Belajar Menjadi Ibu Rumah Tangga

Menjadi ibu rumah tangga memang berat. Dulu saya sering memandang bahwa pekerjaan di rumah, mengurus rumah adalah pekerjaan yang sederhana. Begitu istri sakit dan pekerjaan rumah diserahkan ke saya, ternyata pekerjaan itu terasa sangat berat. Ini yang saya rasakan pada hari kemarin, minggu, 4 September 2022. Seharian harus mengurus memandikan anak-anak yang masih kecil, membersihkan lantai, membersihkan dapur, memasak nasi, membersihkan gelas dan piring kotor, menjemur pakaian. Kegiatan tersebut saya lakukan dari pagi-pagi pukul 05.00 WIB dan baru selesai pukul 09.00 WIB. Pekerjaan rutin yang selalu dilakukan istri, dan saya anggap sebagai pekerjaan yang sederhana ternyata baru saya rasakan sebagai pekerjaan yang kompleks. Pekerjaan ini ternyata membutuhkan tenaga yang kuat. Belum sampai setengah hari saja, saya sudah merasa lelah. Dari situlah saya baru merasakan, betapa kuatnya seorang ibu. Betapa lelahnya seorang ibu ketika harus melakukan kegiatan rutin tersebut selama bertahun-tahun.

Untuk menyelesaikan pekerjaan rumah ternyata membutuhkan kemampuan multitasking. Ini yang mayoritas dimiliki oleh seorang ibu dan jarang dimiliki oleh seorang ayah. Multitasking merupakan suatu kemampuan dalam mengerjakan dua atau lebih pekerjaan secara sekaligus. Ini yang saya coba lakukan dan ternyata sulit. Saat itu saya harus mengiris pisang yang akan dibuat untuk sale dan dipanaskan di atas genting dan pekerjaan ini belum selesai, harus mengsangrai kacang biji mete dalam waktu yang bersamaan. Pekerjaan ini terasa begitu melelahkan. Bukan karena membutuhkan tenaga yang kuat, namun harus membagi waktu kapan saya harus melihat tentang kematangan dari biji mete yang disangrai. Sedikit saja waktunya tidak diperhatikan, biji kacang mete akan gosong. Belum lagi harus membuatkan susu untuk Bhanu dan Joti yang meminta minum susu. Belum lagi mendengar suara jeritan Bhanu dan Joti karena bertengkar berebut mainan. Siangnya baru agak mereda ketika kedua anak saya sudah mulai tidur, dan akhirnya saya pun bisa ikut tidur. Namun itu hanya bisa dilakukan sesaat, karena Joti sudah minta dibuatkan susu.

Suasana samakin ramai lagi, ketika Bhanu dan Joti sudah bangun. Memanaskan air menjadi pekerjaan yang harus dilakukan untuk mandi anak-anakku yang masih kecil. Usai memandikan kedua anakku, mengganti pakaiannya dan dilanjutkan dengan mencuci pakaian yang sudah menumpuk di ember yang ada di kamar mandi. Saya kira pekerjaan ini berakhir dan saya bisa lega beristirahat, ternyata tidak sesuai harapan. Pakaian yang harus disetrika ternyata sudah menggunung dan menanti untuk  disentuh. Ketika mau menyentuh, ternyata tiba-tiba setrikanya tidak bisa digunakan. Setelah dicek, setrika yang biasa digunakan sudah rusak tidak bisa dipakai lagi. Lagi-lagi dibutuhkan kesabaran, karena setelah beberapa lama kucoba memperbaiki tidak ada hasilnya. Seketika harus menggunakan sepeda untuk ke toko penjual setrika.

Sudah mendekati magrib, Kallita yang biasanya berlatih musik secara mandiri, tiba-tiba tidak mau berlatih dan harus beradu argumen dengan ibunya yang masih sakit. Adu argumen tersebut membuat Kallita semakin berontak untuk tidak mau bermain musik. Pecahlah tangisan Kallita, karena bersitegang dengan ibunya. Lagi-lagi kesabaran mengujiku untuk tetap tenang, meskipun di dalam hatinya berontak untuk ikut marah melihat situasi ini.  Akhirnya masalah Kallita bisa teratasi setelah keduanya bisa saling memahami. Setelah magrib, harus mengantar Lukman yang sakit ke bidang desa yang sudah terpercaya memberikan obat dan disusul mengantar istri  untuk berobat.  Lega rasanya setelah istri dan anak saya (Lukman) mendapatkan obat dan berharap bisa cepat sembuh.

Lagi-lagi, masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan. Lauk untuk makan malam, ternyata belum tersedia. Jiwa praktisnya saya gunakan. Tidak mungkin saya memasak sendiri di dapur dalam kondisi sudah lelah. Kuputuskan untuk membeli saja di luar, sehingga bisa dinikmati oleh keluarga di rumah untuk makan malam. Setelah semua anggota keluarga makan malam, saya baru bisa melanjutkan untuk menyetrika pakaian yang begitu banyak. Inilah pekerjaan seharian sebagai pengganti ibu rumah tangga yang selama ini saya anggap sebagai pekerjaan rutin yang sederhana. Ternyata tidak sesederhana dari apa yang saya sangkakan. Pekerjaan ini benar-benar kompleks dan melelahkan. Dari pengalaman sehari ini menjadi pengalaman yang memberikan hikmah yang berarti. Sebagai ayah dari anak-anak harus mampu membantu pekerjaan istri yang begitu melelahkan. Terima kasih istriku, sudah mengajarkan makna kesabaran yang hakiki. Terima kasih istriku, sudah menemaniku bertahun-tahun. Terima kasih istriku yang telah merawat anak-anakku. Engkau memang luar biasa. Ketika tidak berGSM, mungkin saya tidak akan tahu tentang pentingnya kepedulian ini.

 

 

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *