“Kapan to yah, Kallita bisa masuk TV”, sebuah pertanyaan dari anak kandungku beberapa bulan yang lalu, setelah anakku mengikuti perform di Paragon. Pertanyaan tersebut sebenarnya sebuah harapan atau impian dalam waktu dekat untuk bisa tampil di televisi. “Tunggu saja, pasti kamu masuk TV”, jawab saya di sela-sela obrolan antara ayah dan anak. Sambil berkelakar, saya akhirnya berkata, “Gampang nok, kalau kamu mau masuk tv, caranya tv dibuka, kamu masuk tv dan jangan lupa tutup lagi”. Akhirnya cubitan dari Kallita mengenai lengan saya, karena merasa dirinya jadi bahan gurauan. Itulah suasana yang terjalin ketika kami sedang bersendagurau.
Begitu bahagianya Kallita mendengar kabar baik, bahwa Dimas Music School mendapat undangan untuk rekaman bermain musik di TVRI Jawa Tengah tanggal 2 November 2022. Gladi bersih dan gladi kotor, Kallita jalani dengan serius. Begitu juga dengan teman-temannya dengan senang hati mengikuti segala arahan dari pelatihnya, Mas Dimas.
Tepat tanggal 2 November 2022, Kallita bersama teman-temannya akhirnya mampu tampil membawakan banyak lagu orkestra keroncong dan orkestra band untuk melakukan rekaman di TVRI Jawa Tengah hingga sampai dua sesi.
Penampilan dalam acara Bakso Kuah ini bukan sebuah lomba namun ajang penampilan kolaborasi. Ternyata kemampuan kolaborasi jauh lebih indah daripada lomba yang bersifat individual. Kecerdasan kolegial jauh lebih dipentingkan, karena di sini setiap anggota harus mampu menurunkan ego dan berpikir apa yang bisa diberikan untuk kelompok, bukan lagi berpikir apa yang didapat dari kelompok. Penampilan ini mampu mengkolaborasikan berbagai siswa dari tiga tingkatan yaitu SD, SMP dan SMA. Mampu menciptakan kolaborasi dari siswa yang berasal dari empat tempat yaitu Kota Semarang, Kabupaten Semarang, Kabupaten Pekalongan dan Kabupaten Demak. Mampu mengkolaborasikan siswa dari 3 asuhan, Dimas Music School, pelatih dari Pekalongan dan SMA N 2 Mranggen.
Hari ini saya benar-benar merasakan kebahagiaan, ternyata kebahagiaan anak mampu tampil berkolaborasi dengan orang lain yang mungkin belum kenal sebelumnya, atau baru kenal saat gladi kotor dan gladi bersih. Kebahagiaan seorang ayah yang tidak harus menuntut keinginan saya untuk anak, namun justru kebahagiaan atas kemerdekaan anak untuk tampil berkolaborasi menunjukkan bahwa dirinya bermakna untuk kelompoknya, sekaligus mengasah kepercayaan dirinya. Yang paling saya nantikan ketika tampilnya lagu “Merpati Putih” dengan tampilan orkestra yang melibatkan pemain biola, keyboard, drum, bass dan gitar yang dimainkan sesuai perannya masing-masing. Di saat itulah detak jantung mulai cepat, ada kecemasan pada diri saya dan timbul pertanyaan, mampukah anak saya tampil dengan baik. Kallita yang mendapatkan bagian memainkan keyboard ternyata sebagai pemegang kendali di awal. Ketika ketukannya salah, ambyar sudah permainan orkestra tersebut. Kallita mampu memberikan perannya dengan baik, akhirnya kecemasan berangsur-angsur sirna berganti bahagia melihat anakku mampu berkontribusi pada orkestra tersebut.
Ada sebuah pengalaman menarik yang dapat diambil dari kisahnya nyata ini untuk dunia pendidikan. Pertama, kolaborasi perlu diberikan ruang yang lebih kepada anak didik kita agar kecerdasan kolektif semakin terasah. Bukan masalah menang, namun akan mengasah anak didik kita untuk mampu mengalah, menurunkan ego sehingga yang ada dipikirannya apa yang bisa diberikan untuk kelompok, bertanggungjawab atas perannya sehingga mampu menghasilkan keindahan orkestra hasil kolaborasi. Kedua, menyadarkan kepada kita sebagai pendidik bahwa nilai angka bukan sebagai tujuannya. Ada value yang lebih bermakna bagi anak didik kita yaitu penghargaan dan feedback yang justru akan melesatkan potensi sehingga berkembang dengan cepat. “Masuk TV”, itu sebuah penghargaan bagi anak saya dan itu melebihi nilai angka. Mungkin di sekolah, ketika guru tidak tahu bahwa anak sudah bisa tampil di TV dan di sekolah tidak menunjukkan jati dirinya tentang bermain musik, guru akan memberikan nilai biasa-biasa saja. Akhirnya angka nilai tidak menggambarkan kemampuan sebenarnya. Bukan salah anak, namun salah pendidik mengapa tidak sampai tahu bahwa sebenarnya ada potensi yang berkembang pada anak didiknya. Orientasi pada ketuntasan materi, penyeragaman cara mengajar dan tidak melakukan tes diagnostik serta tidak dekatnya guru dengan siswa sehingga guru tidak mengetahui bahwa ada banyak potensi yang berbeda-beda pada anak didik.
Hi there to all, how is all, I think every one is getting more from this site,
and your views are pleasant for new users.
Tankyou
Hey there! I’ve been reading your site for a while now and finally got
the courage to go ahead and give you a shout out from Atascocita Texas!
Just wanted to tell you keep up the good work!
Tankyou