Kecerdasan Kolektif Ciptakan Orkestra yang Indah

Terasa begitu cepat saya mengikuti kegiatan Ngopi virtual bersama para mentor GSM dari pukul 14.00 sampai dengan 16.30 WIB. Di dalam kegiatan tersebut terasa mendapat energi baru untuk terus menarasikan Gerakan Sekolah Menyenangkan sebagai gerakan akar rumput menuju pada kebahagiaan anak didik.

Sebagai kendaraan penyebaran GSM terletak pada kekuatan komunitas, maka untuk menggerakkan komunitas ini diperlukan kecerdasan kolektif, ungkap Bu Novi (cofounder GSM) dalam acara tersebut.  Kecerdasan kolektif ini hanya dimiliki oleh makhluk yang disebut dengan manusia yang memiliki akal pikir dengan kekuatan penalarannya. Namun sayangnya di dunia persekolahan Indonesia tercinta ini, kecerdasan kolektif belum banyak disentuh dan menjadi perhatian yang serius untuk diajarkan dan dilatihkan kepada peserta didik. Buktinya budaya persaingan masih mengakar di dunia pendidikan. Hingga lagu ojo dibandingke karya Abah Lala yang dinyayikan oleh Farel di hadapan Pak Jokowi, 17 Agustus 2022 yang sempat firal mengingatkan kita sebagai pendidik untuk tidak membanding-bandingke antar perserta didik, karena sesuai kodratnya manusia itu berbeda satu sama lain. Dari kodrat inilah sebenarnya kita sebagai pendidik harus mampu membangun kecerdasan kolektif pada anak didik.

Ketika anak didik memiliki potensi yang berbeda-beda dan dikolaborasikan dengan setiap anak didik memberikan perannya masing-masing maka akan menghasilkan karya seperti orkestra yang indah untuk didengarkan dan dan dinikmati.

Selama ini kita lebih menonjolkan kecerdasan individual, dengan menyeragamkan cara mengajarnya, sehingga kelas terasa hanya milik siswa yang kemampuan akademiknya tinggi. Wajar ketika siswa yang memiliki potensi di non akademik cenderung boring (bosan) terhadap pembelajaran dan dianggap siswa tidak memiliki motivasi rendah. Ternyata hanya cara pandang kita yang salah dalam melihat anak didik kita. Kita cenderung menggunakan kaca mata kuda ketika melihat anak didik kita.

Dari ngopi virtual ini, saya kembali teringat dari apa yang dilakukan oleh anak kandung saya, Kallita Thara Pindika. Yang awalnya bermain musik untuk menghilangkan trauma bulying yang terjadi dengan orientasi agar bisa menjadi juara, dengan beriringnya waktu justru orientasi itu salah. Ia justru belajar bagaimana berkolaborasi dengan pemain-pemain lainnya untuk menyuguhkan orkestra keroncong yang menarik, mampu berkolaborasi dengan pemain siswa SMA.  Dari ngopi virtual dan apa yang dilakukan anak kandung saya lebih memantapkan hati saya untuk mengedepankan pada kecerdasan kolektif.

 

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *