Simulasi Kerja Industri Animasi di Ruang Kelas

Mensimulasikan sistem kerja industri animasi di ruang kelas sangat penting dilakukan agar murid dapat mempraktikan langsung dan ikut merasakan sistem kerjanya sebelum mereka belajar nyata di industri. Secara umum, pekerjaan pembuatan film animasi dua dimensi ada tiga tahap yaitu pra produksi, produksi dan pasca produksi. Proses inilah yang akan saya kenalkan di kelas. Kamis,  14 Maret 2024, saya masuk ke kelas X Animasi 4. Usai berdoa dan salah satu murid bercerita di depan kelas, saya mengirimkan dua buah script dan storyboard dengan judul “Belajar Vektor” dan “Doa Ibu”.

  1. Script-Belajar Vektor
  2. Storyboard-Belajar Vektor
  3. Script cerita-Doa Ibu
  4. Storyboard Doa Ibu

Mulailah antara saya dan murid saling berdiskusi meskipun dengan cara yang paling sederhana yaitu saya ajak berdialog membahas tentang script. Awalnya saya minta untuk membuka script cerita dengan judul “Belajar Vektor” dan meminta salah satu murid membacakan script cerita tersebut. Hanna seketika tunjuk jari dan membacakan script tersebut. Dari situlah saya menjadi tahu, bahwa story telling Hanna tergolong bagus, yaitu membaca secara natural dan ketika ada dialog ia mampu membedakan suara antara Angeli dan Pak Di, ia juga mampu menunjukkan suara yang jelas. Ketika mendengarkan Hanna membaca script, pendengar langsung bisa membayangkan film seperti apa yang akan terjadi. Hal ini juga dirasakan oleh murid-murid lainnya, terbukti ketika salah satu murid untuk memberikan respon terhadap kemampuan  Hanna membaca script, menyatakan bagus. Memang hari ini saya tidak memberikan tantangan membuat script cerita, namun sengaja saya mengenalkan script cerita yang sudah saya buat terlebih dahulu. Script cerita dengan judul “Belajar Vektor” merupakan cerita dari pengalaman nyata ketika saya mengajar di SMK Kimia Industri Theresiana. Usai Hanna membaca script cerita tersebut, saya mulai bertanya tentang bagian-bagian dari script cerita. Saya minta murid-murid untuk membaca ulang dari covernya. “Di bagian cover ada tulisan apa saja?”, tanya saya ke murid-murid di kelas tersebut. “Serentak, murid-murid menjawab ada “Belajar Vektor, Diyarko dan animax”. “Diyarko di cover itu sebagai apa?”, tanya saya lebih lanjut. Ada salah satu murid yang menjawab sebagai guru. Saya memaklumi, karena ternyata murid-murid belum tahu tentang orang yang pekerjaannya sebagai penulis cerita untuk film animasi. Akhirnya saya memberikan penjelasan bahwa peran Diyarko dalam script tersebut sebagai penulisnya dan disebut dengan script writer. “Selanjutnya, tulisan Animax itu apa maksudnya?”, tanya saya lebih lanjut. Kali ini pertanyaan ini bisa dijawab dengan benar yaitu sebagai studio yang akan memproduksi film tersebut. Dari inilah justru saya menguatkan tentang peran murid-murid di kelas ini sebagai animator, yang bertugas untuk membuat gerakan atas petunjuk dan keterangan yang pada stroyboard. Seorang animator harus mampu taat pada storyboard dengan memperhatikan action, dialog dan kamera serta durasi yang tertera pada storyboard. Masih membahas script cerita, murid-murid saya ajak untuk mempelajari script cerita, dari font dan ukurannya, dilanjut dengan bagian-bagian dari script cerita beserta cara penulisannya. Ada yang lebih saya tekankan ketika membuat kalimat yang ada dialog, dimana ditulis nama yang berbicara, di bawahnya ditulis kalimatnya dan ditulis di tengah. Hal ini berbeda dengan penulisan dialog pada teks drama yang sudah dipelajari oleh murid-murid di kelas X pada pelajaran Bahasa Indonesia. Ketika murid sudah mempelajari contoh script cerita yang merupakan salah satu bagian dari pra produksi, diharapkan murid pada tahap berikutnya dapat menyusun script cerita sendiri dari ide ceritanya masing-masing.

Berikutnya, murid di kelas tersebut saya ajak untuk membuka storyboard “Belajar Vektor”. Storyboard merupakan papan cerita yang berisi kumpulan sketsa gambar yang disusun dengan urut berdasarkan naskah cerita yang ingin ditampilkan. Storyboard biasa digunakan dalam pembuatan film maupun video agar pengarang cerita lebih mudah dalam menyampaikan idenya dengan menggunakan gambar-gambar yang telah disajikan. Storyboard juga bertujuan untuk memudahkan tim produksi dalam hal pengarahan adegan dan tata letak pengambilan gambar yang ingin ditampilkan. Storyboard sendiri telah digunakan sejak tahun 1933 oleh seorang animator bernama Webb Smith. Ide penggunaan storyboard berasal dari gambar-gambar terpisah yang disusun di papan buletin sehingga menciptakan sebuah alur cerita. Dari proses tanya jawab, akhirnya murid-murid mengetahui bagian-bagian dari storybord seperti  nomor scene, nomor cut, durasi, camera, action, dialog, backsound. Dari proses tanya jawab, akhirnya murid-murid juga mengerti perbedaan antara scne dan cut. Proses dialog yang sederhana ini membawa dampak pada pengetahuan murid tentang sscript dan storyboad. Mereka juga saya pantik dengan pertanyaan tentang bagaimana cara menentukan durasi pada storyboad apabila kalian akan membuat storybord. Pertanyaan yang sederhana ini ternyata membuat murid-murid berpikir. Mayoritas belum dapat menjawabnya. Pertanyaan saya ubah sedikit, untuk memancing pendapat mereka. “Apa saja yang diperlukan untuk menentukan durasi pada saat pembuatan storyboard?”, tanya saya lebih lanjut. Pertanyaan inipun ternyata belum bisa dijawab oleh murid. Akhirnya saya berikan pertanyaan yang lebih sederhana lagi. “Ketika di storyboard ada action, gerakan, dan dialog, apakah membutuhkan waktu atau durasi?”, tanya saya kepada murid-murid. Dari pertanyaan ini, mereka serempak menjawab “ya”. “Lalu bagaimana menentukan durasi itu sendiri”, tanya saya lebih lanjut. Dari pertanyaan-pertanyaan inilah, akhirnya murid-murid mengetahui cara menentukan durasi dengan melihat referensi gerakan, melihat dialog dan dicoba terlebih dahulu sehingga dapat ditentukan perkiraan durasinya. Dari proses belajar storyboard ini akhirnya mereka juga belajar istilah-istilah angle camera yang ada di storyboard untuk memantik murid untuk belajar lebih lanjut dari berbagai sumber yang ada di waktu berikutnya. Dengan dikenalkannya storyboard inilah, diharapkan mereka di waktu berikutnya dapat membuat storyboard dari script yang dibuatnya.

Dengan Android yang dimiliki Murid Mengerjakan Film Animasi

Yang lebih menarik dari kegiatan pembelajaran kali ini adalah, saya membagi kelas menjadi dua kelompok besar. Nomor presensi 1 sampai dengan 18 sebagai kelompok A yang akan mengerjakan tugasnya sebagai animator berdasarkan storyboard “Belajar Vektor”, sedangkan nomor presensi 19 sampai dengan 36 sebagai kelompok B yang akan mengerjakan tugasnya sebagai animator berdasarkan storyboard “Doa Ibu”.  Selanjutnya masing-masing murid akan mendapatkan nomor cut yang tertera pada storyboard, untuk cut 1 akan dikerjakan oleh murid dengan presensi nomo 1, seterusnya sampai nomor presensi 18 akan mengerjakan nomor cut 18 pada storyboard judul “Belajar Vektor”. Untuk storyboard “Doa Ibu”, nomor cut 1 akan dikerjakan oleh murid dengan presensi nomor 19 dan seterusnya sampai cut 18 dikerjakan oleh murid dengan nomor presensi 36. Dari proses inilah, setiap murid memiliki tanggungjawab sendiri untuk membuat gerakan animasi sesuai dengan storyboardnya. Di sisi lain, setiap murid juga harus sinkron dengan teman-temannya, karena antara cut pada storyboard saling berkaitan dan harus mengacu pada standar karakter yang sama. Dari proses inilah dibutuhkan kemampuan menyesuaikan diri dengan cerita yang tertuang di dalam script dan storyboard. Setelah selesai, maka karyanya dikirim ke group whatsapp untuk mendapatkan respon dari saya. Dalam hal ini, saya bertindak sebagai supervisor terhadap jalannya produksi film animasi tersebut. Setelah mendapatkan persetujuan maka filenya dikirim ke drive yang sudah diberikan  dengan nama file nomor cut dengan extensi mp4. Dari proses pembelajaran ini sengaja murid-murid ini untuk belajar berdisiplin terhadap prosedur yang ditetapkan. Selain mereka bertanggungjawab terhadap dirinya sendiri, mereka juga belajar untuk saling koordinasi dalam satu tim. Hasil kumpulan cut demi cut tersebut selanjutnya dilakukan compositing dan editing menjadi sebuah film animasi yang sederhana. Meskipun pada tahap ini belum dilakukan pewarnaan, namun hasil compositing dan editing sudah dapat dinikmati. Hasil dua film dari kelompok A dan kelompok B dapat dilihat di bawah ini.

Hasil Film Animasi Kelompok A Kelas X Animasi 4 SMK N 11 Semarang

Hasil Film Animasi Kelompok B Kelas X Animasi 4 SMK N 11 Semarang

Sebagai bentuk penghargaan untuk mereka, di bagian akhir dari film tersebut dituliskan credit title, dengan mencatumkan nama-nama murid sebagai animator. Murid yang mendapatkan tugas sebagai compositor dan editor juga dicantumkan di dalam credit title tersebut. Credit title dapat digunakan pula sebagai bukti porotofolio murid, karena jejak digital yang diunggah di youtube sebagai bukti otentik mereka.

 

 

Leave a Comment Cancel Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Exit mobile version