Mendidik pada dasarnya adalah menuntun kodrat anak didik agar berkembang untuk mencapai kebahagiaan setinggi-tingginya, memberikan kebermanfaatan untuk dirinya dan lingkungan masyarakat, bangsa dan negaranya. Salah satu kodrat yang perlu dikembangkan dalam proses mendidik adalah kodrat bahwa anak didik itu memiliki keunikan masing-masing. Sebagai konsekuensinya dalam proses pembelajaran di dunia persekolahan hendaknya memberikan ruang dan waktu untuk mengembangkan potensi sesuai dengan passion yang dimiliki anak didik. Passion merupakan gairah besar untuk melakukan sesuatu yang ia sukai/dianggap penting. Passion bukan sekedar mengembangkan bakat yang dimiliki anak, namun jauh lebih dari anak perlu diberikan tantangan dan feedback secara kontinyu sehingga anak didik akan terus mengembangkan sehingga mencapai versi terbaiknya. Passion bukan sekedar mengembangkan hoby dan kesenangan, namun anak memiliki passion ketika mampu menghadapi tantangan dan tekanan sehingga potensi yang dimilikinya mampu berkembang pesat.
Selama ini banyak passion anak didik kita yang belum dapat berkembang karena lingkungan di sekitarnya belum menjadi faktor pendukung atau sistemnya belum dikondisikan untuk mengembangkan passion anak didik tersebut. Di SMK pada prinsipnya sejak awal sudah memberikan ruang untuk memilih jurusan yang setidak-tidaknya sesuai dengan keinginan anak didik. Misalnya di jurusan Animasi, setidak-tidaknya anak-anak yang masuk sudah memiliki keinginan untuk mempelajari dan memperdalam seni terapan yang berkaitan dengan gambar, ilustrasi, animasi 2D dan animasi 3D. Meskipun yang masuk di jurusan Animasi passion anak didik pasti berbeda-beda. Di antara mereka pasti ada yang memiliki passion di bidang membuat cerita, membuat sketsa, membuat pewarnaan, modeling 3D, animate 3D maupun animate 2D. Passion anak didik yang berbeda-beda tersebut tidak akan berkembang dengan baik manakala kita sebagai pendidik memberikan cara-cara yang liner dalam mengajar. Cara linier yang dimaksud adalah memberikan cara secara seragam untuk setiap anak didik dengan mengisi materi yang sama dalam waktu yang sama. Anak didik hanya akan menjadi robot yang mengikuti perintah kita, akhirnya passion yang seharusnya berkembang terkebiri oleh sistem yang kita ciptakan. Jika demikian, patut dipertanyakan sudahkah kita memanusiakan anak didik kita?
Selama ini kita dalam mengajar memang masih terbiasa dengan sistem menyeragamkan dengan mengisi materi-materi yang sama pada kurun waktu tertentu. Memang tidak salah cara-cara itu karena dalam kurikulumnya memang dibuat seperti itu. Namun sebagai guru, bisakah kita merdeka untuk menerjemahkan kurikulum itu dengan menghargai perbedaan potensi dan keunikan masing-masing peserta didik? Seharusnya bisa kita merdeka dalam menerjemahkan kurikulum itu dengan memberikan porsi materi yang berbeda-beda dari setiap anak didik. Lebih manusiawi ketika anak didik yang tidak memiliki passion di bidang gambar, tidak dipaksakan harus menguasai gambar, namun sebagai gantinya diberikan tantangan yang lebih sesuai dengan passionnya misalnya di bidang modeling 3D dan sebagainya.
Cara-cara inilah yang dilakukan di jurusan Animasi SMK Negeri 11 Semarang dengan memberikan tantangan yang lebih sesuai dengan passionnya masing-masing melalui program one day one project. Dari kegiatan ini akhirnya ditemukan banyak siswa yang mampu mengembangkan passionnya masing-masing. Bagaimana mengembangkan passionnya sampai pada pencapaian hasil yang terbaik sesuai versinya masing-masing? Salah satu caranya adalah menjalin komunikasi dengan pihak industri.
Beberapa hari ini saya mendampingi salah satu siswa yang bernama Nafisa Aliya yang sejak semester 1 memiliki passion di bidang ilustrasi. Challenge saya berikan sejak awal masuk dengan memberikan tantangan yang lebih daripada yang lainnya yang berdampak pada peningkatan kualitas karya ilustrasinya. Dari karya-karya yang selalu saya posting di media sosial maupun status whatsApp ternyata dilihat oleh freelancer dan mendapatkan respon baik. Akhirnya anak tersebut mendapatkan tawaran untuk mengikuti seleksi agar bisa masuk project industri di bidang ilustrasi.
Seleksi pertama hanya dengan waktu 4 jam, peserta harus mampu membuat sketsa gambar dengan tiga pose dari karakter yang sudah diterukan
Pagi harinya baru mendapat pengumuman, ternyata hasilnya belum masuk standar. Namun nasib baik masih berpihak pada Nafisa, ia diberikan kesempatan untuk membuat kembali selama 2 jam, dengan hasil yang semakin membaik dan dinyatakan lolos untuk masuk project industri.
Proses seleksi yang ketat, dengan tekanan mental yang kuat, deadline waktu yang ketat yang membuat Nafisa memiliki mental yang kuat. Menurut penuturan ibunya, anak tersebut awalnya memiliki sifat yang manja, dengan tantangan yang berat sesuai dengan passionnya justru membuat Nafisa semakin kuat. Ibarat baja, akan menjadi senjata yang tajam dan kuat harus dibakar dengan suhu yang tinggi, ditempa secara terus menerus. Beberapa hari mengikuti seleksi yang ketat dengan membuat gambar sesuai dengan pesanan industri yang dibatasi oleh waktu yang terbatas, ia mampu membuat gambar yang proporsional sesuai standar industri yang tinggi. Mulai hari ini 8 Maret 2022, Nafisa yang masih duduk di bangku kelas X jurusan Animasi SMK Negeri 11 Semarang ini mendapatkan kesempatan mengikuti project industri dengan gaji 1,4 Juta per minggunya. Pemberian tantangan untuk mengembangkan passion anak didik seperti Nafisa ini dibutuhkan fleksibilitas kurikulum dan jejaring yang kuat dengan industri. Semoga dengan cara inilah, muncul Nafisa-nafisa yang lainnya yang mampu mengembangkan potensinya untuk mencapai versi terbaiknya sesuai dengan passionnya masing-masing.