“Serupa seperti para pengukir yang memiliki pengetahuan mendalam tentang keadaan kayu, jenis-jenisnya, keindahan ukiran, dan cara-cara mengukirnya. Seperti itulah seorang guru seharusnya memiliki pengetahuan mendalam tentang seni mendidik, Bedanya, Guru mengukir manusia yang memiliki hidup lahir dan batin.” (Ki Hajar Dewantara). Tulisan tersebut benar-benar menohok perasaan saya dan menjadi bahan refleksi pada diri saya sendiri yang sudah 23 tahun menjadi guru, namun apakah sudah merealisasikan harapan menjadi guru layaknya seorang pengukir. Sebuah keharusan ketika sudah berani menyatakan dirinya sebagai guru, karena yang dihadapi adalah murid yang memiliki keunikan masing-masing. Seperti halnya seorang pengukir, ia harus memiliki pengetahuan tentang keadaan kayu. Demikian juga dengan guru, secara psikologi harus memiliki pengetahuan itu sehingga mampu mengenali keadaan muridnya sedang sedih, gembira, sedang konsentrasi maupun sedang buyar dan segudang kondisi yang bersifat dualisme. Pegukir harus memiliki pengetahuan yang mendalam tentang jenis-jenis kayu beserta karakteristiknya yang dapat digunakan sebagai bahan untuk mengukir. Demikian juga dengan guru, sudah menjadi keniscayaan harus mampu mengenali karakteristik muridnya. Sebagai konsekuensi dari keragaman inilah, seorang guru harus mampu memanfaatkan waktunya, memiliki metode dan strategi mengenali satu demi satu muridnya, baik yang introvert maupun ekstrovert, yang memiliki cara belajar yang berbeda-beda dari kinestetik, audiotory, verbalistik dan sebagainya.
Bagaimana saya dapat mengelola kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar murid? Pertanyaan yang sederhana, namun membutuhkan effort yang tinggi untuk merealisasikannya. Pengelolaan kelas dengan murid-murid yang beragam sangat dibutuhkan informasi yang akurat tentang kondisi murid-murid terlebih dahulu. Untuk itu dibutuhkan kerjasama atau kolaborasi dengan guru BK melalui tes diagnostik secara umum, maupun diagnostik secara khusus tentang pelajaran yang sedang dipelajari. Dari hasil test diagnostik tersebut menjadi pertimbangan dalam pengelolaan pembelajaran yang berpusat pada kebutuhan murid. Meskipun setiap murid adalah unik, namun dari hasil test diagnostik akhirnya akan mampu mengelompokkan murid-murid yang memiliki karakteristik hampir sama, sebagai pertimbangan dalam pengelolaan kelas selanjutnya.
Latar belakang murid yang beragam juga menjadi pertimbangan dalam pengelolaan kelas. Murid yang berasal dari keluarga kurang mampu secara ekonomi, dengan yang memiliki kemampuan ekonomi yang lebih tinggi membawa konsekuensi pada ketersediaan peralatan sebagai daya dukungnya. Tentu kondisi ini berdampak pada pengelolaan selanjutnya. Dari hasil data yang saya peroleh dari berbagai sumber, mayoritas murid berasal dari keluarga kurang mampu, terbukti masih banyak murid yang belum memiliki laptop, padahal laptop diibaratkan sebagai tatah untuk mengukir. Di jurusan Animasi, laptop merupakan alat utama, namun kondisinya mayoritas belum memiliki. Dari kondisi keluarga, ada sebagian murid yang berasal dari keluarga yang sudah tidak lengkap, seperti keluarga broken. Secara psikologis juga mempengaruhi kondisi murid, sehingga dibutuhkan perlakuan yang berbeda ketika pembelajaran.
Membuat maping di awal tentang apa yang menjadi minat murid menjadi bagian penting untuk dilakukan seorang guru. Refleksi diri dari murid tentang kekurangan dan kelebihan, tentang mimpi besar atau visi dan misi yang akan diraih perlu diberi wadah. Meskipun terlihat menyita waktu dan mengurangi jatah pelajaran, namun cara dan strategi ini penting. Lebih baik mengurangi jatah materi daripada kegiatan ini terlewatkan sehingga murid tidak tahu arah dan tujuannya. Kata guru berasal dari gu = gelap dan ru = terang, sehingga guru itu memiliki peran mencerahkan dari gelap menuju terang. Ketika murid di tengah kegelapan, jangan-jangan selama ini kita lebih fokus pada memberi materi pelajaran, sehingga murid itu silau karena guru memberikan cahaya ke murid. Memang nampak terang, namun murid silau dengan cahara tersebut. Hendaknya guru mampu menginspirasi murid-muridnya sehingga murid dengan kesadaran dirinya memiliki keinginan belajar terus menerus. Memang nampak ribet ketika kita sebagai guru harus mengetahui bagaimana minat murid, motivasi dan tujuan mereka, namun ini sebuah keniscayaan bagi seseorang yang mengaku dirinya sebagai guru. Mungkin selama ini sering kita mendengar, ini kan tugas guru BK. Tugas kita memberikan pelajaran. Benar, bahwa itu bagian dari tugas gur BK untuk mengenali murid-muridnya. Namun jangan lupa, bahwa ada empat kompetensi guru yakni kompetensi profesional, pedagogik, kepribadian dan sosial. Dari keempat kompetensi itu tiga di antaranya yaitu pedagogik, kepribadian dan sosial berkaitan erat dengan psikologis murid. Sehingga secara langsung sebagai guru hendaknya mampu dan mau mengenali psikologis murid. Pengalaman beberapa tahun ini, saya selalu memberikan tantangan kepada murid untuk menuliskan dan memberikan gambaran siapakah aku. Tantangan ini bertujuan agar murid mengenali diri terlebih dahulu. Ketika kita mampu mengenali muridnya, maka kita bisa menggunakan informasi tentang minat, kesiapan murid untukmembantu merancang dan melaksanakan pembelajaran secara efektif. Tentu keunikan dari masing-masing murid, keunikan potensi yang dimiliki, gaya belajarnya dan berbagai aspek yang menyertainya menjadi bahan pertimbangan dalam merancang pembelajaran. Inilah peran sentral guru, karena guru itulah kurikulum sejatinya.