Presensi Kehadiran Vs Presensi Karya

“Kehadiran murid di kelas tidak menjamin murid belajar dengan baik”.  Apakah pembaca setuju dengan pernyataan ini?  Tentu ada yang setuju dan tidak setuju. Pernyataan tersebut bagi saya merupakan suatu tamparan bagi dunia pendidikan terutama yang  di sekolah, karena sebagian besar hadir di sekolah dan di kelas menjadi acuan utama untuk menyampaikan tentang kehadiran murid. Ketika murid hadir di kelas, namun ia tidak melakukan apa-apa, tidak menikmati proses belajar dan mencapai apa yang menjadi tujuannya, apakah bisa dikatakan murid tersebut hadir belajar. Dari sudut pandang saya, murid tersebut belum dikatakan hadir.  Pengalaman di tahun 2023, ketika saya mengajar dasar-dasar animasi masih banyak ditemui murid yang belum sepenuhnya memenuhi target yang dicapai setiap harinya. Pembelajaran yang dilakukan selama 10 jam pelajaran dengan project yang sudah ditentukan, kenyataannya bahwa masih banyak ditemui yang menunda-nunda penyelesaikan project. Dari pengalaman inilah, di tahun 2024 saya bersama tim guru dasar-dasar animasi yaknik Pak Taufiq dan Pak Sindu menyepakati bersama bahwa presensi murid bukan dilihat kehadiran di kelas, namun didasarkan pada karya yang sudah disetujui karena sesuai standar yang diterapkan.

Mulai hari kemarin. 3 Januari 2024, ketika saya mengajar di kelas X Animasi 3 saya mencoba menerapkan presensi harian berdasarkan pada karya yang sudah disetujui karena telah memenuhi standar. Saat itu pembelajaran yang dilakukan adalah pembuatan gerak animasi bola besi jatuh. Ketika murid menyelesaikan karya dan telah saya setujui, barulah saya beri tanda telah presensi. Dari cara yang sederhana inilah, ada dampak yang sangat signifikan. Pada pukul 14.30 WIB, seluruh murid kelas X Animasi 3 sudah menyelesaikan tantangan pertama dengan baik dan sesuai standar yang diharapkan.  Hari ini, saya juga menyampaikan pola ini kepada murid kelas X Animasi 4. Pada pukul 11.00 WIB, seluruh murid yang hadir sudah mampu menyelesaikan tantangan pertama gerakan animasi bola besi jatuh, selanjutnya yang sudah menyelesaikan tantangan 1 sudah melanjutkan ke tantangan berikutnya.

Akyla salah murid kelas X Animasi 4, pada pukul 9.00 WIB, sudah mampu menyelesaikan tantangan 1 yaitu animasi bola besi jatuh dengan baik. Selanjutnya ia membuat tantangan kedua yaitu bola sepak jatuh dan pada pukul 14.19 ia sudah menyelesaikan tantangan kedua dengan baik.

“Saya merasakan pusing, sangat pusing tapi setelah bisa membuat gerakan animasi bola besi jatuh saya merasa senang. Hal baik yang saya peroleh adalah jika kita mendapat tugas maka kerjakan dengan sabar dan tidak dengan emosi agar hasil lebih baik”, ungkap Putri Vanesa. “Yang saya rasakan hari ini, yaitu senang, capek,dan pusing karena revisi terus dan akhirnya saya senang karena mendapatkan materi baru tentang animasi. Hal baik yang saya dapatkan yaitu melatih konsentrasi dan mengembangkan imajinasi”, ungkap Seyla. “Saya merasa pusing karena saat membuat animasi bola besi jatuh membutuhkan kesabaran dan konsentrasi yang baik. Saya juga merasa lelah karena harus terus mengulang pembuatan animasi tersebut karena belum sempurna. Saya menjadi orang yang sabar karena memperjuangkan acc pak Diyarko”, ungkap Maulin. “Yang saya rasakan hari ini yaitu saya merasa senang karena mendapat ilmu baru dan dapat membantu teman saya yang sedang merasa kesulitan. Dan tentunya saya belajar menjadi orang yang pantang menyerah”, ungkap Yoga. “Yang saya rasakan atas projek hari ini yaitu merasa senang dan menambah pengetahuan baru, dengan adanya projek ini dapat melatih kesabaran untuk menyelesaikan projek pada hari ini dan fokus dalam mengerjakan sesuatu hal, namun saya senang melakukan projek hari ini”, ungkap Ananda Florensia.  “Yang saya rasakan saat mengerjakan project hari ini yaitu,saya merasa senang saat membuat project pantulan bola besi dan bola sepak, saya juga merasa skill saya meningkat karena mengerjakan project ini, saya jadi tahu bagaimana cara menggerakkan bola besi dan bola sepak, dan juga perbedaannya saat jatuh bersamaan”, ungkap Akmal.

Dari hasil refleksi murid tersebut menggambarkan bahwa ketika penerapan presensi karya, menuntut murid untuk fokus mengerjakan tantangan sampai selesai. Kondisi ini menjadi tekanan tersendiri terhadap murid yang sebelum-sebelumnya sering menunda-nunda waktu. Materi yang diajarkan tergolong materi baru bagi mereka, sehingga wajar apabila ada perasaan pusing, jengkel, capek dan sebagainya. Namun setelah mampu menyelesaikan dengan baik yang ditandai ada persetujuan dari saya, murid-murid menikmati kebahagiaan karena mampu melawan kemalasan dirinya.

Penerapan presensi karya memberikan dampak terhadap peningkatan produktivitas murid dalam berkarya. “Presensi karya membuat saya menjadi lebih produktif dan tepat waktu saat mengumpulkan tugas, saya setuju dengan penerapan presensi karya”, ungkap Azka. “Dengan penerapan presensi karya membuat saya semakin tertib dengan mengumpulkan tugas tepat waktu tanpa menunda nunda, dan juga membuat saya semakin belajar dengan giat dan juga menambah skill dalam satu hari pak”, ungkap Akyla. “Saya merasakan dengan penerapan presensi karya tersebut membuat saya lebih semangat dan giat dalam membuat suatu karya. dan saya juga merasa puas apabila telah menyelesaikan karya tersebut”, ungkap Aurallia.

Sederhana bukan? Inilah cara kami mengatasi kemalasan yang pasti akan dialami oleh murid ketika mengikuti pembelajaran. Ketika mereka sudah melaksanakan presensi dengan mengumpulkan karya dan sudah mendapatkan persetujuan, saya beri kebebasan untuk melaksanakan kegiatan lainnya.  Masihkah kita akan mengacu pada kehadiran murid di kelas untuk menilai murid?

 

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *