Perkawinan antara industri dan SMK merupakan sebuah keniscayaan di era saat ini. Perkembangan teknologi dan informasi yang ada di industri jauh lebih melesat dibandingkan dengan dunia SMK. Mengapa hal ini terjadi, karena pada umumnya zona nyaman di sekolah masih membelenggu. Apalagi di dunia persekolahan, segudang materi diberikan kepada siswa, ibarat sebuah botol yang terus diisi dengan air. Ketika sudah tidak mampu menampungnya, maka tumpahlah airnya. Ketika banyak materi umum yang secara terpisah disampaikan ke siswa, sedangkan perkembangan teknologi dan informasi di SMK yang relatif lambat diikuti karena upskilling juga jarang diikuti oleh guru, maka kondisi tersebut memperlebar kesenjangan antara SMK dan industri. Dalam situasi seperti ini, maka hubungan yang saling menguntungkan antara industri dan SMK harus terus dilakukan. Maka dari itu perkawinan antara industri dan SMK harus secara cepat dilakukan.
Perwakinan antara industri dan SMK pada kurikulum merdeka sudah mendapatkan porsi besar, terbukti kegiatan magang sudah menjadi mata pelajaran tersendiri. Namun sayangnya, pelaksanaannya dilaksanakan di kelas XII. Dari sisi waktu, apakah tidak terlalu lama ya menunggunya? Mengenalkan siswa terhadap pekerjaan-pekerjaan di industri akan lebih baik dilakukan sejak dini. Mencicipi pekerjaan di industri sejak dini justru akan memicu semangat siswa, sehingga mereka akan lebih konsentrasi dan siap untuk bekerja nantinya. Tentu pemilihan pekerjaan di tempat industri harus mempertimbangkan minat, bakat dan passion yang dimiliki siswa.
Beberapa waktu yang lalu, kami dari jurusan Animasi SMK Negeri 11 Semarang sudah mengirim 12 siswa kelas X ke studio yang bergerak di bidang indusri kreatif. Sebanyak 6 siswa di Studio Animars dan 6 siswa di studio Keitoto. Dalam setiap perbincangan dengan pemilik studio, saya pasti menawarkan sebuah program tentang pernikahan antara sekolah dan industri. Berbagai alternatif yang bisa diambil oleh industri antara lain sebagai tempat magang (minimal 6 bulan), memberikan penguatan-penguatan di sekolah maupun pelatihan sehingga sekaligus dapat merekrut siswa untuk mengikuti magang, atau bahkan menjadi partner kelas industri. Di kelas industri tersebut, pekerjaan-pekerjaan dari studio dapat diberikan ke pihak sekolah, sehingga siswa benar-benar melakukan project riil. Tidak harus semua siswa, hanya siswa yang diterima project industri dan menjadi kelas khusus yang disebut kelas industri. Dari perbincangan-perbincangan tersebut ternyata mendapatkan respon positif dari Mas Malik sebagai founder Keitoto Studio. Malam ini, 2 Juni 2023, saya mendapatkan pesan whatsapp dari Mas Malik untuk membahas tentang usulan-usulan yang pernah saya sampaikan sebelumnya.
“Sebelumnya maaf njeh pak ganggu malem-malem. Pak, ini materi saya untuk sharing-sharing di kelas SMK sudah hampir selesai. Kira-kira sekitar 2 minggu lagi saya main ke SMK buat sharing2 saget mboten njeh pak? Untuk awalan, mungkin saya pengin sharing bagaimana dunia kerja, sistem workflow dalam sebuah perusahaan, dan apa saja materi yang harus dikuasai ketika sudah magang atau bekerja di perusahaan”, pesan Mas Malik. Sebuah tawaran yang menarik dan justru datangnya dari studio. Inilah yang sudah kami nanti-nantikan agar ada perusahaan atau industri/studio yang siap untuk berbagi dengan anak-anak di sekolah. Memang inilah yang kami harapkan. “Wah menarik ini mas”, respon cepat saya. “Kemudian setelah itu seperti yang pak Diyarko obrolkan kemarin, kita mungkin bisa kerja sama untuk melatih anak-anak dari kelas 10 untuk rutin diberi challange setiap minggunya. Insya Allah kami pihak studio siap memberikan mentoring via online sekali seminggu untuk anak-anak supaya dapat evaluasi di setiap karyanya”, lanjut Mas Malik memberikan penjelasan secara lebih lengkap.
“Siap-siap mas. Saya sampaikan ke ketua jurusan”, jawab saya.
“Njeh pak. Mohon maaf sebelumnya ya pak, namun nanti selama proses mentoring mingguan rutinan, apabila ada beberapa anak yang kami lihat (maaf) kurang antusias atau kurang niat dalam mengikuti kegiatan, kita terpaksa tidak mengikutkan anak tersebut ke dalam program. Tadi saya sama tim sudah ngobrol, hal ini supaya menjaga ke efisiensi waktu ketika mentoring. Bagaimana menurut njenengan pak?”, penjelasan lebih lanjut dan sekaligus meminta persetujuan atas usulan yang menarik dan bagus. “Sangat setuju. Jika perlu ada model seleksi mas. Ini namanya kelas industri Keitoto. Bisa dilaksanakan di sekolah. Dengan sistem mentoring. Pekerjaan pekerjaan keitoto bisa dikerjakan pula di sekolah”, jawab saya lebih lanjut. “Baik pak, untuk awalan kita mungkin akan mengikutkan semua dulu saja tidak apa-apa. Pak Diyarko mungkin bisa menyampaikan ke anak-anak bahwa selama program berlangsung, tidak menutup kemungkinan akan ada beberapa anak yang dikeluarkan dari program karena antusiasme dan niat yang kurang. Dari kita sendiri, kita akan melakukan program selama 3 kali mentoring, dari situ kita ada data (KPI) yang menunjukkan mana anak yang sering telat ngirim tugas, tidak memperhatikan, dan lain-lain. Apabila selama tiga kali mentoring anak tersebut masih sama sikap dan progresnya, maka dengan terpaksa kita keluarkan dari program. Untuk jadwal feedback dan mentoring, kita akan melakukannya setiap hari Jumat njeh pak via Google Meet, nanti anak-anak dikumpulkan di Google Meet tersebut, melihat karya dari teman-temannya di beri feedback, saran, dan kritik membangun. Di pertemuan ke sekian, setelah kita melihat potensi-potensi dari anak-anak, akan kita ajak untuk magang di Keitoto di kelas 11 atau 10″. Apabila diperbolehkan, setiap sebulan sekali kami ingin sharing-sharing rutin tentang bagaimana dunia kerja, harusnya seperti apa, tips & tipsnya, cara memulai freelance atau bisnis di bidang kreatif, dan lain-lainnya. Jumat depan pak, rencana kami akan ke sekolah. Namun untuk acara sharing-sharingnya mungkin Jumat depannya lagi”, ungkap Mas Malik lebih detail lagi.
Bahagia rasanya ketika mendapatkan pesan yang menurut saya adalah awal jalan yang baik untuk membangun keterhubungan antara sekolah dan masyarakat. Keterhubungan antara sekolah dan masyarakat merupakan salah satu bagian dari empat area perubahan untuk membangun sekolah masa depan. Terciptanya hubungan yang baik dengan industri merupakan keniscayaan yang harus dilakukan oleh kedua belah pihak. Simbiosis mutualisme, saling memberi dan saling menerima, saling menguntungkan kedua belah pihak, menjadi kunci kelanggengan hubungan tersebut. Ibarat sebuah keluarga yang dijalin, maka keterbukaan di antara keduanya sangat dibutuhkan. Dalam ajaran Ki Hajar Dewantoro, membangun hubungan antara sekolah dan masyarakat merupakan bagian dari Tri Sentra Pendidikan. Tiga pusat pendidikan yang harus dikembangkan secara seimbang antara lain sekolah, keluarga dan masyarakat.
you can ask my friend Hajar Sabrani by hajarsabrani @gmail.com
Hi, I read your new stuff daily. Your story-telling style is
witty, keep it up!
Tankyou