Belajar dari Simbol Roda Beruji Empat di Candi Mendut

Jumat, 10 November 2023, saya mendapatkan karma baik bisa bertemu dengan sahabat yang sudah lama belajar tentang damma, bahkan setiap harinya sudah mempraktikkan damma. Dalam perbincangan  tersebut, kami ngobrol santai namun membahas tentang hukum kasunyatan. Berawal dari perbincangan tentang vibrasi positif yang mendapatkan kenalan orang yang ahli dalam membaca relief Candi yaitu Bapak Bambang Eka Prasetya yang tidak sengaja berkenalan melalui facebook usai mengomentari tentang sebuah relief Candi Mendut. Pak Bambang mengirimkan sebuah gambar tentang wayang gunungan yang unik yaitu bergambar dua patung singa yang ada di Borobudur sebagai penjaganya dan di atasnya berupa gunungan yang bergambar borobudur. Patung singa tersebut melambangkan tentang Hiri dan Ottapa. Hiri merupakan perasaan malu, sikap mental yang merasa malu bila melakukan kesalahan atau kejahatan. Ottapa artinya tak mau berbuat salah atau jahat, sikap mental yang merasa enggan merasakan akibat dari perbuatan salah mapun jahat, baik melalui pikiran, ucapan, atau perbuatan. Hiri dan Ottapa inilah menjadi tema dari obrolan santai dengan Pak Daryono yang berkunjung ke SMK Negeri 11 Semarang.  Dalam perbincangan tersebut justru Pak Daryono menyampaikan bahwa Hiri dan Ottapa merupakan penjaga dunia, sebuah sikap mental yang pada umumnya diperoleh dari faktor eksternal. Faktor internal yang dapat menjadi motivasi instrinsik untuk menjaga jagad alit dan jagad gedhe justru bagaimana mengembangkan cinta kasih itu. Sebelum masuk pintu gerbang Hiri dan Ottapa, maka landasan kuatnya adalah maitri atau metta atau cinta kasih. Ketika landasan seseorang adalah cinta kasih, maka hiri dan ottapa secara langsung akan terbentuk.

Obrolan berlanjut dengan pada ajaran yang paling mendasar adalah catur arya satyani atau sering disebut dengan empat kesunyataan mulia. Pak Daryono menyampaikan bahwa kalau berkunjung ke Candi Mendut, maka akan melihat sebuah simbol lingkaran dengan ruji sebanyak empat. Simbol itu hanya ditemukan di Candi Mendut saja. Ini melambangkan Catur Arya Satyani. Pembabaran roda damma ini oleh Buddha Gautama yang telah mencapai pencerahan sempurna bertekad akan membabarkan kepada umat manusia. Pertama kali damma dibabarkan ditaman rusa Isipata.  Tidak sempat kami berdiskusi lebih mendalam tentang pemutaran roda damma tersebut, akhirnya saya semakin penasaran apa isi dari catur arya satyani.  Akhirnya saya pun mencari tahu lebih lanjut dari berbagai sumber yang ada. Ketika sedang membaca apa itu empat kesunyataa mulia, tiba-tiba mendapatkan sebuah kiriman foto dari Pak Bambang Eka berupa relief roda beruji empat seperti yang telah didiskusikan bersama Pak Daryono pada hari Jumat yang lalu.

“1 Nov 2023, tim studi lapangan Sekolah_Budaya_Nittramaya hari ini melacak dan memotret relief candi Mendut. Terpotret sebuah relief Roda Dharma bersudut 4. Konon hanya ada dì candi Mendut”, ungkap Pak Bambang melalui whatsapp. Inilah yang disebut vibrasi positif. Ketika pikiran sedang difokuskan pada proses belajar tentang materi catur arya satyani, alam semesta begitu mendukungnya. Kiriman dari Pak Bambang sebagai buktinya.  Kulanjutkan dengan proses belajar lebih lanjut tentang materi tersebut.

Dalam khotbah yang pertama di Taman Rusa Isipatana yang terkenal dengan nama Dhamma Cakkappavattana Sutta (Khotbah Pemutaran Roda Dhamma), Buddha Gotama telah mengajarkan secara singkat Empat Kesunyataan Suci (Cattari Ariya Saccani), yang menjadi landasan yaitu tentang dukkha, sumber dukkha, lenyapnya dukkha dan jalan melenyapkan dukkha. Kata “dukkha” mempunyai pengertian filosofis yang mendalam dan mencakup bidang yang amat luas. Kelahiran, usia tua, dan kematian adalah dukkha; kesakitan, keluh kesah, ratap tangis, kesedihan dan putus asa adalah dukkha; berpisah dengan yang dicintai, berkumpul dengan yang tidak disenangi, dan tidak memperoleh apa yang diingini adalah dukkha. Dengan ringkas jasmani dan batin (segala bentuk kehidupan) adalah dukkha”. Jika hanya melihat dari sisi kulitnya saja, banyak orang yang salah mengerti terhadap ajaran ini, dan beranggapan bahwa Buddha Dhamma adalah ajaran yang pesimistis, yang memandang dunia ini dari sudut pandang yang negatif. Dhamma bukanlah ajaran yang bersifat pesimistis atau optimistis, Damma adalah realis dan obyektif. Buddha memandang segala sesuatu menurut hakikat yang sebenarnya berdasarkan pandangan terang.

Ketika berbicara dukkha saja maka akan dipandang pesimistis. Secara objektif, maka kesunyataan yang kedua dijelaskan bahwa dukkha itu ada sebabnya. Asal mula dukkha ialah “keinginan rendah” (Tanha), yang menyebabkan kelahiran berulang-ulang bersama dengan hawa nafsu yang mencari keikmatan ke sana ke mari. Menjadi lebih objektif lagi, karena kesunyataan yang ketiga yaitu lenyapnya dukkha. Ketika dukkha itu lenyap, maka itulah nibbana. Buddha selanjutnya menunjukkan jalan untuk menuju lenyapnya dukkha itu yang disebut jalan mulia menuju lenyapnya dukkha yakni jalan mulia berunsur delapan atau lebih dikenal dengan jalan tengah yaitu jalan yang menghindari dan berbeda di luar cara hidup yang ekstrim, yaitu: pemuasan nafsu indra yang berlebihan, penyiksaan diri, dan sekaligus mengajarkan suatu cara berpikir di tengah-tengah. 

Empat kesunyataan mulia merupakan kerangka dasar yang ditembus oleh Buddha untuk mengungkap misteri kehidupan. Melalui kerangka inilah Buddha mampu mengidentifikasi masalah, mampu melihat penyebab masalah, mampu menyelesaikan masalah dan tentu mampu menemukan cara untuk mengatasi masalah. Kerangka inilah yang akhirnya dipakai oleh dunia pendidikan dalam membuat sebuah karya ilmiah untuk mengungkap permasalahan dalam sebuah penelitian ilmiah. Sebuah pemikiran yang brilian yang ditemukan oleh seorang manusia Agung sehingga mencapai gelar Buddha. Buddha Dhamma Sangha (Tiga Permata) yang tak ternilai harganya. Semoga semua makhluk hidup berbahagia.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *