“Power Questions”: Bangkitkan Optimisme Menghadapi Masalah

“Menolak perubahan adalah penderitaan”, tulis Pannavaro dalam bukunya “Melihat Kehidupan ke Dalam”. Untuk memahami perubahan tidak cukup dengan mendengarkan cermah-ceramah. Dengan kata lain untuk memahami segala sesuatu yang tidak kekal tidak cukup dengan pengetahuan intelektual. Perubahan pasti berlaku, bahkan kita semua mengerti perubahan , hanya saja seringkali tidak cerdas untuk menerima perubahan. Ketika tidak cerdas menerima perubahan maka yang timbul adalah kekecewaan. Ketidakcerdasan dalam menerima perubahan menyebabkan kita terikat, seakan-akan hal yang menyenangkan itu tidak pernah berubah. Ketika seseorang mendapatkan sesuatu yang tidak menyenangkan dan segera bangkit dari ketidaksenangan itulah yang perlu dilatih, tidak hanya kita sebagai orang dianggap dewasa, namun anak-anak didik kita, anak-anak kita juga perlu berlatih menerima keadaan tersebut. Memberikan latihan menerima kondisi hal yang tidak menyenangkan ini yang sering dilupakan di sekolah, karena sebagian besar lebih berorientasi pada mengisi materi pelajaran. Kemampuan personal seperti sikap optimis dalam menghadapi suatu masalah dengan menganggap kalau masalah tersebut merupakan tantangan yang harus dihadapi dan mesti diselesaikan jarang sekali diajarkan di dunia persekolahan. Banyak yang menganggap bahwa hal-hal yang berkaitan dengan kemampuan personal adalah urusan guru Bimbingan Konseling.  Guru mata pelajaran lebih berorientasi pada proses mengajar dengan materi pelajaran sesuai dengan kurikulum yang ada. Dampaknya, banyak permasalahan siswa terlambat tertangani.

Salah satu area yang perlu dikembangkan untuk menuju sekolah masa depan adalah area pengembangan personal dan interpersonal. Salah satu cara yang dapat dikembangkan pada area ini adalah bagaimana sekolah membantu anak didik untuk mengenali dan mengelola diri seperti emosi, sosial, potensi, passion, dan lain-lainnya.  Social Emotional Learning (SEL) dibutuhkan untuk masuk pada area pengembangan ini. Social Emotional Learning merupakan proses di mana anak dan orang dewasa memperoleh dan menerapkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap untuk mengembangkan identitas yang sehat, mengelola emosi dan mencapai tujuan pribadi dan kolektif, merasakan dan menunjukkan empati terhadap orang lain, membangun dan memelihara hubungan yang mendukung, dan membuat keputusan yang bertanggung jawab dan peduli.  Di dalam SEL mengurangi nasehat merupakan cara yang bijak dari seorang guru, karena seringkali nasehat itu justru dianggap menjemukan oleh anak didik, apalagi anak didik tersebut sedang dalam kondisi kurang menyenangkan. Memberikan power questions merupakan salah satu cara yang lebih bijaksana agar anak didik kita menemukan solusi ketika mengalami permasalahan.   Power Questions merupakan pertanyaan yang menggugah pikiran yang memberi kekuatan saat percakapan berlangsung. Pertanyaan tersebut akan memberikan kekuatan kepada orang lain,  kekuatan untuk berbicara tentang apa yang penting bagi mereka, kekuatan untuk memimpin percakapan ke arah yang mereka inginkan, kekuatan untuk mengekspresikan pikiran mereka lebih jelas daripada sebelumnya.

Saya masih ingat ketika permasalahan terjadi pada anak kandung saya (Kallita Thara Pindika) yang masih duduk di kelas 3 SD. Ia mengalami kekecewaan karena awalnya dipilih untuk mengikuti lomba pesta siaga. Saat mendekati perlombaan, tiba-tiba anak saya dikeluarkan dari group dan tidak lagi diikutkan mengikuti lomba dengan alasan yang tidak jelas. Kekecewaan ini terasa sekali pada diri anak saya, bahkan ketika mendengar kata lomba pesta siaga, langsung wajah murungnya terlihat. Dari apa yang saya pelajari  tentang Coaching mampu membantu mengatasi permasalahan tersebut. Power Questions inilah yang saya gunakan untuk membangun dan membangkitkan kembali optimisme anak saya.

Awalnya saya menanyakan apa perasaan yang dialami oleh anak saya, ketika dikeluarkan dari kegiatan lomba pesta siaga. Ya. tentu saja anak saya merasa kecewa, karena ketika bisa mengikuti lomba itu yang sudah diimpikan. “Oke, ayah tahu perasaan kecewamu dan ayah juga merasakan kekecewaan itu”. ungkap saya selanjutnya sebagai bentuk ungkapan empati. “Menurut Kallita, apakah berprestasi itu hanya dengan mengikuti lomba pesta siaga saja?”, saya menanyakan kembali pada anak saya. Kallita memberikan penjelasan bahwa Pramuka bukan satu-satunya dia bisa berprestasi. “Menurut Kallita, apa yang bisa kamu tunjukkan untuk berprestasi?”, lanjut dengan Question Power. Kallita sempat berpikir saat itu, lalu ia ingin berprestasi di bidang musik. Ia dengan jelas bahwa dirinya ingin menunjukkan bahwa ia mampu bermain musik organ.  Keputusan yang dibuat oleh Kallita merupakan salah satu bagian dari mengelola emosinya, mengalihkan kekecewaan tidak bisa mengikuti lomba siaga, namun akan menunjukkan prestasinya di bidang seni musik. Akhirnya Kallita saya carikan orang yang bisa mengajari bermain musik organ.  Proses bangkitnya Kallita patut saya syukuri, ia akhirnya tekun mengikuti proses latihan bermain musik organ. Dalam waktu 4 minggu, Kallita sudah mampu memainkan empat buah lagu anak-anak dan lagu nasional. Berikut salah satu hasil latihan Kallita dalam bermain organ.

Saat ini ia masih berlatih terus bermain musik, mungkin inilah yang menjadi passion Kallita. Tugas kita sebagai orang tua atau pendidik adalah menuntun kodrat anak didik kita untuk mengembangkan passionnya dalam rangka mencapai versi terbaiknya. Semoga menginspirasi.

1 thought on ““Power Questions”: Bangkitkan Optimisme Menghadapi Masalah”

  1. Very very good. Sangat menginspirasi… paragraf awalnya kutipan dari Bhante Sri Pannavaro. Sangat aplikatif ajaranNya. Sukses buat Kalita

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *