Apa Sih Pendidikan dari Perspektif Anak?

Kenapa sih kita harus sekolah? Capek banget sekolah harus berangkat pagi pulang sore, nanti sampai rumah harus les lagi belum lagi mengerjakan tugas. Padahal kita punya youtube, google, dan platform lainnya yang bisa kita pakai untuk belajar. Mungkin banyak dari kita yang berpikir seperti itu. Bener si kalau dibilang kita punya banyak cara untuk belajar, namun yakin gak sih itu bakalan efektif untuk kita belajar. Terlebih lagi kita bukan cuman harus belajar ‘pelajaran’, banyak hal lainnya yang harus kita pelajari. Seperti contoh bersosialisasi dengan orang lain, mengutarakan pendapat, berdiskusi, dan banyak hal lainnya yang sebenarnya tidak dijelaskan dalam platform platform tersebut.
Sebagai manusia sosial yang membutuhkan orang lain, kita bukan cuman harus belajar pelajaran akademik, namun juga cara bersosialisasi dengan orang lain. Bagaimana cara kita menghargai orang lain, cara kita cepat menyesuaikan diri dengan orang baru, dan banyak hal lainnya. Selama pandemi, dimana kita dipaksa harus tetap dirumah membuat perasaan sosial kita sedikit menghilang. Selama kurang lebih 2 tahun kita hanya berada dirumah, di depan laptop. Kurang bersosialisasi dengan orang lain. Mengakibatkan kurangnya rasa respect kita terhadap orang lain. Pasti yang baca rata–rata pada main tiktok kan? Gimana sama komennya? Bagaimana dengan kontennya? Tidak semua namun, ada mungkin 15% komen yang negatif. ‘Kan cuman 15%’ ‘masih banyak komen positifnya’. Kebayang gak kalau l5% ini naik jadi 20% terus meningkat menjadi 25% bahkan mungkin mencapai 50%. Hal ini yang tidak dijarkan di youtube, google, dan platform lainnya. Rasa menghargai orang lain, rasa respect kita sebagai manusia yang seharusnya memanusiakan manusia lainnya. Kita harus sadar bahwa sebatas ‘ketikan’ saja mungkin dapat mengakibatkan orang lain sedih, takut.

Hal ini yang harus kita sadari, bahwa banyak pendidikan tersirat yang diajarkan di sekolah, bukan sebatas matematika, fisika, kimia, dan lain-lain. “Tapi kan bisa main bersama teman dirumah’ ‘bisa diajarin orang tua’. Main bersama teman, bagaimana kita mendapatkan teman? Apakah kita mau selalu berada di lingkungan yang sama, tidak berkembang? Sekolah merupakan lingkungan kecil menuju lingkungan yang lebih besar lagi. Bayangkan kalau kita tidak sekolah, kita gak tahu jalan di kota kita apa saja, bagaimana ramainya lalu lintas saat jam berangkat dan pulang sekolah?

Dari banyak hal di atas jadi pada sadar gak kalau pelajaran yang sebenarnya disekolah itu bukan hanya sebatas matematika, fisika, kimia, dan lain-lain. Banyak hal lainnya yang mungkin kita belum sadari. So, cobalah berpikir dari hal–hal kecil yang kita alami, mungkin itu menjadi jalan untuk menuju hal besar nantinya (Bintang Denisa, 30 Apri 2022)

Tulisan di atas merupakan sebuah ungkapan dari seorang siswa kelas XI di SMK Negeri 11 Semarang yang bernama Bintang Denisa. Sebuah refleksi yang luar biasa dari seorang siswa dalam rangka mengkritisi tentang pendidikan kita saat ini. Ungkapan dari seorang siswa yang sebenarnya sudah mengalami kebosanan terhadap rutinitas pembelajaran di sekolah yang bersifat monoton dan menciptakan borring learning. Ketika guru hanya sebatas mengisi materi, padahal materi itu sudah tersedia banyak sekali di google dan dunia maya lainnya. Ada dua jenis guru, menurut Robert Frost yaitu jenis guru yang akan mengisimu dengan banyak tembakan sehingga kamu tidak bisa bergerak dan jenis guru yang memberikan kamu sedikit lecutan di belakang sehingga kamu akan melompat ke langit.  Yang dibutuhkan anak didik kita tentu saja tipe guru yang kedua. Tut Wuri Handayani (dari belakang memberikan dorongan) hendaknya bukan sebatas slogan yang terpampang sebagai logo Pendidikan kita, namun harus menjadi roh bagi setiap insan yang mengaku dirinya sebagai pendidik.

Dari ungkapan Denisa di atas, bukan sekedar akademik, namun banyak Denisa-Denisa lainnya yang membutuhkan dunia persekolahan sebagai tempat bersosialisasi. Yang dibutuhkan anak didik kita adalah dunia persekolahan yang menjadi taman, yang mampu memberikan ekosistem menyenangkan. Sudahkah kita sebagai pendidik membuat ekosistem yang menyenangkan tersebut. Di hari Pendidikan Nasional ini, marilah kita melakukan refleksi diri, untuk meningkatkan pelayanan kita sebagai guru. Bukan seberapa lama kita menjadi guru, tetapi apa yang sudah kita lakukan selama menjadi guru. Selamat Idul Fitri 1443 dan Selamat Hari Pendidikan Nasional, mohon maaf lahir batin.

 

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *