Ruang Refleksi Siswa dari Tragedi Kanjuruhan

Tragedi kanjuruan yang merenggut ratusan anak manusia menjadi hantaman keras yang menggambarkan bahwa pendidikan karakter di bumi pertiwi masih perlu terus digiatkan dari semua lini. Di dunia persekolahan yang masih berorientasi pada pencapaian kurikulum yang lebih banyak pada mengisi konten-konten materi. Penanaman pendidikan karakter melalui olah pikir, olah rasa dan olah laku belum dilakukan secara masif. Ketika penanaman karakter hanya sebatas nasihat dari guru kepada peserta didik, proses tersebut kurang bermakna bagi peserta didik. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan olah pikir, olah rasa melalui budaya dialektika yang dapat dilakukan di group whatsApp.  Dari budaya dialektika ini diharapkan akan muncul kesadaran diri sehingga jiwa empati akan muncul. Berikut beberapa hasil olah pikir dan olah rasa setelah saya pantik dengan pertanyaan: “Menurut kalian, apa yang kalian rasakan dan tindakan apa selanjutnya dengan berkaca  dari kerusuhan di Kanjuruan?”.

Yang saya pikirkan atas kejadian ini seharusnya ini tidak harus terjadi mengapa kita harus berkelahi tidak ada gunanya, dan yang saya rasakan jelas merasa kasihan dan saya merasa terkejut dengan adanya 127 orang meninggal dunia dan tindakan selanjutnya harus diserahkan ke pihak berwajib dan mengadakan perdamaian antar suporter karena damai itu indah (M. Ramadhan).

Menurut saya, saya merasa kasihan terhadap para korban jiwa yang terjadi di kanjuruhan dan juga saya merasa sangat kecewa terhadap kejadian ini karena para suporter tidak memiliki attitude yang baik dari sebelum-sebelumnya juga para suporter aremania dan juga bonek sering bergaduh namun kali ini begitu parah seharusnya pihak keamanan membatasi jumlah penonton sehingga kericuhan tidak terjadi semoga korban jiwa mendapatkan tempat terbaik di sisi Tuhan YME  (Raffa-el Bintang).

Menurut saya para orang tua harus mendidik karakter anaknya dari kecil. Dan juga kita sendiri harus saling mentolerasi meskipun berbeda pendapat dan keyakinan. Karena seperti semboyan negara kita bhineka tunggal ika ,berbeda-beda tetapi tetap satu. Jadi seperti kejadian kerusuhan kanjuruan, sama sekali tidak mencerminkan sebagaimana kita harus bersikap. ketika tim sepak bola kesayangan kita kalah apakah kita harus menyerang supporter dari tim lawan? Sehingga banyak korban tak bersalah berjatuhan atau kita seharusnya bisa menerimanya dengan berlapang dada (Benedictus).

Yang saya pikirkan atas kejadian ini, jika sepakbola lebih mahal daripada nyawa maka kami lebih memilih hidup tanpa sepakbola. Saya merasa sangat sedih atas kejadian kerusuhan di Kanjuruan, karena saya tau salah satu dari korban itu adalah anak balita yang tidak bersalah dan belum mengetahui apa apa, maka seharus nya sebagai supporter mereka yang lebih tua harus lebih berpikir dewasa (Putri R).

Menurut saya, setidaknya jangan langsung bertindak egois dengan cara tersebut, banyak sekali minus dari tindakan itu. Saya merasa iba kepada orang orang yang tidak bersalah ikut terkena dampak dari kerusuhan tersebut. Saya ingin semua sadar dan mengambil makna bahwa kerusuhan tersebut bisa merengkut banyak nyawa dan bahkan dari orang orang tidak bersalah hanya karena emosional diri sendiri (Kanza).

Jujur saya terkejut karena kerusuhan di laga sepakbola Indonesia, terlebih saya juga suka dunia persepakbolaan. Menang kalah itu sudah wajar,tapi jika terlalu fanatik terhadap sesuatu hal jangan sampai menghilangkan nyawa.pembelajaran yg saya dapat dari insiden ini adalah kita harus bisa menerima apapun yg terjadi.karena hidup itu seperti roda yg berputar,kadang dibawah kadang juga di atas (Iqbal).

Ketika seseorang bertindak dengan keadaan pikiran yang sedang emosi dan marah,maka dampaknya adalah kejadian seperti yang disebutkan itu. Saat melihat,dan membaca terkait berita itu,baik di tv atau hp, saya merasa kasihan,karena banyak orang yang tidak ikut serta dalam kerusuhan justru malah yang terkena dampaknya, sehingga anak kecil yang tidak mengerti apa-apa pun terkena dampak dari kerusuhan tersebut. Dari kegiatan ini juga kita bisa belajar bahwa cara untuk menyelesaikan masalah adalah dengan pikiran yang benar benar dingin, dan dalam keadaan tidak tersulut emosi, bertindak dengan memikirkan dampak yang akan terjadi jika melakukan hal itu, dengan ini kita juga belajar menjadi orang yang tidak egois (Fellisya).

Yang saya pikirkan tentang kejadian ini, seharusnya kita sportif, terutama untuk menjadi suporter dan yang saya rasakan, pastinya turut berduka atas meninggalnya 127 suporter aremania.  jangan mengaku pecinta bola jika tidak menerima kekalahan dan kekurangan dalam tim tersebut dan hindari sifat gengsi, karena menimbulkan kericuhan seperti kejadian tersebut yang membahayakan nyawa orang yang bersalah ataupun tidak bersalah (Arindah).

Yang saya pikirkan sejatinya menonton sepak bola hanya untuk hiburan bukan berujung kuburan,tak ada yang salah mencintai sepak bola tak ada salah pula mendukung klub kesayangan sepenuh hati. Namun,kalau nyawa menjadi taruhan itu jelas kesalahan, sayang seribu sayang ditengah prestasi sepak bola kita yang tengah meningkat,suporter masih saja kehilangan akal sehat,perilaku seperti itu hanyalah fenatisme semu,nikmati sepak bola secukupnya, dukung tim kesayangan sewajarnya. Jangan ada lagi korban dari sepak bola kita,sudahi potret kelam sepak bola tanah air (Evan Arya).

Permainan sepak bola selalu ada yang kalah dan menang dan itu wajar, tetapi kalau sampai terjadi kerusuhan seperti itu mereka pikiran nya masih anak kecil. Dengan kejadian ini saya lebih mengerti kalau berharap sesuatu yang berlebih dan gagal menggapainya kita akan mendapatkan rasa sakit pikiran/mental/hati dan sebagainya, jadi jangan terlalu berharap berlebihan (Yosepta).

Ketika saya melihat sosmed terus muncul berita tersebut saya terkejut karena kerusuhan di laga sepakbola Indonesia, terlebih saya juga suka dunia persepakbolaan. Menang Kalah itu sudah wajar,tapi jika terlalu fanatik terhadap sesuatu hal jangan sampai menghilangkan nyawa.pembelajaran yang saya dapat dari insiden ini adalah kita harus bisa menerima menang atau kalah nya suatu permainan khususnya sepak bola.Karena tidak ada sepak bola seharga nyawa (Almendo).
Yang saya pikirkan tentang kejadian tersebut adalah mengapa harus dengan kekerasan dan perkelahiaan. saya merasa kecewa dengan perbuatan tersebut dan banyak korban yang ikut terseret dalam kejadian terebut. Dari kejadian terebut kita belajar bahwa menyelesaikan masalah tidak harus denga kekerasan, perkelahian dan sebaiknya pikir dulu sebelum bertindak. dan pikirkan dampaknya (Khoirunisa).

Saat melihat berita ini yang saya pikirkan adalah kenapa mereka harus melakukan hal tersebut padahal mereka tau akan berdampak besar bagi orang lain. Yang saya rasakan tentunya miris karena kejadian tersebut banyak memakan korban terlebih lagi korban tersebut banyak anak anak dan ibu ibu, setelah dari kejadian tersebut seharusnya supporter harus berlapang dada jika menang atau kalah bukan malah membuat kericuhan sampai memakan korban ratusan jiwa, jika menyukai sesuatu jangan terlalu obsess sampai sampai melukai orang lain jika sudah begini siapa yang mau disalahkan (Gisela).

Yang saya pikirkan yaitu para penggemar terlalu termakan oleh emosi . Yang berarti mereka memiliki EQ (Emotional Quotient ) yang rendah yang bisa disebut dengan kecerdasan emosi yang rendah . Mereka kurang bisa untuk mengendalikan emosi , dimana saat ada kekalahan mereka malah memilih untuk menyelesaikan dengan cara baku hantam daripada menerima dengan lapang dada. Yang saya rasakan kasihan dan kecewa karena pertama , saya kasian terhadap korban jiwa yang tak bersalah malah terkena baku hantam . Kedua , saya kecewa karena mereka memilih menggunakan kekerasan drpd menerima kekalahan dengan lapang dada . Tindakan selanjutnya dengan berkaca dari kejadian kerusuhan di Kajuruan adalah perlunya mengendalikan emosi dari kecil , selalu berpikir sebelum bertindak , dan selalu lapang dada  (Febi Aritonang).

Saya baru saja baca update terbaru, disebut bahwa ada 182 korban tewas, dan 182 itu bukanlah angka yang kecil. banyak pihak yang harus disalahkan, seperti pihak stadion yang menjual tiket terlalu banyak, stadion yang tidak berstandar FIFA, dan pihak kepolisian yang memakai gas air mata padahal sudah dilarang dalam peraturan internasional. namun yang mesti paling disalahkan adalah para supporter itu sendiri, indonesia mempunyai sejarahnya sendiri mengenai fans yang sangat anarkis, membuat kericuhan dimana-mana. kejadian ini bahkan bukanlah pertama kali terjadi, namun ini merupakan dampak paling parah dari segala macam kericuhan yang pernah terjadi di indonesia. fans yang gampang terpancing emosi, gampang di provokator (salah satu alasannya adalah rata rata umur supporter yang masih 16-20 tahun) merupakan penyebab utama tragedi ini. Saya merasa cukup sedih dan muak akan kejadian ini. saya merasa seharusnya tragedi ini tidak akan pernah terjadi apabila adanya “crowd control” yang baik dan para fans memiliki sikap yang dewasa. saya berharap semua orang tertampar dan dapat belajar dari kejadian ini, karena akan ada banyak orang yang membenci sepak bola indonesia terkhususnya keluarga korban, karena tragedi ini (M. Alvian).

Yang saya pikirkan dari kejadian tersebut adalah supporter adalah untuk mensupport agar tim yang didukung mejadi lebih samangat, bukan merusuh ketika tim yang didukungnya kalah. Yang saya rasa dari kejadian ini saya merasa kasihan dengan keluarga yang ditinggalkan. Karena kejadian ini saya harap kedepannya lebih banyak lagi orang orang yang sadar bahwa kekalahan club sepak bola yang mereka dukung bukanlah alasan untuk mereka berbuat rusuh, karena menang dan kalah itu wajar, jadi kita harus bisa tenang dan sabar seperti fans emyu (Moreno).

Dari olah pikir dan olah rasa ini, saya punya keyakinan bahwa cara ini dapat membentuk kesadaran diri tentang betapa pentingnya hidup dengan sudut pandang yang berbeda-beda, menumbuhkan empati, menghargai. Mungkin karena jarangnya kegiatan diskusi seperti ini, sehingga anak-anak semakin tumpul perasaannya, memiliki pandangan yang sempit terhadap suatu permasalahan.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *