Memberikan tantangan tidak harus sama setiap individu peserta didik. Setiap individu memiliki karakteristik yang berbeda satu sama lain, memiliki potensi dan passion yang berbeda-beda, sehingga tidak mungkin jika tantangan yang diberikan secara seragam. Saya menemui seorang siswa yang bernama Yosepta, dengan passion di bidang gambar yang luar biasa dari proses sketsa sampai pada proses coloring. Passion dan talenta ini perlu diasah terus sehingga diharapkan akan menjadi pribadi yang kompeten, tangguh dalam bidang industri kreatif.
Bima menerjuni lautan dan beradu sakti dengan sang naga. Bima hanya menggunakan “kuku Pancanaka” untuk beradu dengan naga. Ukuran tubuh dan kesaktian tidak menjadi patokan, semangat tinggi terhadap dharmanya yang kemudian menentukan siapa yang memenangkan pertempuran ini. Bima dengan tangguh melakukan perlawanan kepada sang naga walaupun dari segi tubuh sang naga jauh lebih besar. Dengan kuku Pancanaka Bima merobek tenggorokan sang naga dan membuat lautan memerah dengan darah sang naga.
Bima berteriak keras dan mengangkat kepala sang naga yang telah ia potong dengan kuku Pancanaka menandakan bahwa ialah sang pemenang dari pertempuran melawan naga, seakan mengabarkan kemenangannya ke seantero jagad. Samudera bergelombang keras karena naga–naga lain yang berlarian menghindari kemarahan Bima. Teriakan dan sorot matanya seakan petir dan badai yang maha dahyat yang mengaduk lautan bak kolam mainan. Bima melampiaskan kemarahannya yang selama ini terbendung. Darah ksatrianya mengalir dan tak mampu terbendung lagi oleh apapun.
Usai membuat tantangan ini, Yosepta saya beri tantangan berikutnya tentang Bima bertemu Dewa Ruci. Yosepta di awal tidak tahu tentang Dewa Ruci, namun saya tantang untuk membaca cerita Air Pavitrasari. Dari proses literasi ini, hari berikutnya Yosepta sudah mampu membuatnya.
Dalam deskripsinya Yosepta menjelaskan tentangkisah Air Suci Prawitasari. “Semua bermula ketika Bima disuruh oleh Guru Durna untuk menemukan air suci prawitasari, supa hidupnya benar-benar tentram bahagia. Prawita berasal dari kata pawita artinya bersih, suci. Sari adalah inti. jadi air suci prawitasari adalah inti dari ngelmu suci”, ungkap Yosepta dalam deskripsi di instagramnya. Lebih lanjut, Yosepta menjelaskan bahwa pertemuannya dengan Sang Dewa Ruci melambangkan bertemunya Sang Wadag dengan Sang Suksma Sejati. Masuknya wadag Bima ke dalam Dewa Ruci dan menerima Wahyu Sejati bisa diartikan dengan “Manunggaling Kawula-Gusti“, bersatunya jati diri manusia yang terdalam dengan Penciptanya. Kemanunggalan ini mampu menjadikan manusia untuk melihat hidupnya yang sejati.
Tantangan berikutnya Yosepta membuat ilustrasi tentang Bima bertemu dengan Dewi Urang Ayu. Ia mampu membuat satu hari berikutnya setelah gambar Bina bertemu Dewa Ruci selesai.
Dewi Urangayu adalah putri Hyang Mintuna di Kisinarmada. Ia menjadi istri ketiga Bima salah satu satria Pandawa. Dewi Urangayu bertemu dengan Bima berkat jasa ayahnya, Hyang Mintuna yang telah menolong keluarga Pandawa untuk memenangkan perlombaan kecepatan membuat sungai dengan keluarga Kurawa. Keluarga Pandawa dan keluarga Kurawa yang selalu bertengkar oleh resi Bisma diadu kesaktian dalam perlombaan membuat sungai yang bermula dari gunung mengalir sampai lautan.