Makna Iddul Adha dan Asadha bagi Guru

Karya Nafisa Aliya

Tanggal 9 dan 10 Juli 2022, umat muslim memperingati Idul Adha. Bukan sekedar rutinitas yang diakukan setiap tahunnya, namun mengingatkan kepada kita untuk menjadi insan yang rela berkorban sebagai bukti ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa (Allah SWT). Pribadi yang diharapkan mampu bersikap ikhlas untuk menaklukkan keegoan diri sehingga mampu memberikan kebermanfaatan untuk lingkungan sekitar. Sebuah keteladanan nabi Ibrahim dan nabi Ismail untuk melenyapkan keegoan diri, berani berkorban sebagi bukti ketaqwaan terhadap Allah SWT.

Di bulan yang sama ini, umat Buddha juga memperingati hari Asadha yang jatuh pada bulan purnama sidi. Peringatan bagi umat Buddha tentang pembabaran roda dharma yang pertama kali oleh Sidharta setelah mencapai penerangan sempurna di bulan waisak. Pembabaran roda dharma kepada 5 pertapa teman lamanya. Peristiwa ini juga dilandasi kerelaan berkorban. Dengan melenyapkan keegoan dirinya, Buddha memutuskan untuk mengajarkan Dharma kepada umat manusia.

Menilik kembali dari dua peristiwa kerelaan berkorban oleh Nabi Ibrahim yang diperingati sebagai Idul Adha dan pemutaran roda darma (Darma Cakka Pavatana Sutta) oleh Sidharta yang diperingati sebagai hari asadha, saya sebagai guru kembali dipertanyakan, sudahkah saya mampu menaklukkan keegoan diri? Guru yang berasal dari kata Gu artinya kegelapan dan ru yang berarti cahaya terang, jika digabung memiliki makna menerangi kegelapan. Sudahkah mampu mengejawantahkan makna guru tersebut. Untuk menjadi guru yang sejati, maka harus mampu menaklukkan keegoan diri tersebut, rela berkorban untuk menuntun kodrat anak didiknya. Semoga di hari Iddul Adha dan hari Asadha ini, menjadi pengingat untuk menjadi guru yang dinanti anak didiknya.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *