaji Pendidikan pada tanggal 1Juni 2022 bertepatan hari Kelahiran Pancasila. Dijelaskan lebih lanjut bahwa kurikulum  yang sesungguhnya memiliki corak agar mampu memberi inspirasi, kepercayaan diri dan proses kreatif bagi murid untuk mengolah budi pekertinya. Seseorang yang memiliki budi pekerti  ketika mampu menyatukan pikiran, perasaan dan tekad kemauannya untuk mendorong daya pekerti (keterampilan, fisik) untuk melahirkan penciptaan dan pekerjaan yang baik, benar dan indah.

Berkaitan dengan isi ngaji Pendidikan tersebut saya menjadi teringat apa yang saya lakukan dalam pengajaran setelah mengenal Gerakan Sekolah Menyenangkan sedikit-demi sedikit berusaha mengurangi proses mengisi materi. Saya lebih banyak memberikan tantangan yang tidak hanya bersifat hard skill namun bersifat softskill. Saya meyakini bahwa apa yang saya lakukan ini memberikan dampak positif kepada anak didik saya, meskipun saya cenderung keluar dari kompetensi dasar yang ada pada kurikulum.  Tantangan-tantangan yang saya coba berikan kepada anak didik saya lebih mengarah pada area tri nga dalam ajaran Ki Hajar Dewantara, yakni ngerti, ngrasa dan nglakoni. Mengapa hal ini saya lakukan? Saya melihat banyak siswa yang mengerti, namun belum sinkron dengan perasaan dan apa yang dilakukan. Hampir 100% siswa mengerti bahwa membuang sampah sembarangan itu tidak baik, merugikan lingkungan, menciptakan lingkungan tidak sehat dan merugikan orang lain dan sekitarnya. Namun apakah mereka memiliki kepekaan rasa dan melakukan tindakan untuk membuang sampah pada tempatnya. Tidak semua siswa melakukan itu. Hal ini menunjukkan bahwa tidak adanya penyatuan pikiran, perasaan dan perilakunya. Siapa yang salah? Kita tidak bisa menyalahkan orang tua siswa. Kita sebagai guru memiliki peran di dunia pendidikan memiliki peran penting untuk mengubahnya. Namun kenyataannya, kita terjebak pada proses mengisi materi sesuai dengan kompetensi dasar yang ada pada kurikulum.

Lalu bagaimana mengatasi hal ini? Diperlukan tantangan-tantangan sosial yang membiasakan siswa untuk ngerti (olah pikir), ngrasa (olah rasa) dan nglakoni (olah laku). Beberapa judul tantangan yang saya berikan kepada siswa antara lain: Cerita tentang Guru Favoritku, Orang Tuaku Pahlawanku, Merapikan Tempat Tidurku, Agama Penuntun Hidupku, Kebersihan Bagian dari Iman, Ungkapan Terima Kasih Kepada Pak Agus. Sekilas dari judul-judul tantangan tersebut tidak akan ditemukan di dalam kompetensi dasar yang ada di kurikulum, namun tantangan tersebut saya yakini akan memantik siswa menyatukan antara apa yang dipikirkan, dirasakan dan apa yang akan dilakukan.

Cerita tentang Guru Favoritku merupakan salah satu tantangan untuk siswa agar mampu mengungkapkan perasaannya siapa tokoh guru di waktu SD atau di SMP yang dipandang sebagai guru favorite, mengapa menjadi guru favoritnya. Tulisan tersebut diunggah di instagramnya dan dipastikan tulisan tersebut sampai ke guru yang ditulisnya. Marwa, salah satu siswa menuliskan bahwa guru yang ia suakai di SMP adalah bu Yani Pudyastuti. Dalam tulisannya, mengapa Bu Yani sebagai guru favoritnya karena dipandang sebagai guru yang sabar, sangat perhatian, memberi saran dan energi positif.  Dari tantangan menulis tersebut, Marwa belajar bagaimana merangkai kata, membuat kalimat. Tentu saja, ini berkaitan dengan materi yang ada di Bahasa Indonesia. Lalu apa hubungannya dengan jurusan Animasi? Film animasi tidak pernah lepas dari cerita. Penulisan cerita yang menarik dibutuhkan kebiasaan dari siswa untuk sering menuliskan sebuah cerita. Tidak harus jauh-jauh membuat cerita dan selanjutnya menjadi script cerita, dari tantangan ini sebenarnya siswa sedang berlatih membuat cerita yang menarik sebagai cikap bakal penulisan script cerita untuk pembuatan film animasi. Mengungkapkan perasaan dalam bentuk cerita merupakan salah satu tantangan untuk siswa agar mampu mengolah rasa (ngrasa).

Tantangan berikutnya yang tidak kalah menariknya adalah “Orang Tuaku Pahlawanku”. Tidak harus jauh-jauh mencari pahlawan yang menginspirasinya, justru orang yang paling dekat dengan kita sering kita lupakan. Orang tua sebagai perwakilan Tuhan di bumi sering kali dilupakan untuk ditulisnya. Menulis cerita tentang orang tuanya merupakan bagian dari cara mendekatkan siswa dengan orang tuanya. Mayoritas kejadian kenakalan remaja berasal dari siswa yang memiliki latar belakang keluarga yang tidak harmonis, maka upaya mendekatkan diri siswa dengan orang tuanya dapat dilakukan dengan tantangan ini.

Tanaya dalam menyelesaikan tantangan ini menuliskan tentang ibunya sebagai sosok Pahlawan. Ibu adalah sosok yang hebat, beliau selalu tampak tangguh setiap menghadapi masalah, walaupun saya tahu kalau beliau juga merasa kesulitan, jadi saya selalu bersedia jika beliau ingin curhat. Ibu merupakan orang yang perhatian, namun tegas agar anaknya dapat mandiri, karena Tanaya adalah adalah anak tunggal. Ketika dewasa nanti, Tanaya bertekad akan gantian merawat ibu dan ayahnya.  Tanaya juga bercerita bahwa ibunya ikut bekerja membantu ayahnya. Dari cerita ini menggambarkan bahwa ada olah rasa dan olah pikir untuk menuangkan cerita tentang orang tuanya sebagai Pahlawan Keluarga. Dari olah pikir dan olah rasa tersebut muncul olah laku (nglakoni) seperti yang diungkapkan Tanaya tentang apa yang akan dilakukan untuk membantu kedua orang tuanya. Ia bercerita bahwa biasanya di rumah membantu ibunya mengerjakan pekerjaan rumah yang ringan seperti menyapu, menata baju, cuci pirih dan membersihkan kamar. Dari tantangan ini Tananya menjadi sadar bertapa hebat dan tangguh ibunya. Tanaya merasa bersyukur memiliki ibu yang hebat dan kuat. Dari cerita tersebut menggambarkan adanya penyatuan tri nga (ngerti, ngrasa dan nglakoni) yang secara psikologis akan memberikan energi positif mendekatkan anak dengan orang tuanya.  Olah pikir, olah rasa dan olah laku terus diasah melalui tantangan lainnya seperti merapikan tempat tidur, Agama Penuntun Hidupku, Kebersihan Bagian dari Iman, Ungkapan Terima Kasih Kepada Pak Agus.  Akan saya ceritakan pada tulisan berikutnya. Semoga menginspirasi.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *