Teruntuk Ibu Terbaik di Dunia

Halo Ibu

Pertama-tama kuucapkan selamat hari Ibu! Ya ampun akhirnya aku merayakan hari Ibu lagi setelah sekian lama. Apa Ibu ingat kapan terakhir kalinya? Aku benar-benar lupa kapan tepatnya aku merayakan hari Ibu untuk Ibu. Maafkanlah si “Nok” mu ini hehe. Kali ini aku ingin mengucapkan, terima kasih.

Terima kasih telah berjuang demi diriku. Entah berapa kali Ibu menceritakan kesulitan Ibu kala merawatku dalam kandungan. Berulang-ulang sampai melekat di kepalaku. Apalagi sewaktu Ibu bercerita kalau Ibu kesulitan membawaku kesana kemari saat dalam kandungan dan menemukan penyebabnya yaitu bobotku yang melebihi bobot bayi yang wajar. Serius sekali Ibu ketika menceritakan bagian itu. Untuk itu, terima kasih telah memperjuangkan “momongan” Ibu ini untuk lahir ke dunia.

Terima kasih telah bersabar menghadapiku. Aku tahu kalau dulu aku anak yang lucu dan menggemaskan. Aku yang dulu telah berubah menjadi anak gadis sekarang. Dan ya, aku cukup sadar bila sifatku banyak berubah sekarang. Setiap kali aku bercerita ketika sedang murung, sedih, kesal maupun marah Ibu selalu berkata “Iyo, Ibu ki yo paham”. Namun aku selalu membantah jika Ibu tidak tahu apa-apa tentangku. Karenanya kuucapkan terima kasih selalu bersabar menghadapiku dan selalu menyambutku dengan senyuman di esok harinya.

Terima kasih telah mendidikku. Guru pertama anak adalah Ibu. Bagiku hal itu agak salah sih. Karena yang mendidikku pertama kali adalah nenek. Aku tahu, ketika aku sedang bersama nenek, itu artinya Ibu sedang berjuang menghadapi kerasnya dunia kerja di luar rumah. Tapi Ibu dengan senang hati meluangkan waktu Ibu yang berharga untuk mendidikku. Aku jadi bertanya-tanya terheran-heran “Hmm bagaimana caranya Ibu membagi waktunya?”. Seperti yang Ibu ketahui aku sangat amat kesulitan membagi waktuku. Bagaimanapun terima kasih Ibu meluangkan waktu Ibu yang berharga untuk mendidikku.

Terima kasih Ibu adalah Ibuku. Aku beruntung memiliki Ibu. Tak terpikirkan olehku bagaimana jika Ibuku bukanlah Ibu. Mungkin saja jika Ibuku adalah orang lain bisa saja hidupku tak sebahagia sekarang. Semoga saja Ibu juga merasa beruntung memilikiku sebagai satu-satunya anak gadis di hidup Ibu. Seperti yang Ibu tahu ini pertama kalinya aku menulis surat untuk Ibu. Aku tahu jika Ibu tidak terlalu suka membaca tulisan panjang. Tapi kuharap kali ini Ibu senang membaca surat dariku. Ini pun sudah kurangkum dari isi pikiranku. Maaf jika aku belum bisa merangkai kata-kata yang indah. Aku masih perlu banyak belajar. Sekali lagi, terima kasih untuk segalanya Ibu.

Salam Cinta

“Nok”

Tulisan panjang ini merupakan isi dari sepucuk surat Nayla kepada ibunya di hari Ibu.  Sampai sebesar ini, Nayla memang baru pertama kali menuliskan surat untuk ibunya. Surat untuk mengungkapkan terima kasih atas pengorbanan seorang ibu kepada anaknya.

“Menurut Buddha, Ibu adalah jalan ke sorga. Siapapun yang menghormati ibunya dan menyayangi ibunya, menghormati dan menyayangi dalam berbagai cara, sesungguhnya ia sedang membuat jalan ke sorga untuk dirinya”, ungkap Bhante Saddhanyano ketika mengomentari sebuah artikel tentang Dewi Hariti sebagai Dewi Pelindung Anak-anak yang terpahat sebagai relief di Candi Mendut.  Dalam ajaran agama Islam, Nabi Muhammad SAW pernah berkata, “Surga itu (berada) di telapak kaki ibu, dari jalur manapun masuk dan dari jalur manapun pula keluar”. Dalam ajaran Kristiani disebutkan dalam Mazmur 1 (8-9), “Hai anakku, dengarkanlah didikan ayahmu, dan jangan menyia-nyiakan ajaran ibumu sebab karangan bunga yang indah itu bagi kepalamu, dan suatu kalung bagi lehermu”. Didikan seorang ibu begitu berharga. Setiap anak mungkin tak menyadari kenapa dia harus cerewet, tetapi kita akan menyadari betapa pentingnya hal itu dalam membentuk karakter anak.

Di moment hari Ibu inilah, murid-murid di SMK Negeri 11 Semarang saya beri tantangan untuk menuliskan surat cinta untuk ibunya. Sebuah tantangan yang tidak ada dalam capaian kurikulum yang sudah digariskan dalam kurikulum satuan pendidikan ataupun kurikulum merdeka. Namun saya yakin tantangan ini tidak dikatakan melenceng dari kurikulum, karena sejatinya kurikulum itulah diri kita sendiri dari seorang guru. Guru adalah penentu kurikulum itu sendiri. Tidak ada di capaian kurikulum yang telah digariskan tidak apa-apa, yang terpenting tantangan ini akan berdampak pada proses menghaluskan rasa para murid. Karena dengan kehalusan rasalah, budi pekerti akan terbentuk. Dari kehalusan rasalah, karakter murid akan terbentuk dan tidak akan terbentuk dari capaian kurikulum yang berisi pengetahuan-pengetahuan semata yang harus dihafal dan dimengerti.

 

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *