Renungan Waisak bagi Pendidik

Tri Suci Waisak diperingati oleh Umat Buddha untuk mengenang tiga peristiwa yakni Sidharta Gautama lahir di taman lumbini, Sidharta Gautama mencapai penerangan sempurna di bawah Pahon Bodhi dan Sidharta Gautama Parinibana (wafat) di bawah Pohon Sala. Tiga peristiwa tersebut berlangsung pada bulan purnama di bulan Waisak. Pada Tahun ini waisak diperingati pada tanggal 4 Juni 2023 dengan berbagai prosesi kegiatan yang agak berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Di tahun ini, waisak semakin semarak dan semakin viral ketika 32 Bhikkhu dari berbagai negara melakukan ritual meditasi berjalan yang disebut dengan thudong dengan menempuh jalan kaki dari Thailand sampai Candi Borobudur. Prosesi lainnya adalah pengambalian air suci dari Jumprit dan api dharma dari Mrapen Grobogan. Prosesi-prosesi tersebut sebuah ritual yang secara simbolik lebih mudah dibaca oleh masyarakat.

Kelahiran Sang Bodisatwa (Sidharta Gautama) ke dunia merupakan kelahiran terakhir sebelum mencapai Buddha. Di Taman Lumbini, Sang Bodisatwa lahir dari rahim Dewi Maya seorang istri raja Sudodana. Kelahirannya sudah diramalkan oleh pertapa Asita atau lebih dikenal sebagai Kaladewala, bahwa kelak bayi tersebut pada masa dewasanya akan menjadi Buddha. Ketika menghadap raja Sudodana, perta Kaladewala tertawa dan selanjutnya menangis. Ia tertawa karena putra mahkota tersebut kelak akan menjadi Buddha yang akan mengajarkan tentang jalan membebaskan penderitaan di dunia. Ia menangis karena di usia yang sudah tua tidak bisa mengenyam ajarannya.

Raja Sudhodana tidak ingin putranya menjadi Buddha, karena yang diinginkan adalah menjadi raja menggantikan kedudukannya, sehingga dalam kehidupan masa kecil sampai remaja, Sidharta selalu hidup berlimpah, dilayani, bahkan para dayang-dayang yang ada di kerajaan selalu yang muda-muda. Dengan harapan supaya tidak melihat kesunyataan bahwa  kehidupan itu seperti layaknya bunga, dari kuncup, mekar dan akhirnya layu. Namun dalam perjalanannya waktu, akhirnya Sidharta melihat kondisi di luar kerajaan yang kehidupannya sangat berbeda. Di luar istana, Sidharta melihat orang sakit, orang meninggal dan melihat seorang pertapa. Dari situlah muncul keinginan untuk meninggalkan keduniawian, untuk mencari obat penderitaan di dunia. Akhirnya Sidharta meninggalkan kerajaan dan menjadi seorang pertapa. Selama 6 tahun menjalani kehidupan sebagai pertapa yang ekstrim, namun itupun tidak mendapatkan pencerahan. Akhirnya Sidharta meninggalkan kehidupan bertapa dan melakukan proses meditasi di bawah pohon Bodhi. Sidharta Gautama akhirnya mencapai penerangan sempurna yang merupakan buah dari hasil perjuangan yang luar biasa. Penerangan sempurna bukan suatu pemberian dari Dewa, namun sebuah perenungan atau mawas diri melalui meditasi. Selanjutnya Siddharta Gautama  mengajarkan empat kebenaran Ariya (Cattari Ariya Saccani) tentang jalan yang menuju terhentinya penderitaan yakni pengertian Benar (sammâ-ditthi), Pikiran Benar (sammâ-sankappa), Ucapan Benar (sammâ-väcä), Perbuatan Benar (sammâ-kammanta), Pencaharian Benar (sammâ-ajiva), Daya-upaya Benar (sammâ-vâyama), Perhatian Benar (sammâ-sati) dan Konsentrasi Benar (sammâ-samâdhi).

Dari kisah Siddharta yang berjuang untuk membebaskan penderitaan, dapat diambil hikmah bahwa untuk mencapai kualitas kehidupan yang lebih baik diperlukan jalan tengah, tidak terlalu ekstrim. Ibarat sebuah sinar, ketika senar dikencangkan maka bunyinya terlalu melengking, ketika terlalu dikendorkan maka bunyinya terlalu lemah. Sidharta seorang guru yang karyanya dalam bentuk Dharma sampai sekarang masih digunakan sebagai jalan kehidupan (the way of live). Dharma sebagai obat, siapapun yang akan menggunakan obat tersebut dapat mencobanya. Bahkan pesan Buddha jangan percaya dengan apa yang disampaikan sebelum mencoba dan merasakan kasiatnya. Dharma bukan sebuah teori, namun harus dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.  Dari uraian di atas memberikan pesan moral bagi pendidik, bahwa mendidik itu bukan sekedar teori, namun perlu adanya olah pikir, olah rasa dan olah laku. Perubahan Mindset (perubahan pola pikir) menjadi fist thinking untuk membangun pendidikan di masa depan. Hanya perubahan mindset yang dapat menggerakan semuanya. Fist thinking dari pendidikan adalah menuntun kodrat anak didik agar menjadi manusia seutuhnya agar mencapai kebahagiaan setinggi-tingginya, bahagia lahirnya, bahagia batinnya, agar mampu memberikan kebermanfaatan bagi dirinya dan sekitarnya. Semoga kisah Siddharta Gautama menjadi inspirasi bagi pendidik untuk terus menggelorakan semangat dan bangkit dari keterpurukan di dunia pendidikan. Selamat Hari Waisak. Semoga semua makhluk hidup berbahagia.

 

Leave a Comment Cancel Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Exit mobile version