Surat untuk Ibu

Sujudku
Ciptaan: Bhante Saddanyano

Terimalah sujudku Oh ayah ibuku
Ampunilah segala kesalahan
Agar hidupku tiada beban
Ku mohon doamu, Ku mohon restumu
Agar lapanglah jalan hidupku
Bahagia kan menunggu

Oh ayah ibuku yang kucinta
Doamu selalu kunantikan
Oh ayah ibuku yang kusayang
Jasamu tak kulupakan

Ku mohon doamu, Ku mohon restumu
Agar lapanglah jalan hidupku
Bahagia kan menunggu

Oh ayah ibuku yang kucinta
Doamu selalu kunantikan
Oh ayah ibuku yang kusayang
Jasamu tak kulupakan

Oh ayah ibuku yang kucinta
Doamu selalu kunantikan
Oh ayah ibuku yang kusayang
Jasamu tak kulupakan

Ketika saya mendengarkan lagu “Sujudku”, karya Bhante Saddhanyano, pikiran dan perasaan saya terhanyut pada lagu tersebut dan terbayang wajah “Biyung Djumirah” dan “Bapak Suratman” yang sudah tua. Keriput pipinya menggambarkan betapa luar biasa perjuangan beliau untuk menghidupi keluarga dan anak-anaknya. Doa selalu mengalir dari beliau berdua demi kesuksesan anak-anaknya.

Biyung Djumirah
Bapak Suratman

Beliau berdualah sebagai pahlawan keluarga yang terus saya minta doa-doanya. Pikiranku akhirnya tertuju pada kalender di depanku. Telihat jelas tanggal 22 Desember hampir tiba.  Tanggal yang diperingati sebagai Hari Ibu dimana hari yang spesial sebagai momentum untuk mengungkapkan rasa terima kasih dari seorang anak kepada ibunya. Saya sebenarnya tidak setuju jika tanggal 22 adalah hari ibu. Kenapa tidak setuju? Seharusnya hari ibu jatuh di setiap harinya bahkan di setiap napas kita berhembus adalah momentum untuk berbakti kepada ibu. Di setiap detak jantung kita, di setiap keluar masuknya napas kita, terucap semoga ibu kita bahagia.  Memang tidak salah apabila di tanggal 22 Desember kita diingatkan untuk mengucapkan terima kasih, diingatkan untuk memberikan persembahan terbaik untuk ibu kita. Tidak ketinggalan pula dalam rangka memperingati hari ibu, saya memberikan  tantangan kepada murid-murid saya di jurusan Animasi maupun pengurus OSIS melalui group whatsapp.

“Anak-anakku pengurus OSIS Prayatna maitri. Ibu adalah seorang yang paling pertama mempraktikkan prayatna maitri. Buktinya selama 9 bulan mengandung kalian, saat melahirkan rela toh pati (nyawa) dan memberikan darahnya untuk sang bayi melalui air susu ibu. Untuk itu kalian semua sebagai agen perubahan, saya tantang untuk berbuat apa? Persembahan apa yang akan kalian berikan kepada ibumu menjelang hari ibu? Buatlah surat cinta untuk ibumu. Boleh kamu bacakan, atau dikirim ke ibumu. Unggah tantangan ini semua di IG dan kirim linknya ke group ini. Ini berlaku untuk angkatan 33 dan 34. Terima kasih”, tulis saya di group pengurus OSIS. Sedangkan tantangan yang diberikan di group kelas X Animasi yang memberikan penjelasan sebagai berikut. Semangat anak-anakku. Tantangan di semester genap ada tiga bagian yaitu 1) Tantangan softskill, 2) Tantangan wajib hardskill dan 3) Tantangan bebas hard skill.  Untuk tantangan soft skill yang pertama adalah menjelang hari Ibu. Tantangannya adalah: Apa yang akan dipersembahkan untuk ibu? Buatlah surat untuk ibumu. Unggah foto kegiatan dari tantangan ini, beserta suratnya. Terima kasih”, tulis saya di group kelas. Tantangan ini sengaja saya berikan agar di hari Ibu, murid-murid saya akan terus mengingat jasa-jasa ibunya.

Berikut ini adalah salah satu ungkapan terima kasih dari Andinie murid kelas X Animasi 4 SMK Negeri 11 Semarang yang disiapkan untuk memperingati hari Ibu.  Ia membuat kartu ucapan yang dibuat dari tangannya sendiri. Ia tulis untaian kata-kata berupa surat untuk ibunya. Ia buat tulisan Selamat Hari Ibu yang diberi gambar secara manual dengan pewarnaan menggunakan pensil warna.

Kartu Ucapan Surat dari Andinie untuk Ibunya

Kesabaran ibu membuatku belajar menjadi kuat.
Ocehan ibu mengingatkanku untuk jadi berguna.
Senyum ibu menghangatkan hatiku untuk bahagia.
Kasih sayang ibu mengajarkanku arti cinta sejati.
Terima kasih Ibu.
Karenamu, aku menjadi kuat, berguna dan bahagia.
Semoga cinta ibu akan dibalas kebaikan di akhirat.
Aamin
With love, Andin.

Hanna, selaku ketua OSIS juga menuliskan sepucuk surat untuk ibunya yang berada di Samarinda.

“Selamat hari ibu, Bunda.  Hanna mau bilang. Makasih banyak bundah udah selalu ada buat Hanna. Makasih Bunda udah selalu berjuang. Bunda yang ditimpa cobaan yang sangat berat tapi mampu bertahan. Bunda yang sudah mendidik Hanna dan membekali Hanna banyak ilmu, hingga Hanna dapat menemukan  arah. Bunda yang selalu sabar mendidik Hanna walau Hanna sering menyusahkan. Maaf kalau Hanna belum bisa jadi apa  yang Bunda mau. Bunda orang terkuat, tersabat dan terhebat yang pernah ada. Hanna sayang Bunda. Hanna kangen Bunda. Bunda jangan lama-lama di sana ya….”, tulisan Hanna dalam secarik kertas.

Callista juga menuliskan sebuah surat untuk mamanya.

Dear: mama,

Terimakasih mama untuk segala sayang dan suportmu untukku. Engkau bagaikan kakak perempuanku yang selalu siap untuk mendengar cerita dan curhatanku dan memberi nasehat yang terbaik untukku. Engkau menghargai dan memberiku support dalam setiap langkah yang aku jalani, dan menginginkanku untuk yang terbaik dengan terus mendorongku menjadi lebih baik.

Setelah melalui banyak hari bahagia dan hari yang sulit, saya masih bisa mengandalkanmu untuk selalu mendukung dan menemani saya. Aku selalu berterima kasih atas dukungan dan support yang kamu berikan untukku dalam setiap keputusan yang aku ambil dan saya berterima kasih untuk semua itu.

Sebenarnya, aku merasa isin menulis ini karena love languageku bukanlah ‘words of affirmation’ tetapi mohon terimalah surat ini dengan senang hati dari anak keduamu ini. Anak keduamu, iola.

Sederhana, pantikan yang saya lakukan menjelang hari Ibu. Semoga dengan pantikan ini, kesadaran murid untuk terus berbakti kepada orang tuanya akan semakin besar. Segala tindakan atau kamma baik akan terus dilakukan murid-murid sebagai bukti bakti kepada orang tuanya.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *