Sang Guru Pemburu Sertifikat

Beberapa minggu ini, di dunia pendidikan kita dihebohkan dengan pengaitan pengelolaan kinerja guru dengan platform merdeka mengajar (PMM). Saya sama sekali tidak menyalahkan perubahan regulasi tersebut. Jika kita memandang dari sudut yang lain, justru pengaitan pengelolaan kinerja guru tersebut menuntut guru untuk memanfaatkan PMM sebagai media belajar sehingga diharapkan guru akan melaksanakan proses belajar sepanjang hajat. Ini bagi guru-guru yang memang memiliki mindset yang bertumbuh, dengan regulasi apapun, guru tersebut akan mensiasatinya dengan tetap mementingkan marwah pendidikan itu sendiri. Guru akan terus melakukan pelayanan yang terbaik untuk murid-muridnya menuntun kodratnya untuk mencapai kebahagiaan setinggi-tingginya dan menuntun muridnya untuk mengembangkan potensinya hingga mencapai versi terbaiknya. Tapi bagaimana dengan para guru yang belum mengalami perubahan mindsheet? Hal ini akan lain ceritanya, mereka akan melakukan kegiatan pencarian sertifikat semata-mata untuk melengkapi syarat-syarat sebagai bukti kinerjanya. Terkait workshop atau webinar yang diikuti itu urusan belakang, yang penting dapat presensi dan endingnya mendapatkan sertifikat. Guru seperti layaknya pengepul harta karun berupa sertifikat-sertifikat yang siap untuk dilaporkan kepada sang pimpinan untuk memenuhi administrasi kinerja yang terpaut di PMM.

Sang Guru Pemburu Sertifikat (Karya Yosepta)

Sentilan-sentilan ataupun cerita lucu bermunculan dari eforia kegiatan guru berburu sertifikat ini. Di sebuah group whatsapp terdapat celoteh-celoteh yang sebenarnya mengkritik kita sebagai guru. “Ketika guru mengikuti workshop atau webinar dan terpaksa meninggalkan kelas, kata sang guru justru membuat murid-muridnya lebih mandiri. Mereka dapat belajar mandiri”. Ada pula yang memberikan celotehan, “Ketika guru mengikuti webinar, justru memacu murid-muridnya untuk gotong royong. Mereka akan bekerja sama dalam belajar karena mendapatkan tugas-tugas dari guru dan sang guru terpaksa harus mengikuti webinar”. Ada pula yang memberikan celotehan yang menggelitik. “Ketika guru mengikuti webinar, justru memicu murid-muridnya berpikir kritis. Kok bisa? Ya karena murid-muridnya justru bertanya secara kritis, “mengapa kelas-kelasnya sering kosong?”. Saya pun menimpalinya dengan celotehan lainnya. Ketika guru-gurunya mengikuti webinar dan terpaksa tidak di kelas, justru meningkatkan kemampuan murid di bidang olah raga. Kok bisa? Ya lah, mereka akan mencoba lompat galah dan kabur dari sekolah”.

Ada lagi yang lebih aneh. Dengan berkembangnya teknologi AI, justru ada-ada saja sebuah share di group whatsapp yang memberikan link tentang kegiatan webinar. Anehnya ketika kita mengisi link tersebut dan menuliskan nama beserta gelarnya dan asal sekolahnya, dalam waktu cepat akan mendapatkan sertifikat. Jika penasaran, pembaca dapat mengisi link: https://bagusnm.my.id/webinar13/certificate-generator2. Karena saking penasarannya, saya pun mencobanya dan akhirnya tertawa sendiri.

AI-AI, memang kau pintar.  Sudah sampai sejauh inikah kebligernya para guru saat ini hanya untuk mengejar tuntutan administrasi kinerjanya. Semakin melenceng marwah pendidikan yang seharusnya menjadi acuan bagi guru untuk terus memberikan pelayanan yang terbaiknya demi keberlanjutan generasi berikutnya. Semoga yang membaca tulisan ini, tidak masuk golongan Sang Guru Pemburu Sertifikat.

2 thoughts on “Sang Guru Pemburu Sertifikat”

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *