Challenge Bebas: Melahirkan Cerpenis Muda

Mendidik itu bukan mengisi pengetahuan, mendidik itu memantik siswa untuk mencari pengetahuan sendiri. Mendidik itu bukan  mengisi pengetahuan, mendidik itu memberikan tantangan kepada siswa sehingga mencapai versi terbaiknya. Mendidik itu bukan mengisi pengetahuan, namun mendidik itu menuntun kodrat siswa sehingga dapat mencapai kebahagiaan setinggi-tingginya. Mendidik itu bukan mengisi pengetahuan, namun mendidik itu menuntun siswa untuk belajar yang lebih bermakna bagi dirinya. Untuk merealisasikan tersebut, kami para guru animasi SMK N 11 Semarang memberikan challenge-challenge untuk diselesaikan siswa. Challenge tersebut tidak hanya challenge wajib namun memberikan challenge yang besifat tidak wajib atau challenge bebas. Challenge bebas ini untuk memantik siswa mengeluarkan semua bakat dan potensi yang dimilikinya sehingga potensi itu dapat berkembang. Dari challenge bebas ini kita menjadi mengetahui potensi dan bakat yang dimiliki setiap siswa.  Giwang salah satu siswa kelas X animasi SMK N 11 Semarang ternyata memiliki bakat dan potensi menjadi cerpenis. Ia sekaligus memoles cerpen yang dibuatnya dengan gambar ilustrasi.  Penasaran dengan cerpen buatan Giwang? Yuk kita simak tulisan Giwang.

 

Jakarta, titik pusat negara Indonesia. Gedung pencakar langit dibangun berjejeran, berbagai kalangan masyarakat menyesaki kota tersebut. Biaya hidup mahal, membuat garis besar masyarakatnya tidak mampun dan terpaksa hidup dipinggiran kota. Banyak dari mereka berambisi untuk menempati sebuah apartemen yang berada di salah satu gedung yang paling tinggi, paling megah, bekerja banting tulang, mengerjakan apapun asalkan mendapatkan banyak uang, tak jarang dari mereka rela mencuri barang milik orang lain. Namun banyak dari mereka yang selalu mengucap syukur setiap mendapatkan sesuatu, meskipun hanya lima ribu perak. Salah satunya adalah Tomang. Tomang tinggal disebuah rumah yang hanya memiliki satu ruangan, berbagai kegiatan sekaligus dilakukan disana mulai dari memasak, tidur, menonton tv, terkecuali mandi. Untungnya rumah Tomang bersebelahan langsung dengan sungai, meskipun dia tinggal di Jakarta air sungai itu tidak bau, sehingga masih layak bagi seorang Tomang untuk membersihkan badannya. Dia tinggal bersama kedua orang tuanya, Ayahnya bekerja serabutan, dan Ibunya seorang ibu rumah tangga. Tomang putus sekolah sewaktu dia menduduki kelas 3 SD, akibat perekonomian kelurganya yang semakin menurun dia terpaksa berhenti melanjutkan mimpinya seperti anak-anak lain. Sekarang Tomang berumur 14 tahun, yang seharusnya dia menduduki bangku kelas 9 SMP.

Hari-hari Tomang dihabiskan merawat ibunya yang tergeletak lemah diatas tempat tidur mereka. Tak pernah Tomang meninggalkan Ibunya sendirian, dia selalu memegangi telapak tangan ibunya dengan mengucapkan kalimat-kalimat indah, dan tak lupa dia mengingatkan ibunya tentang kenangan baik yang pernah mereka ukir bersama. Sampai-sampai tidak terasa waktu sudah menunjukan pukul 5 sore, yang berarti Ayahnya akan segera pulang. Selama Ibu Tomang jatuh sakit, Ayahnya memiliki pekerjaan tetap. Tidak seperti dulu yang pekerjaanya setiap hari bebeda, sekarang Ayah Tomang memiliki banyak pekerjaan yang sekaligus dikerjakannya dalam sehari, pagi menjadi pasukan oranye, siangnya menjadi kenek bis, dan sorenya dia menjadi seorang office boy disalah satu cabang perusahaan kecil yang kebetulan terletak tak jauh dari tempat pemberhentian terakhir bisnya.

Selapas dari bekerja Ayah Tomang selalu membawakan obat-obatan yang terbilang umum, berharap dengan minum obat itu Ibunya bisa bertahan. Hari demi hari keadaan Ibunya naik turun, sehari membaik, esoknya kembali terlihat lemas diatas tempat tidurnya. Tomang tidak pernah terlihat sedih saat bersama Ibunya, dia selalu menghibur ibunya dengan tingkah anehnya, melihat Ibunya tersenyum adalah salah satu hal yang selalu disyukurinya, menjadi dorongannya untuk tidak menghabiskan waktu, terpuruk sedih meratapi nasib keluarga mereka. Karena semakin bertambahnya pengeluaran hidup keluarga mereka, Tomang menawarkan diri untuk membantu Ayahnya mencari sedikit uang semampunya. Selang beberapa hari mencari pekerjaan, Tomang akhirnya bekerja menjadi seorang tukang foto copy, kebetulan pemilik tokonya adalah pak RT di kampungnya,Tomang diterima dengan baik dan akan di ajari oleh pekerja lain disana. “Alhamdullilah, rizki selalu datang tanpa diharapkan, teruslah bersyukur Tomang dan jadilah orang baik, Ayah yakin suatu saat nanti kamu akan menjadi orang sukses,” ucapan Ayah Tomang saat mendengar kabar baik itu.

Tomang terpaksa meninggalkan Ibunya sendirian dirumah, “Tidak apa Tomang, Ibu bisa merawat diri, semangatlah jangan kalah sama semangat Ayah,” ucapan Ibunya membuat Tomang merasa lebih lega, dia hanya bisa menangis didalam pelukan ibunya dan berkata. “Maafkan Tomang, Ibu, Tomang meninggalkan waktu yang seharusnya Tomang habiskan dengan Ibu, maafkan Tomang Ibu,” malam itu adalah malam yang sangat indah bagi keluarga kecil mereka, berbagi kesedihan dan menguatkan satu sama lain. Pekerjaan Tomang dimulai pada pukul 7 pagi hingga 2 siang, dia hanya bekerja setengah dari jam kerja yang seharusnya dia lakukan, dan pak rt dengan baiknya meng iya kan hal tersebut karena mengerti kondisi keluarga mereka. Saat bekerja kebanyakan Tomang melayani pelanggan yang seumuran dengannya. Ada yang memfoto copy materi pembelajarannya, foto copy gambar-gambar dari google, dan terkadang dia melayani sekumpulan siswa yang terlihat bahagia sekali, tertawa terbahak-bahak bersama teman-temannya entah menertawakan apa, mungkin saja menertawakan dirinya.

