Membangun sebuah budaya positif di sekolah merupakan salah satu bagian penting di dalam empat area perubahan untuk sekolah masa depan. Nilai-nilai budaya yang dibangun di sekolah tersebut hendaknya terus menerus disampaikan di sekolah agar membumi di lingkungan sekolah tersebut. Misalnya sekolah ingin membangun budaya positif yang semangat maka nilai-nilai semangat tersebut hendaknya terus menerus digaungkan dalam bentuk kata-kata maupun tulisan yang mudah dibaca dan direalisasikan dalam bentuk tindakan sehingga semua anggota sekolah tersebut melakukan tindakan atau perilaku semangat. Budaya sebagai pemrograman kolektif dari pikiran dapat dimanifestasikan ke dalam bentuk simbol, pahlawan, ritual, dan nilai. Dapat dibayangkan sebagai kulit bawang, simbol yang mewakili merupakan kulit paling terluar, dan value merupakan lapisan budaya yang paling dalam, dengan pahlawan serta ritual berada di antaranya.
Kembali pada tulisan di awal, ketika sekolah akan membangun budaya semangat, maka value semangat sebagai lapisan terdalam tidak dapat ditangkap oleh semua anggota sekolah ketika tidak dimanifestasikan dalam bentuk ritual, kepahlawanan dan simbol.
Ritual merupakan kegiatan kolektif, yang secara teknis bertujuan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Cara-cara menyapa yang ada di lingkungan sekolah melalui budaya saling bersalaman, bagaimana menghormati orang lain, upacara-upacara yang dilakukan di sekolah untuk membangun rasa nasionalisme, merupakan beberapa contoh membangun budaya melalui proses ritual.
Pahlawan merupakan orang-orang yang masih hidup atau mati, baik nyata atau imajiner, yang memiliki karakteristik yang sangat dihargai dalam suatu budaya yang dapat berfungsi sebagai model perilaku. Ketika rasa nasionalisme ingin digaungkan, maka gambar-gambar pahlawan nasional ditempelkan di dinding-dinding, dengan harapan orang yang melihat akan terinspirasi dari nilai-nilai kepahlawanannya. Anak-anak yang berprestasi baik secara akademik maupun non akademik perlu diwartakan di sekolah, mendapatkan apresiasi di depan teman-temannya, bukan semata-mata menghargai si anak tersebut namun jauh lebih dari itu agar vibrasi positifnya menyebar kepada siswa lainnya. Inilah salah satu cara membangun budaya pada kulit lapisan heroik.
Simbol merupakan kata-kata, gerak tubuh, gambar atau objek yang membawa arti tertentu dan simbol ini merupakan lapisan terluar yang mudah dilihat. Artefak-artefak yang mudah dilihat yang mencirikan budaya di sekolah tersebut merupakan bagian dari simbol.
Ketika membahas materi ini saya menjadi teringat dengan apa yang disampaikan kepala sekolah melalui group whatsapp office SMK Negeri 11 Semarang ketika memberikan komentar tentang sebuah fleyer ajakan untuk mengikuti upacara bendera tanggal 17 Mei 2023 yang menyebutkan tentang tempat lapangan belakang. Dalam komentar tersebut, kepala sekolah mengajak memberikan nama lapangan untuk membedakan antara lapangan yang letaknya di belakang, lapangan yang berada di tengah, lapangan basket maupun lapangan bagian depan gedung sekolah. Ajakan tersebut saya pandang sebagai ajakan yang positif, sehingga secara pribadi melontarkan sebuah gagasan untuk memberikan nama-nama lapangan maupun gedung dan ruang dalam bahasa sanskerta. Di samping untuk membumikan simbol-simbol bahasa yang pernah hidup di nusantara dan berjalannya waktu ke sini yang serba modern, bahasa-bahasa tersebut semakin punah dan terasa asing di telinga kita.
Setelah saya mencari literatur-literatur dan berkonsultasi dengan Pak Made Rama dari Buleleng Bali, akhirnya saya berusaha mengusulkan nama-nama gedung maupun ruangan yang ada di SMK Negeri 11 Semarang dengan nama-nama sanskerta di antaranya sebagai berikut.
1. Joglo : Widya Bhakti Sala .
2. Perpustakaan : Pustaka Sala (tempat buku)
3. Lapangan Besar : Krida Khsetra (Lapangan berlatih)
4. Lapangan tengah : Wirya Khsetra (Lapangan semangat)
5. Lapangan basket : Harsa Khsetra (Lapangan kebahagiaan)
6. Lapangan depan : Abhisatya Khsetra (Lapangan persahabatan)
7. Ruang Guru : Acarya Sala
8. Ruang Pameran : Upakarya Sala
SMK Negeri 11 Semarang memiliki sebuah gedung yang menjadi ikon yang unik dan tidak dimiliki oleh SMK lainnya di Kota Semarang. Gedung tersebut adalah joglo yang saat ini sebagai pusat kegiatan siswa seperti OSIS dan organisasi-organisasi lainnya yang ada di SMK N 11 Semarang. Menurut pemikiran saya dengan mengadopsi teori yang diuraikan Levitin (1973) tersebut perlu diberikan nama “Widya Bhakti Sala” sebagai simbol bagian terluar membentuk budaya positif di sekolah. Widya berarti pengetahuan, bhakti memiliki arti penyerahan diri dengan sepenuh hati dan cinta dan sala memiliki arti ruang atau tempat. Dengan penamaan tersebut, Joglo yang memiliki ikon unik ini diharapkan akan membentuk vibrasi positif sebagai tempat bagi siswa secara iklas dari hati dengan penuh kecintaan untuk mencari ilmu pengetahuan.
Sekolah tidak lepas dari perpustakaan sebagai tempat untuk pustaka-pustaka atau buku-buku yang saat ini jarang digunakan siswa untuk membaca. Banyak berbagai faktor mengapa minat baca siswa yang rendah antara lain saat ini buku-buku yang bisa dibaca langsung dengan membuka lembaran demi lembaran sudah banyak tergantikan oleh buku digital yang mudah diakses oleh siswa melalui androidnya. Lokasi tempat yang kurang strategis juga menjadi faktor utama mengapa perpustakaan kurang diakses oleh siswa. Waktu istirahat yang relatif pendek, membuat siswa tidak datang ke perpustakaan. Namun demikian, perpustakaan bagi saya adalah sesuatu banget yang perlu mendapatkan perhatian. Ketika belum mendapatkan tempat yang strategis karena berbagai penataan gedung dan lokasi, maka saya mengusulkan sebuah nama terlebih dahulu sebagai simbol yaitu Pustaka Sala. Pustaka memiliki arti buka dan sala adalah ruangan atau tempat.
Ruang guru sebagai tempat para guru untuk singgah sementara ketika tidak sedang mengajar, yang dapat menjadi tempat bertemunya para guru saling berbagi pengalaman di sela-sela kegiatan ketika sedang tidak mengajar. Guru dalam bahasa sanskerta adalah acarya, sehingga ruang guru saya mengusulkan dengan nama “Acarya Sala” yang berarti tempat atau ruangan untuk guru.
SMK Negeri 11 Semarang juga memiliki ruang pamer yaitu suatu ruangan di gedung animax yang berisi gambar, lukisan, poster, gambar cetakan dan segala bentuk prakarya hasil kerja siswa yang terbaik dan layak untuk dipamerkan sebagai bentuk penghargaan. Ruangan ini juga sebagai simbol yang unik dari SMK Negeri 11 Semarang. Setiap tamu yang datang, dapat dipastikan diajak untuk berkunjung ke ruang pamer. Untuk memberikan simbol tersebut, maka saya pun berani mengusulkan sebuah nama “Upakarya Sala“. Upakarti dalam bahasa sanskerta memiliki arti hasil pekerjaan dan sala berarti ruangan. Upakarya Sala memiliki arti sebuah ruangan yang berisi hasil pekerjaan siswa. Upakarya juga sering menjadi istilah bentuk penghargaan, sehingga cocok dengan ruangan tersebut sebagai wadah berbagai hasil pekerjaan siswa yang terbaik untuk memberikan penghargaan.
SMK Negeri 11 Semarang merupakan salah satu sekolah yang memiliki wilayah yang luas yang memiliki empat lapangan yaitu lapangan sepak bola, lapangan tengah depan gedung animax, lapangan basket yang terletak di dekat masjid Annida dan lapangan depan gedung A yang bagian tengahnya berisi taman. Lapangan sepak bola yang paling besar dan sering digunakan untuk upacara. Lapangan ini terletak di lokasi belakang dengan di sekelilingnya ditumbuhi oleh pohon bambu yang rindang yang menyejukkan suasana. Karena lapangan ini sering digunakan untuk latihan olahraga atau berlatih fisik. Dalam bahasa sanskerta, olahraga atau latihan fisik itu dikenal dengan krida, sedangkan lapangan dalam bahasa sanskerta adalah khsetra (dibaca kesetra). Dengan demikian saya memberanikan usulan nama lapangan belakang adalah “Krida Khsetra“, yang berarti lapangan untuk berlatih olahraga.
Lapangan di depan gedung animax pada umumnya digunakan untuk apel pagi dari masing-masing jurusan yang secara bergantian harinya. Apel pagi tersebut bukan sekedar penyampaian informasi, namun lebih sering digunakan untuk membangun semangat. Melihat fungsinya tersebut maka lapangan di depan gedung animax diberi diusulkan nama “Wirya Khsetra” yang berarti lapangan untuk membangkitkan semangat.
Berbeda lagi dengan lapangan basket, memang fungsinya adalah untuk bermain basket. Di dindingnya juga sering kali digambar oleh siswa untuk menuangkan jiwa seni lukisnya serta lapangan ini berdekatan langsung dengan masjid Annida. Kegiatan kerohanian Islam juga sering menggunakan lapangan ini ketika pesertanya banyak. Mengingat bahwa lapangan ini lebih berdekatan dengan pembentukan jiwa-jiwa yang bahagia maka saya berani mengusulkan dengan nama “Harsa Khsetra” yang berarti lapangan kebahagiaan.
Lapangan depan gedung utama SMK Negeri 11 Semarang, selain untuk kegiatan upacara ketika lapangan belakang dalam kondisi basah, lapangan ini berdekatan dengan pos satpam dan tempat berkumpulnya para guru yang tergabung dalam STP2K untuk menyambut para siswa dengan penuh kehangatan. Suasana persahabatan yang terjadi di lapangan ini, karena siswa yang datang bersalaman dengan para guru yang sudah menyambutnya. Suasana persahabatan inilah yang membuat saya berani mengusulkan nama untuk lapangan depan adalah “Abhisatya Khsetra“, yang berarti lapangan persahabatan.
Inilah beberapa usulan yang saya ajukan kepada pihak manajemen (kepala sekolah dan wakil kepala sekolah) dengan harapan akan muncul suasana kebatinan yang semakin baik. Nama-nama sanskerta saya pilih agar kembali pada vibrasi positif yang sudah pernah dilaksanakan ketika zaman kerajaan nusantara di masa lampau dengan bahasa sanskerta sebagai bahasa sehari-harinya. Nguri-uri budaya leluhur menjadi simbol dari peradaban yang sudah maju sebagai spirit bagi generasi yang akan datang. Semoga usulan nama-nama ini mendapatkan persetujuan untuk dijadikan simbol sebagai lapisan terluar dalam membangun value budaya positif yang ada di SMK Negeri 11 Semarang.