Di awal masuk jurusan Animasi SMK N 11 Semarang, Adhwaa sama sekali belum mengenal bagaimana proses pembuatan animasi. Ketika project based learning diterapkan dengan berkolaborasinya beberapa mata pelajaran menjadi satu, saya menemukan potensi yang luar biasa pada diri Adhwaa. Di pertengahan semester ganjil kelas X, ia mampu membuat modeling 3D dan diposting di instagram untuk memenuhi acceleration challenge. Tantangan tersebut bersifat bebas, dimana siswa dapat membuat karya apapun sesuai dengan passionnya masing-masing. Dari proses itulah ia mampu menghasilkan modeling 3D yang bagus bahkan setara dengan hasil karya kelas XI. Karya yang mengejutkan saya saat itu, akhirnya ia saya tawari untuk mengikuti diklat bersama industri Vokasee saat itu bersama satu temannya bernama Muhammad Maulana Zaky. Proses diklat saat itu bersama dengan 3 siswa dan 2 guru animasi SMK N 2 Banjarmasin yang saat itu mengikuti kegiatan upskiling yang difasilitasi oleh Vokasee.id.
Proses kegiatan diklat berjalan dengan lancar dan ia mampu membuat karya-karya modeling yang unik dan akhirnya ia bisa diterima mengikuti magang di Vokasee.id bahkan ia menjadi lead (pemimpin kelompok) untuk mengerjakan project-project yang diberikan. “Saya merasa senang sekali dapat mengikuti diklat, karena mendapatkan kesempatan untuk menambah pengetahuan dan skill saya menggunakan sofware blender”, ungkapnya. Di saat kegiatan magang yang dilakukan di sekolah ia juga berbagi pengalamannya dengan teman-temannya. Jiwa berbagi dan empatinya ia kembangkan dengan kegiatan menjadi mentor diklat yang sama kepada teman-temannya. Prinsip dia adalah ketika mampu berbagi, ilmunya tidak akan habis, bahkan akan semakin bertambah. Dari kegiatan mentoring ini ia merasa bahwa kepercayaan dirinya meningkat, softskillnya juga meningkat teruatama teamwork, leadership dan responsibility. Ia merasakan ada peningkatan yang tinggi dalam hal memimpin. Dari proses magang ini ia dapat membuat karya modeling 3D yang semakin cepat dan banyak. Ia selalu memposting karyanya ke instagram untuk terus membranding dirinya. Lihat saja karya-karya Adhwaa ini melalui tautan berikut. https://instagram.com/_adhwaaaa?igshid=YmMyMTA2M2Y=.
Portofolio yang ia buat secara kontinu membawa dirinya diterima pula magang di Pickolab tanpa proses wawancara. Hal ini karena pemilik studio merasa yakin bahwa dirinya memiliki kemampuan yang baik. Proses magang di Vokasee tetap berlanjut secara online dengan tetap memimpin anggota timnya untuk membuat modeling 3D sesuai dengan keinginan studio, sedangkan kegiatan magang di Pickolab ia jalani secara offline atau datang langsung ke studio. Dari proses magang di Pickolab ini ia mendapatkan kepercayaan menangani klien yaitu membuat project pesanan klien. Luar biasa bukan? Proses ini tidak lepas dari tantangan yang berbeda-beda dari setiap individu. Setiap anak didik adalah unik dan memiliki potensi yang berbeda-beda, maka tidak manusiawi apabila dilakukan pembelajaran secara konformitas. Pembelajaran konformitas mengarahkan siswanya untuk mencapai standar tertentu yang telah ditetapkan, dengan tujuan yang sama, dan dipaksa untuk menjadi sama tanpa melihat bakat dan talentanya. Dari proses pemberian tantangan yang berbeda-beda ini justru Adhwa mampu mengembangkan talenta modeling 3D yang ia temukan di kelas X. Cita-cita Adhwaa ingin menjadi 3D artis ia temukan saat pertengahan kelas X semester ganjil. “Saya merasa senang dan berusaha mengerjakan secara maksimal, ketika mendapatkan tantangan”, ungkap Adhwaa. Bagi Adhwaa, tantangan yang didapatkan tergantung skill yang saya miliki sehingga setiap tantangan dapat menambah skill nya. Proses menjadi mentor, mengikuti magang di dua tempat membuat ia haus untuk belajar terus. Dari hasil refleksi diri, saat masuk SMK ia merasa kemampuan membuat modeling 3D pada skor 1 dari skala 1-10 dan di semester genap pada kelas X ini meningkat menjadi skor 6. Ia masih merasa perlu belajar membuat modeling 3D berkaitan dengan anatomi manusia.