Semenjak itu Tomang menjadi sering meratapi nasib kehidupannya, pertanyaan demi pertanyaan bermunculan disepanjang kesehariannya, mulai yang sederhana hingga menjadi lebih rumit dan membebani dirinya sendiri, “kapan aku punya kesempatan bersekolah?” “Aku juga ingin memiliki teman dan menghabiskan waktu seharian disekolah, tanpa bekerja” “Kenapa aku terlahir miskin?”. “Apakah aku akan memiliki apa yang orang-orang itu punya?” Pikiran buruk itu terus berdatangan menghantuinya sepanjang malam, semakin hari semakin buruk, hingga pada suatu malam tepat pukul 2 dini hari, Tomang memutuskan mencari angin di samping rumahnya, sejenak menenangkan pikirannya dari kegundahan yang tidak berujung. Tak lama saat Tomang mulai memejamkan matanya, “DORRR” Ayahnya heboh
menggunjangkan tubuh Tomang, sehingga membuatnya terkejut tidak karuan. “ASTAGFIRULLAH HAL ADZIM ALLAHU AKBARRR IKAN IKAN, eh ikan..”-Tomang“HUsss”-Ayah. “Ayah ya, ngangetin Tomang toanya keluarkan, lagian kenapa Ayah malem-malem gini belum tidur, kan tadi Ayah udah ndengkur keras banget”-Tomang. “Nak… seharusnya Ayah yang bertanya bukan kamu, ada apa? lagi mikirin apa sih, sampai berani duduk sendiri di pinggir sungai tengah malem gini”-Ayah “Banyak Ayah, banyak sekali yang Tomang pikirkan, tidak terhitung”-Tomang “Pertanyaan yang kamu buat untuk dirimu sendiri, membuat kamu tidak tenang Tomang”-Ayah. “Dari mana Ayah tau?, akhir-akhir ini Tomang sering bertemu dengan anak-anak yang seumuran dengan Tomang, mereka terlihat sangat bahagia Ayah, saling berkejaran, minum esteh didepan toko sambil menunggu foto copyan tugas mereka dengan ketawa ketiwi membuat orang lain menoleh, apakah suatu saat nanti Tomang dapat merasakannya juga Ayah?”-Tomang “Tomang kamu tahu, ada seorang yang beranggapan makan tempe dengan kecap manis lebih lezat dari pada makan pizza yang seharga ratusan rupiah, hal yang sangat tidak mungkin bukan?, mana mungkin juga ada yang seperti itu, jelas lebih enak pizza seribu kali lipat dari pada tempe dengan kecap”-Ayah “Memang Ayah pernah makan pizza yang harganya ratusan rupiah?”-Tomang. “Wah… kamu ini mengejek sekali, tidak”-Ayah “Hihihihhi, tuh Ayah aja belum pernah makan tap-“, belum selesai Tomang menyelesaikan kalimatnya Ayahnya sudah memotong terlebih dulu. “Ternyata alasan orang itu sangat sederhana Tomang, kamu tau dia hanya bilang karena tempe memang enak sekali, aneh bin sederhana kan?, ternyata dengan kita menikmati dan menerima apa yang sudah disediakan dan kita punya, rasanya lebih baik berkalilipat.”-Ayah “Sama yang seperti kita alami, banyak sekali orang-orang yang jauh lebih beruntung dari pada kita, ada yang keluarganya memiliki tempat tinggal yang besar dan nyaman, ada yang anaknya sekolah di fakultas ternama di Indonesia, ada yang punya seribu mobil, dan diatas itu masih ada juga yang lebih baik, kamu harus tau pasti ada yang lebih baik jika kamu ingin menjadi seperti orang lain.”-Ayah

“Bahkan ada orang yang lebih kekurangan dari pada keluarga kita, setiap orang memiliki porsi bahagia masing-masing Tomang dan semuanya itu tergantung dari cara kita menyikapinya, fikiran yang beberapa hari terakhir menghantui kamu itu adalah hal yang wajar, kamu tidak perlu menyangkal kekuranga yang kita punya Tomang, cobalah untuk menerimanya, suatu saat kamu akan mengerti perkataan Ayah.”-Ayah “Ayah minta maaf, karena belum bisa membiayai kamu bersekolah.”-Ayah “Tidak Ayah, tidak perlu minta maaf Tomang bersyukur Ayah membantu Tomang mengerti cara memandang dunia lebih baik, mungkin memang seharusnya Tomang tidak terlalu sering melihat ke atas,” ucap Tomang.

Langit mulai bercahaya, matahari sudah mengintip siap memulai hari baru, ayam-ayam mulai berkokok pertanda malam telah berakhir. Tomang dan Ayahnya beranjak pergi menuju kedalam rumah mereka dan siap memulai hari dengan harapan dan pelajaran baru. “Tomang akan belajar ikhlas dan tidak pernah lelah berusaha bekerja hingga dapat memberikan perawatan yang lebih layak untuk ibu”, Menerima keadaan kurang menguntungkan pada kehidupan yang kita jalani adalah hal yang sulit bagi beberapa orang, rasa kecewa yang berlebih, banyak sekali pertanyaan yang kita lontarkan untuk diri kita sendiri, “kenapa aku seperti ini?” “kenapa aku tidak bisa menjadi seperti dia?" “kenapa muka ku jerawatan?” dan masih banyak hal-hal sepele lainnya yang muncul akibat melihat kelebihan yang dimiliki orang lain. Banyak orang-orang diluar sana yang tidak pernah memiliki apa yang kita punya. Bersyukur dan menerima, agar semuanya berjalan dengan damai. Sudahkah kalian bersyukur hari ini?

1 thought on “Challenge Bebas: Melahirkan Cerpenis Muda”

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *