“Pabbajja Samanera Sementara” Latih Kesadaran Penuh

Liburan akhir semester ini, sebagian besar siswa memanfaatkan untuk kegiatan wisata. Hal ini nampak dari story-story whatsapp yang menampilkan tempat-tempat wisata. Namun ada sebagian murid yang beragama Kristiani lebih banyak melaksanakan kegiatan berkaitan dengan natal.  Ada sebuah kebahagiaan ketika melihat murid-murid bisa menikmati liburan dengan penuh makna. Dalam tulisan ini, saya akan mengekspose salah satu murid yang bernama Raditya. Dia murid kelas XI jurusan Gim di SMK N 11 Semarang yang beragama Buddha. Pada liburan akhir semester ini, sejak penerimaan rapport tanggal 15 Desember 2023, ia langsung berangkat ke Candi Borobudur. Tidak untuk hiling ataupun wisata, namun ia mengikuti kegiatan Pabaja Samanera.

Pabbajja Samanera merupakan kegiatan untuk melatih umat Buddha mempraktekkan kehidupan meninggalkan keduniawian. Pabbajja dalam literatur pali mengacu pada tindakan meninggalkan kehidupan berumah menuju kehidupan tanpa rumah. Pabbajja Samanera merupakan pelatihan sementara calon Bhikkhu dengan menjalankan 75 sila (vinaya) ajaran Buddha. Kegiatan ini digelar oleh Majelis Agama Buddha Mahanikaya Indonesia (MBMI). Di antara rangkaian Pabbajja Samanera tersebut diawali dengan upacara potong rambut.   

Apa tujuannya memotong rambut hingga sampai gundul? Rambut merupakan simbol keduniawian. Bahkan orang secara umum terutama kaum wanita, rambut diibaratkan sebagai mahkotanya. Apa yang terjadi ketika rambut tiba-tiba dicukur sampai habis? Tidak banyak orang yang rela untuk menyerahkan rambutnya dipotong. Namun dengan mengikuti kegiatan Pabbaja Samanera, peserta harus rela menyerahkan rambutnya untuk dipotong sampai habis. Tujuannya tidak lain adalah melatih melepaskan keakuan dalam diri.

Raditya Mengikuti Pabaja Samanera di Candi Borobudur

Setelah pemotongan rambut mereka ditabis oleh para bhikkhu untuk menjadi samanera sementara. Tujuannya adalah berlatih menjalankan vinaya (aturan kebhikuan), melakukan kegiatan meditasi bahkan sampai mengikuti latihan pradaksina (meditasi berjalan) dan melaksanakan kegiatan tudong yaitu berjalan kaki dengan jarak perjalanan yang panjang. Kegiatan tudong dalam rangkaian acara pabaja samanera ini dilakukan dengan menempuh jarak sekitar 13 kilometer. Jalurnya melintasi empat candi di Kabupaten Magelang, yaitu Candi Ngawen di Kecamatan Muntilan, Candi Mendut di Kecamatan Mungkid, dan Candi Pawon serta Candi Borobudur di Kecamatan Borobudur. Kegiatan tersebut selain melatih fisik para peserta pabbaja, juga melatih kesadaran penuh. Ketika berjalanpun, mereka juga harus melatih dirinya untuk berkesadaran penuh.

“Pada acara pabbaja saya merasakan diri saya menjadi berbeda dari sebelumnya, karena di kegiatan itu saya menjalani atasila larangan makan di malam hari. Kemudian tentang meditasi sebelum ikut kegiatan tersebut sering kali saya merasa tidak bisa konsentrasi di saat meditasi dan pikiran tidak bisa fokus, setelah saya mengikuti arahan bhante yang pertama yaitu duduk sila dan rilekskan tubuh kemudian tidak menutup mata terlalu rapat dan di saat meditasi bisa membayangkan ada bola kristal atau sang Buddha, di saat itu saya bisa bermeditasi dengan waktu yang cukup lama yaitu 1 jam bagi saya, setelah mengikuti kegiatan tersebut kepribadian saya menjadi beda yaitu lebih disiplin dalam sehari-hari dan juga bermeditasi bisa fokus”, ungkap raditya dalam memberikan refleksi setelah mengikuti kegiatan Pabbaja Samanera.

Ada yang menarik untuk  diambil hikmahnya dan bisa diterapkan dalam pembelajaran yaitu bagaimana mengajak murid untuk memiliki kesadaran penuh. Di dalam pembelajaran di kelas, kesadaran penuh ini perlu dilatih dari hal-hal yang paling kecil, seperti kegiatan hening sejenak sebelum masuk pada pembelajaran, melaksanakan doa dengan khusuk, yang akhir-akhir ini murid cenderung melaksanakan kegiatan doa di awal pembelajaran hanya sabatas formalitas saja. Kegiatan lainnya yang dapat melatih kesadaran penuh seperti diberikan tantangan membaca dengan hening, dan diakhir kegiatan murid diminta untuk menyampaikan isi bacaan. Ketika makanpun, sebenarnya dapat digunakan sebagai media berlatih kesadaran penuh. Murid-murid dapat makan dengan merasakan dari proses mengambil makanan dari piring dengan cendoknya, memasukkan makanan ke mulut, mengunyah sampai 33 kunyahan dan menelan makanan. Semua itu dapat digunakan untuk melatih kesadaran penuh. Ketika murid terbiasa memiliki kesadaran penuh, maka akan berdampak pada peningkatan konsentrasi, sehingga apa yang dilakukan dalam pembelajaran akan bermakna bagi murid.

 

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *