Belajar itu tidak hanya dibatasi empat dinding kelas, bahkan lingkungan sekitarpun dapat menjadi kelas mereka untuk menuangkan kreativitas dalam berkarya. Gambar di atas merupakan hasil karya Tiara siswa kelas X Animasi SMK Negeri 11 Semarang ketika mendapatkan challenge berkarya bebas dengan tema lingkungan sekitar sekolah. Dalam suasana yang cerah, mereka keluar dari kelas dan mengambil tempat yang nyaman untuk melihat objek-objek yang menarik di sekitar sekolah. Mereka membawa kertas dan pensil untuk membuat sketsanya. Dari tantangan ini, siswa secara langsung mempelajari tentang sketsa, perspektif, arsiran gelap terang. Usai siswa membuat sketsa, proses selanjutnya dilakukan konsultasi kepada guru pengampu. Ketika sketsa yang dibuat disetujui, maka mereka dapat melanjutkan memberikan arsiran gelap terangnya. Diperlukan feedback dari guru pengampu yang mampu melejitkan karya-karya mereka. Perlu adanya budaya dialektika untuk memantik sehingga siswa dengan penuh kesadaran melakukan proses perbaikan terhadap karya. Proses inilah yang disebut dengan remedial sehingga tidak harus menunggu setelah ulangan harian. Remedial bagian dari proses pembelajaran untuk melejitkan karya siswa sehingga ada progress yang lebih baik. Bukan saatnya membandingkan karya siswa yang satu dengan siswa yang lainnya, namun justru membandingkan terhadap dirinya dari waktu ke waktu.
Seperti halnya dengan kegiatan remedial yang dilakukan oleh Tiara, ada sebuah pantikan yang tidak menyuruh namun memberikan dampak kepada Tiara untuk meningkatkan kualitas karyanya. Ketika saya pantik dengan perkataan, “Bagaimana tekstur kayu, arsiran apa yang perlu mbak Tiara lakukan agar terlihat seperti tekstur kayu?”. Tiara saat itu sempat berpikir agak keras. Saya tunggu agak lama, dan akhirnya dia mencoba membuat arsiran dengan memberikan perbedaan warna yang lebih gelap untuk memberikan kesan mendalam. “Begini Pak?”, ungkap Tiara sambil memperlihatkan arsirannya. Saya tidak langsung menjawab, tapi justru bertanya kembali, “Menurutmu apa perbedaannya dari yang tadi sebelum ditambah dengan arsiran dengan warna yang lebih gelap?”. “Menurut saya sih, lebih bagus sekarang, Pak”, jawab Tiara. “Oke apa yang akan kamu lakukan agar karya kamu lebih wow lagi”, pantikan saya berikan kembali. “Saya akan memberikan arsiran yang lebih detail, Pak”, jawab Tiara. “Kira-kira kapan, mbak Tiara akan mengirim hasil karyamu?”, tanya saya lebih lanjut untuk memastikan tentang tindak lanjut dari kegiatan ini. “Insaallah, nanti malam Pak”, jawab Tiara dengan penuh percaya diri.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut merupakan salah satu bagian dari power question yang memantik, memberdayakan sehingga guru tidak lagi menyuruh, tidak lagi menasehati, tidak lagi melarang dan tidak lagi marah-marah terhadap kegiatan yang dilakukan siswa. Output dari pertanyaan ini adalah adanya kesadaran diri siswa untuk berkarya untuk mencapai versi terbaiknya masing-masing. Sudahkah kita menerapkan power question dalam mendidik anak-anak kita?