Mengubah Hal Negatif Menjadi Positif untuk Keyakinan Kelas

Pagi ini, saya masuk ke kelas X Animasi 3. Ada sebuah pemandangan yang berbeda dari pertemuan-pertemuan sebelumnya. Suasana terasa tidak kondusif. Di depan ruangan yang biasanya berjejer barisan sepatu yang tertata rapi, ternyata berserakan tidak rapi sama sekali. Biasanya saya hanya menunjukkan kepada murid tentang kondisi di depan kelas, dengan cepat murid-murid merapikan sepatu-sepatu tersebut. Namun kali ini ada apa ya? Mengapa respon mereka lambat sekali.  Dengan cara yang otoriter, jurus ini terpaksa saya pakai. “Anak-anak silahkan sepatu dipakai lagi dan keluar dari ruangan serta berkumpul ke teras sebelah kiri. Mereka akhirnya saya minta untuk berjalan memasuki ruangan kembali. Kali ini, ternyata murid memahami apa maksud dari perintah saya. Mereka sebelum masuk ke kelas, menata terlebih dahulu secara rapi. Usai mereka duduk, mereka saya minta untuk melihat kanan, kiri dan sekelilingnya yang masih di ruangan tersebut. “Apa yang kalian rasakan?”, tanya saya kepada seluruh siswa.

Saya minta beberapa siswa menjawab pertanyaan tersebut, dan mereka menjawab bahwa kondisi ruangan kotor dan tidak rapi. “Apa yang akan kalian lakukan?”, tanya saya lebih lanjut. Mereka menjawab untuk membersihkan dan merapikan ruangan.”Oke, saya tunggu aksi kalian”, ungkap saya kepada mereka. Seketika mereka bangkit dari tempat duduk dan melakukan proses membersihkan ruang kelas. Ada yang membersihkan meja, menyapu karpet, merapikan barang-barang yang ada di ruangan tersebut. Tak ada satupun siswa yang istirahat saat itu. Mereka membersihkan ruangan tersebut hingga terlihat lebih dan rapi. Tidak lupa saya menyampaikan penguatan dengan pertanyaan pemantik. “Apa perbedaan kondisi saat Pak Di masuk dan kondisi saat ini”, tanya saya. “Sekarang lebih bersih dan rapi”, jawab salah satu siswa. “Apa yang membuat tadi tidak rapi?”, tanya saya lebih lanjut. “Mungkin kesadaran kami yang masih rendah Pak”, jawab salah satu siswa. “Oke, terima kasih, Kalian pagi ini sudah melakukan proses memperbaiki diri. Lakukan yang terbaik dari hal yang paling sederhana. Menata sepatu adalah contoh yang paling sederhana. Bagaimana kita akan mampu melakukan hal yang lebih kompleks, ketika hal yang paling sederhana saja tidak bisa dilakukan”, penjelasan saya. “Saya lebih baik terlambat pada materi pelajaran, daripada terlambat dalam penanaman karakter”, ungkap saya lebih lanjut.

Tiba saatnya kalian saya ajak untuk membangun keyakinan kelas. “Silahkan satu demi satu secara berurutan menuliskan hal-hal apa saja yang tidak ingin terjadi di kelas ini? Silahkan gunakan spidol tersebut untuk menuliskan di papan tulis secara berurutan!”, perintah saya.

Siswa menuliskan hal-hal yang tidak ingin terjadi di kelas

Satu demi satu siswa menuliskan hal-hal yang tidak ingin terjadi di kelas dengan hasil sebagai berikut.

Berbagai harapan tidak terjadi di kelas antara lain: berantakan, bullying, sampah berserakan, pertengkaran, mengejek nama orang tua, kelas kotor, berisik, merusak barang, tidak memperhatikan guru, mencorat-coret meja, ramai, bolos, meninggalkan sampah, rasis, mencuri dan sebagainya. Ada sebanyak 33 tulisan harapan dari siswa di mana kondisi yang ditulis tersebut tidak terjadi di kelas.

Selanjutnya salah satu siswa saya minta untuk memimpin untuk mengubah kata-kata tulisan tersebut menjadi kata yang positif. Ada point penting dari pengubahan ini yaitu agar yang melekat di pikiran murid adalah hal-hal yang positif. Layaknya sebuah doa, maka ungkapan-ungkapan, tulisan-tulisan yang positif akan menjadi doa.

Dari hasil pengubahan tersebut, akhirnya muncul 10 kata-kata positif yaitu menghargai, bersih, bersahabat, tenang, merawat barang, disiplin, menjaga barang, taat pada peraturan dan mematuhi norma dan etika. Dari 10 kata-kata positif tersebut selanjutnya diringkas lagi menjadi empat keyakinan kelas yaitu: 1) menjaga kebersihan dan kerapian kelas, 2) menghargai orang lain, 3) disiplin dan taat peraturan serta 4) menjaga norma dan etika. Usai terbentuk keyakinan kelas tersebut mereka saya ajak untuk membacakan secara bersama-sama keyakinan kelas tersebut.  Inilah hal kecil yang dilakukan di kelas sebagai bentuk penerapan pembentukan keyakinan kelas. Mereka tidak lagi berfokus pada hal-hal yang dilarang dengan kata-kata negatif, namun justru lebih fokus pada keyakinan yang positif. Semoga menginspirasi.

 

 

 

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *