Belajar dari Punokawan Mudik

Hari ini saya merasakan gembira dan bahagia. Selama hidup saya belum pernah tampil dalam sebuah teater. Hari ini saya mendapatkan kesempatan untuk tampil dalam teater kelas dari SMK Negeri 11 Semarang dengan judul “Punokawan Mudik” di bawah pimpinan ki Dalang Antonius Bowo Wasono, ketua jurusan Desain Grafika. Dalam teater itu, Semar diperankan oleh Pak Slamet, Gareng oleh Pak Sri Harsoyo, Petruk oleh Pak Sujinarto, Bagong oleh Pak Eko Sunaryo, Cenil oleh Bu Parmin, Pegawai Stasiun oleh Pak Istoro Waluyo dan saya sendiri sebagai Petugas keamanan (Scurity). Tampilnya teater kelas ini dalam rangka mengisi pada puncak acara Dies Natalis SMK Negeri 11 Semarang ke 32. Di bawah pimpinan Drs. Luluk Wibowo, S.T., M.T, kegiatan berjalan dengan lancar, karena mampu menggerakkan semua komponen (guru, karyawan, alumni, industri pasangan, orang tua dan siswa untuk menjalankan perannya masing-masing.

Kembali pada teater kelas yang dimainkan dalam puncak acara tersebut, dikisahkan Semar yang merasa emosi karena harus menunggu anak-anaknya yaitu Gareng, Petruk, Bagong yang tidak disiplin waktu sesuai dengan janjinya. Ia lampiaskan emosinya terhadap pegawai stasiun dan scurity. Gareng yang terlambat ke stasiun karena sebelumnya ikut tampil dalam acara kolaborasi Gareng dari jawa Tengah dan Cepot dari Jawa Barat. Petruk yang datangnya terlambat karena harus membeli laras panjang terlebih dahulu. Petruk datang ke tempat panggung arena teater dengan mengendarai sepeda motor Tril. Akhirnya ia memperagakan kemampuannya menembak dengan senjata laras panjangnya dengan sasaran tembak berupa gelas berisi air yang dipasang di atas kepala saya. Saya harus mampu memainkan dengan action gemetar karena ketakutannya. Bagong yang datang terlambat bersama Cenil (teman dekatnya) yang terjebak kemacetanĀ  dan akhirnya mengenalkan calon istrinya kepada Semar. Dalam acara tersebut banyak improvisasi yang di luar skenario, di luar script. Banyak pula adegan-adegan dan dialog yang di luar script karena pemainnya memang lupa dengan dialognya. Justru dari disitulah terjadi kelucuan yang natural. Itulah sekilas tentang cerita teater kelas yang dimainnya dan cerita selengkapnya dapat dilihat melalui link youtube sebagai berikut: Dies Natalis Ke-32.

Sudah 32 tahun SMK Negeri 11 Semarang memberikan pelayanan di bidang pendidikan kepada anak-anak didik. Namun dalam dies natalis ini, sebenarnya kita sedang dipertanyakan, bukan seberapa lama kita menjadi bagian dari dunia pendidikan ini, namun seberapa banyak yang sudah kita berikan kepada anak-anak didik kita.Ā  Punokawan Mudik sebagai judul teater kelas ini bukan sekedar lelucon untuk mengisi acara dan untuk menghibur penonton dalam acara dies natalis tersebut. Mudik yang berarti pulang kampung, mengingatkan pada kita semua bahwa kita perlu kembali ke fitrahnya sebagai pendidik. Pendidik yang memiliki tugas mendidik pada dasarnya adalah menuntun kodrat (rasa ingin tahu, imajinasi dan keberagaman) agar segala potensi yang dimiliki anak didik kita semakin berkembang hingga mencapai versi terbaiknya masing-masing. Tidak hanya bermanfaat untuk dirinya, namun hendaknya anak didik kita menyadari bahwa dirinya harus mampu memberikan kebermanfaatan untuk sesama dan lingkungannya sehingga tercapai kebahagiaan setinggi-tingginya.

Berubahnya skenario, berubahnya dialog yang diluar dari script itu menggambarkan bahwa saat ini kita berada di atas panggung kehidupan yang serba tidak menentu, banyak peluang, tantangan, hambatan dan ancaman yang serba tidak bisa terprediksi. Justru dari itu, kita sebagai pendidik harus mampu bertindak secara fleksibel, humble dengan perubahan zaman tersebut. Prosedur-prosedur, aturan-aturan yang berlaku yang pada umumnya bersifat kaku, standar-standar yang pada umumnya justru mengekang kemerdekaan berekspresi dan berimajinasi hendaknya bisa disikapi secara fleksibel dan humble sehingga apa yang kita lakukan sesuai dengan kebutuhan anak didik kita. Dalam teater kelas tersebut, syarat dengan karjasama yang solid, dari tim tata rias, tim musik, dalang dan para pemainnya. Dari sinilah saya mendapatkan banyak pelajaran, bahwa kita harus mampu memerankan sesuai porsinya, tidak menang sendiri, tidak ingin tampil sendiri dan kolaborasi yang apik inilah yang memiliki kesan sendiri. Punokawan yang identik dengan tokoh-tokoh pewayangan yang lucu, orang yang memiliki tugas sebagai pelayan bagi bendoro di Pandawa yang memiliki sifat baik, mengingatkan kita bahwa sebagai pendidik harus mampu menjadi pelayan di dunia pendidikan dengan cara-cara yang menyenangkan demi tercapainya karakter yang positif pada anak didik baik hardskill maupun softskill.

Saatnya bukan berkompetisi, namun berkolaborasi. Selamat Dies Natalis SMK Negeri 11 Semarang ke 32. Bersinergi berprestasi. Semoga selalu menjadi ekosistem yang menyenangkan bagi anak didik kita.

 

1 thought on “Belajar dari Punokawan Mudik”

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *