Analisis Kegiatan Menumbuhkembangkan Kepemimpinan Murid

Travel agency concept for web banner. Woman chooses vacation tour ...

Hari ini saya mencoba belajar menganalisis berbagai contoh kegiatan yang menumbuhkembangkan kepemimpinan murid. Hasil analisis ini diharapkan akan menjadi referensi dalam penyusunan program di sekolah yang benar-benar mampu menumbuhkembangkan kepemimpinan murid atau agency.

Situasi 1

TK Cahaya memiliki sedikit lahan di samping halaman bermain sekolah yang belum dimanfaatkan. Saat ini, lahan tersebut bukan hanya terlantar namun juga memberikan pemandangan yang kurang apik karena menjadi tempat tumpukan barang-barang yang tidak terpakai. Pak Segar, guru TK B sangat prihatin dengan kondisi tersebut. Saat ia mengawasi dan mengamati murid-muridnya istirahat bermain, Pak Segar lalu mengajak beberapa murid-muridnya bercakap-cakap.  Ia meminta ide dari murid-muridnya untuk mengetahui sebaiknya lahan yang luasnya terbatas tersebut digunakan untuk apa. Ia menanyakan apa saja yang mereka inginkan ada di halaman bermain sekolah mereka. Saat itu, murid-murid memberikan banyak sekali pendapat. Namun, di antara pendapat-pendapat yang diberikan oleh murid, ada salah satunya yang sangat menarik. Murid itu mengatakan bahwa ia ingin ada kebun di sekolah di mana ia nanti bisa menanam biji jeruk yang dimakannya. Pak Segar merasa ide murid tersebut sangat mungkin untuk diwujudkan dengan anggaran yang terbatas. Di kelas, Pak Segar lalu mengajak murid-murid untuk mendiskusikan lebih lanjut ide tersebut. Ternyata ide tersebut juga didukung oleh murid-murid yang lain.  Ia lalu meminta murid-muridnya untuk menggambarkan seperti apa kebun impian mereka. Ia juga menanyakan jenis-jenis tanaman apa yang mereka ingin ada di kebun tersebut. Dari hasil diskusi, Pak Segar tidak hanya mendapatkan ide tentang kebun seperti apa yang diinginkan oleh anak-anak, namun, anak-anak ternyata juga dapat mengusulkan bagaimana mereka dapat membantu mewujudkan kebun tersebut. Ada murid yang mengatakan akan membawa biji pepaya yang biasa ia makan di rumah untuk di tanam di kebun itu. Ide ini kemudian diikuti oleh anak-anak lain yang juga ingin membawa potongan jenis-jenis sayuran yang dapat ditanam kembali dari sisa potongan sayuran yang mereka konsumsi di rumah. Dengan bantuan pertanyaan-pertanyaan Pak Segar, anak-anak bahkan dapat memberikan gagasan bagaimana kebun ini bisa dirawat bersama oleh murid-murid. Seorang murid, yang ayahnya adalah petani bahkan akhirnya menawarkan akan mengajak ayahnya untuk membantu menyiapkan lahan tersebut supaya siap untuk ditanami, karena ia sering melihat ayahnya melakukan hal tersebut. Pak Segar lalu membawa ide murid-murid ini kepada kepala sekolah. Kepala Sekolah sangat mendukung ide tersebut dan meminta Pak Segar untuk mendiskusikan lebih lanjut ide ini dengan guru-guru kelas lain. Setelah dimatangkan, ide yang awalnya berasal dari usulan murid-murid tersebut akhirnya mewujud menjadi sebuah program yang kemudian disebut dengan “Program Kebun Cahaya”. Setiap kelas di TK Cahaya kini memiliki kavling kecil di lahan yang tadinya terlantar tersebut dan secara bersama bertanggung jawab untuk merawatnya.

Kegiatan yang dilakukan Pak Segar termasuk dalam kokurikuler. Pak Segar lebih dominan mempertimbangkan suara murid. Dari hasil diskusi, Pak Segar tidak hanya mendapatkan ide tentang kebun seperti apa  yang diinginkan oleh anak-anak, namun, anak-anak ternyata juga dapat mengusulkan bagaimana mereka dapat membantu mewujudkan kebun tersebut. Ada murid yang  mengatakan akan membawa biji pepaya yang biasa ia makan di rumah untuk di tanam  di kebun itu. Ide ini kemudian diikuti oleh anak-anak lain yang juga ingin membawa  potongan jenis-jenis sayuran yang dapat ditanam kembali dari sisa potongan sayuran  yang mereka konsumsi di rumah. Apa yang dilakukan Pak Segar menginspirasi saya bahwa pembelajaran sejatinya adalah bagaimana guru menjadi pendengar untuk murid, memantik murid-muridnya untuk menyampaikan ide dan gagasannya.

Situasi 2

Bu Ara mengajar di Kelas 1 SD. Di awal tahun ajaran baru ia ingin melibatkan murid-muridnya mengatur sendiri ruang kelas mereka. Bu Ara ingin murid-muridnya memiliki rasa kepemilikan terhadap kelas mereka sehingga mereka akan secara sadar menjaga dan memelihara kelasnya dengan baik. Ia kemudian meminta murid-muridnya untuk bekerja kelompok merancang layout kelas. Setiap kelompok diberikan selembar kertas dan mendiskusikan lalu memutuskan di mana mereka akan meletakkan loker, kursi, meja, tempat sampah, keranjang buku, lemari buku, meja guru, dan sebagainya. Karena murid-murid kelas 1 belum semuanya bisa menulis, maka mereka boleh menggambar.  Setelah itu setiap kelompok akan menjelaskan layout kelas kelompok mereka di depan kelas. Murid-murid lain dapat memberikan pertanyaan tentang layout tersebut. Setelah semua kelompok melakukan presentasi, mereka kemudian harus memutuskan layout mana yang akan dipilih untuk diimplementasikan. Setelah dilakukan pemilihan, terpilihlah satu layout yang paling ingin diimplementasikan oleh murid-murid di kelas tersebut. Namun, Ibu Ara lalu menyadari bahwa layout pilihan tersebut menurut kacamata dia sebagai guru sepertinya adalah layout yang “paling sulit untuk dilakukan dan paling tidak efektif”. Namun karena itu yang paling banyak dipilih, Ibu Ara ingin sekali mewujudkan desain itu untuk menghargai pilihan murid. Ibu Ara sangat galau, karena ia tahu, kalau ia mewujudkan desain tersebut, kelasnya akan menjadi tidak rapi dan berantakan. Orang tua murid dan kepala sekolah juga pasti akan mempertanyakan. Ibu Ara pun akhirnya memutuskan untuk berbicara langsung kepada kepala sekolah. Di luar dugaan, kepala sekolah sangat mengapresiasi upaya bu Ara menghargai pilihan murid-muridnya. Lewat proses diskusi dan dengan pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan oleh kepala sekolah, Ibu Ara akhirnya memutuskan untuk tetap mewujudkan layout tersebut dan akan mengevaluasinya setelah beberapa hari diimplementasikan. Proses evaluasi ini akan menjadi sebuah proses pembelajaran yang berharga buat murid. Setelah beberapa hari mengimplementasikan layout pilihan murid tersebut, Ibu Ara pun lalu mengajak murid-muridnya berefleksi dan menanyakan apakah menurut mereka, layout ini membantu mereka untuk belajar, bergerak dan berinteraksi dengan baik di kelas. Bu Ara memberikan pertanyaan-pertanyaan reflektif untuk membantu siswa berefleksi. Ternyata murid-murid Ibu Ara juga merasa bahwa layout tersebut tidak efektif. Ada yang yang bilang tempat sampahnya ternyata kejauhan. Atau ternyata letak lemari bukunya menghalangi orang untuk melihat ke luar jendela. Setelah melakukan refleksi, Ibu Ara lalu mengajak murid-muridnya untuk memberikan saran bagaimana agar layout kelas mereka bisa lebih efektif. Berdasarkan masukan murid-murid, di minggu berikan layout kelas mereka pun diubah sesuai dengan hasil refleksi, sehingga menjadi lebih efektif.

Apa yang dilakukan Bu Ara termasuk dalam kegiatan kokurikuler. Bu Ara mampu mempromosikan suara murid. Di awal Bu Ara mempromosikan suara murid. Ia meminta murid-muridnya untuk bekerja kelompok merancang layout kelas. Setiap kelompok diberikan selembar kertas dan mendiskusikan lalu memutuskan di mana mereka akan meletakkan loker, kursi, meja, tempat sampah, keranjang buku, lemari buku, meja guru, dan sebagainya. Karena murid-murid kelas 1 belum semuanya  bisa menulis, maka mereka boleh menggambar. Setelah itu setiap kelompok akan  menjelaskan layout kelas kelompok mereka di depan kelas. Murid-murid lain dapat  memberikan pertanyaan tentang layout tersebut.  Bu Ara juga memberikan kesempatan murid untuk mengambil keputusan pilihan. Setelah semua kelompok melakukan  presentasi, mereka kemudian harus memutuskan layout mana yang akan dipilih untuk  diimplementasikan. Setelah dilakukan pemilihan, terpilihlah satu layout yang paling  ingin diimplementasikan oleh murid-murid di kelas tersebut. Setelah beberapa hari, murid-murid diajak untuk melakukan refleksi dan mengambil keputusan untuk melakukan perbaikan. Bu Ara mampu mengajak murid-murid untuk mengambil keputusan atau kepemilikan.

Situasi 3

SMP Matahari setiap tahun memiliki program yang disebut “study wisata” untuk murid-muridnya di Kelas IX.  Biasanya, kegiatan ini dirancang oleh guru di awal tahun ajaran dan dilaksanakan di akhir tahun ajaran. Walaupun kegiatan ini adalah kegiatan tahunan yang selalu dinanti-nantikan oleh murid-murid Kelas IX, namun sejak tahun lalu Pak Atap, salah satu guru kelas IX SMP Matahari merasa kegiatan ini akhirnya hanya menjadi kegiatan wisata rutin, yang lebih bersifat perayaan dan bersenang-senang. Murid-murid memang tampak senang, namun Pak Atap merasa bahwa murid-murid seharusnya dapat belajar lebih banyak lagi dari kegiatan study wisata ini. Di awal semester, Pak Atap menyatakan kegelisahanya ini kepada kepala sekolah yang kemudian menyarankannya untuk membuat komite ad hoc yang disebut dengan Komite Studi Wisata Kelas 9, yang anggotanya adalah perwakilan guru dan murid.  Pak Atap lalu mengajak 2 orang perwakilan guru dan 6 orang perwakilan murid dari masing-masing Kelas untuk menjadi anggota komite studi wisata tersebut (ada 3 kelas IX di SMP Matahari dan masing-masing kelas diwakili 2 orang). Karena pelaksanaan studi wisata ini masih lama waktunya, komite ini sepakat bertemu setiap bulan sekali untuk mendiskusikan semua elemen yang terkait pelaksanaan studi wisata dan akan bertemu seminggu sekali sebulan sebelum pelaksanaan program tersebut. Di awal pertemuan komite, Pak Atap menanyakan kepada murid-murid anggota komite tersebut, sejauh ini, pengetahuan dan keterampilan apa saja yang telah mereka pelajari selama di Kelas 9? Pak Atap juga menjelaskan bahwa sebenarnya tujuan dari kegiatan studi wisata tersebut salah satunya adalah untuk membantu mereka memperdalam pengetahuan dan memperkuat berbagai keterampilan yang telah mereka pelajari tersebut. Pak Atap lalu menanyakan kepada murid-murid, apa lagi sebenarnya keuntungan dari kegiatan studi wisata ini untuk mereka. Setelah menjelaskan tujuan kegiatan studi wisata, Pak Atap lalu menanyakan destinasi seperti apa yang menarik buat mereka, yang dapat membantu murid mencapai tujuan yang diharapkan dari studi wisata tersebut. Pak Atap menjelaskan kriteria destinasi wisata yang aman dan memungkinkan untuk dikunjungi dan juga menjelaskan tentang kemungkinan keterbatasan anggaran, agar murid-murid lebih mindful saat memilih destinasi ini. Murid-murid anggota komite ini kemudian memutuskan melakukan riset dan juga meminta pendapat teman-teman kelasnya. Melalui proses ini, Pak Atap jadi mengetahui tentang apa yang disukai oleh murid-murid kelas 9 ini.  Setelah diberi waktu melakukan riset, perwakilan murid ini menyortir 3 pilihan destinasi yang menurut kelas mereka sesuai dengan kriteria. Secara bersama-sama. anggota komite lalu mendiskusikan pilihan-pilihan destinasi ini. Mereka menggunakan checklist yang mengacu pada kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Destinasi yang memenuhi semua kriteria pun akhirnya yang dipilih. Murid perwakilan komite ini kemudian membawa destinasi pilihan ini kepada kepala sekolah. Kepala sekolah lalu meminta komite untuk mempresentasikan ide ini kepada para orang tua Kelas 9.  Setelah mendapatkan persetujuan dan masukan dari para orang tua, Komite Studi Wisata inipun lalu mulai melakukan persiapan secara matang. Murid-murid dalam komite ini memberikan gagasan tentang apa saja kegiatan yang akan menarik untuk dilakukan, siapa yang akan memimpin kegiatan, apa yang akan dilakukan saat perjalanan, dsb. Guru-guru dalam komite memberikan pandangan dan perspektif tentang keamanan, risiko, tantangan yang mungkin akan dihadapi, atau memberikan saran saat murid merasa bahwa sebuah ide kelihatannya sulit untuk diwujudkan. Proses diskusi tentang studi wisata ini menjadi sangat kolaboratif. Setelah pelaksanaan Studi Wisata, sebelum komite ini dibubarkan, komite ini juga bertemu lagi untuk kemudian melakukan refleksi terhadap pelaksanaannya dan memberikan saran perbaikan. Saran perbaikan ini akan menjadi dasar untuk diskusi awal oleh komite Studi Wisata yang baru di tahun ajaran yang akan datang.

Dalam situasi ini Pak Atap melaksanakan kegiatan kokurikuler dan mempromosikan suara murid dan mengajak murid untuk mengambil pilihan. Hal ini terlihat dari Pak Atap yang mengajak beberapa perwakilan guru dan murid  untuk membentuk dewan komite studi wisata. Mereka diberikan kesempatan untuk  memilih destinasi seperti apa yang menarik yang dapat membantu murid mencapai  tujuan yang diharapkan dari studi wisata tersebut. Pak Atap menjelaskan kriteria  destinasi wisata yang aman dan memungkinkan untuk dikunjungi dan juga menjelaskan  tentang kemungkinan keterbatasan anggaran, agar murid-murid lebih mindful saat  memilih destinasi ini. Murid-murid kemudian memutuskan melakukan riset dan juga  meminta pendapat teman-teman kelasnya. Melalui proses ini, Pak Atap jadi mengetahui  tentang apa yang disukai oleh murid-murid kelas 9 ini. Setelah diberi waktu melakukan  riset, perwakilan murid ini menyortir 3 pilihan destinasi yang menurut kelas mereka  sesuai dengan kriteria.

Situasi 4

Dalam masa pandemi ini, Pak Bahri, seorang kepala sekolah SMA merasa galau karena sudah selama 1 tahun ajaran, semua kegiatan ekstra kurikuler di sekolahnya harus dihentikan. Ia merasa murid-muridnya masih perlu melakukan berbagai kegiatan yang dapat mengasah minat dan bakatnya, meskipun di masa pandemi. Namun ia bingung, dengan segala keterbatasan di masa pandemi ini, kira-kira kegiatan apa yang menarik minat murid dan masih memungkinkan untuk dapat dilakukan secara daring. Ia kemudian mengajak murid-murid yang menjadi anggota OSIS untuk bertemu secara daring. Setelah menanyakan kabar, perasaan, dan umpan balik mereka tentang kegiatan pembelajaran daring yang selama ini dilakukan, barulah Pak Bahri kemudian menyampaikan kegalauannya. Ia tanyakan apakah murid-murid merasakan kegalauan yang sama dengannya. Dari pertemuan tersebut, ia mengetahui ternyata murid-murid juga merasakan kegalauan yang sama. Ia lalu menanyakan apakah anak-anak memiliki saran atau gagasan, bagaimana mereka dapat tetap mengadakan kegiatan ekstrakurikuler, walaupun secara daring, dan apa saja kegiatan-kegiatan yang sekiranya menarik minat murid-murid. Ternyata, murid-murid memiliki banyak sekali gagasan yang luar biasa tentang ragam aktivitas yang dapat dilakukan.  Namun, ada beberapa kegiatan yang disarankan yang sepertinya sulit untuk dilakukan, karena Pak Bahri merasa bahwa tidak ada guru yang memiliki keahlian untuk dapat mengajarkan kegiatan tersebut. Pak Bahri pun menyampaikan kesulitan tersebut kepada para anggota OSIS. Ternyata, murid-murid malah memberikan ide untuk meminta agar murid saja yang mengajar kegiatan ekstrakurikuler tersebut. Mereka rupanya mengetahui ada salah satu teman mereka yang “ahli’ melakukan hal tersebut. Mereka mengatakan,  guru cukup mensupervisi kegiatannya saja, tetapi murid yang memang memiliki keahlian tersebutlah yang akan mengajarkan teknik-tekniknya. Mereka juga bahkan mengajukan diri untuk membantu membujuk anak tersebut agar bersedia menjadi ‘guru’ untuk kegiatan ekstra kurikuler tersebut. Akhirnya, atas kesepakatan bersama, mereka memutuskan untuk melakukan beberapa kegiatan ekstrakurikuler. Ada kegiatan yang diajar oleh guru, dan untuk beberapa kegiatan yang tidak dapat diajarkan oleh guru, diajarkan oleh murid-murid dengan supervisi guru. Mereka lalu mendiskusikan jadwal, sumberdaya yang diperlukan, dan pengorganisasiannya. Dibantu oleh OSIS akhirnya kegiatan tersebut dipromosikan dan ternyata, animo murid untuk terlibat dalam kegiatan ekstrakurikuler tersebut sangat besar.  Pak Bahri pun merasa senang.

Kegiatan yang dilakukan Pak Bahri termasuk dalam program ekstrakurikuler. Dalam situasi tersebut Pak Bahri memberikan kesempatan kepada murid-murid untuk menyampaikan banyak gagasan. Ini artinya Pak Bahri mempromosikan suara murid. Pak Bahri menanyakan kepada murid-murid terutama yang  tergabung dalam OSIS untuk kegiatan ekstrakurikuler. Murid-murid memiliki banyak  sekali gagasan yang luar biasa tentang ragam aktivitas yang dapat dilakukan. Namun,  ada beberapa kegiatan yang disarankan yang sepertinya sulit untuk dilakukan, karena  Pak Bahri merasa bahwa tidak ada guru yang memiliki keahlian untuk dapat  mengajarkan kegiatan tersebut. Pak Bahri pun menyampaikan kesulitan tersebut kepada  para anggota OSIS. Ternyata, murid-murid malah memberikan ide untuk meminta agar  murid saja yang mengajar kegiatan ekstrakurikuler tersebut. Mereka rupanya  mengetahui ada salah satu teman mereka yang “ahli’ melakukan hal tersebut. Mereka  mengatakan, guru cukup mensupervisi kegiatannya saja, tetapi murid yang memang  memiliki keahlian tersebutlah yang akan mengajarkan teknik-tekniknya. Mereka juga  bahkan mengajukan diri untuk membantu membujuk anak tersebut agar bersedia  menjadi ‘guru’ untuk kegiatan ekstra kurikuler tersebut. Akhirnya, atas kesepakatan  bersama, mereka memutuskan untuk melakukan beberapa kegiatan ekstrakurikuler. Ada kegiatan yang diajar oleh guru, dan untuk beberapa kegiatan yang tidak dapat  diajarkan oleh guru, diajarkan oleh murid-murid dengan supervisi guru. Mereka lalu  mendiskusikan jadwal, sumberdaya yang diperlukan, dan pengorganisasiannya.  Dibantu oleh OSIS akhirnya kegiatan tersebut dipromosikan dan ternyata, animo murid  untuk terlibat dalam kegiatan ekstrakurikuler tersebut sangat besar. Dalam situasi ini, Pak Bahri juga memberikan kesempatan murid untuk memilih.

Situasi 5

Dalam satu kesempatan, sebuah SMK menjalankan pembelajaran terintegrasi berbasis proyek. Mata pelajaran normatif yang terkait adalah Bahasa Indonesia (BI), Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) sebagai mata pelajaran adaptif, dan mata pelajaran Teknologi Pakan Ternak (TPK) sebagai mata pelajaran produktif. Guru pelajaran TPK menantang murid untuk mengidentifikasi potensi pakan ternak organik dari lingkungan dan masyarakat sekitar berikut permasalahannya, kemudian menawarkan solusi untuk mengembangkannya. Tawaran solusi akan dipaparkan melalui presentasi yang secara teknis akan dinilai oleh Guru TIK dan secara konten bahasa akan dinilai oleh Guru BI. Dalam perjalanan, para murid terlebih dahulu memutuskan untuk menciptakan pakan ternak organik bagi peternakan ayam negri (broiler) di sekolahnya. Selama ini pakan yang digunakan adalah pakan jadi yang dibeli oleh sekolah. Para murid kemudian mencari, dan menguji coba berbagai sumber pakan organik di sekitar lingkungan mereka dan mengolahnya menjadi pakan ayam broiler. Akhirnya, mereka pun menemukan sumber pakan yang paling cocok dan ekonomis untuk skala produksi kala itu adalah cacing sutra yang diternak cukup banyak oleh masyarakat di sekitar sekolah. Setelah beberapa uji coba, mereka juga menemukan bahwa daging ayam broiler yang mengkonsumsi pakan dengan bahan utama cacing sutra memiliki massa daging lebih banyak dibanding yang mengkonsumsi pakan ternak biasa. Sekolah melihat hal ini dan menghubungkan para murid dengan media TV lokal untuk membagikan apa yang mereka lakukan. Tak dikira, hal tersebut dianggap menarik oleh sebuah waralaba ayam goreng internasional yang beroperasi di kabupaten mereka dan memutuskan untuk menguji dan akhirnya menyatakan bahwa produk daging ayam broiler murid-murid ini layak untuk digunakan.  Para murid pun diminta untuk memasok sebagian daging ayam untuk franchise tersebut. Selain memproduksi sendiri daging ayam broiler di sekolah, para murid juga mengajak masyarakat peternak broiler di sekitar sekolah untuk menggunakan pakan buatan mereka sehingga menghasilkan volume daging yang cukup untuk memasok daging ayam ke waralaba tersebut.

Dalam situasi ini, masuk dalam kegiatan intrakurikuler. Sebuah SMK tersebut memberikan kesempatan murid-murid untuk membuat keputusan atau kepemilikan. Prosesnya  diawali dengan, para murid terlebih dahulu memutuskan untuk menciptakan pakan ternak organik bagi peternakan ayam negri (broiler) di sekolahnya. Selama ini pakan  yang digunakan adalah pakan jadi yang dibeli oleh sekolah. Para murid kemudian  mencari, dan menguji coba berbagai sumber pakan organik di sekitar lingkungan  mereka dan mengolahnya menjadi pakan ayam broiler. Akhirnya, mereka pun  menemukan sumber pakan yang paling cocok dan ekonomis untuk skala produksi kala  itu adalah cacing sutra yang diternak cukup banyak oleh masyarakat di sekitar sekolah. Setelah beberapa uji coba, mereka juga menemukan bahwa daging ayam broiler yang  mengkonsumsi pakan dengan bahan utama cacing sutra memiliki massa daging lebih  banyak dibanding yang mengkonsumsi pakan ternak biasa. Suara murid benar-benar didengarkan oleh guru sehingga apa yang dilakukan murid justru menjadi solusi yang menarik dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi.

Situasi 6.

Pak Tegas adalah seorang guru di sebuah SMK. Sebagai seorang guru di jurusan Teknik Komputer Jaringan (TKJ) ia kerap didatangi murid-muridnya untuk berdiskusi baik tentang pelajaran ataupun hal lainnya. Suatu hari, tercetus ide dari murid-murid untuk membuat sebuah wadah kegiatan bagi murid-murid TKJ. Murid-murid tersebut mengusulkan satu program ekstra kurikuler yang bisa menampung keterampilan dan keahlian mereka dalam teknik komputer dan jaringan. Berbasis keterampilan dan keahlian mereka di jurusan teknik komputer dan jaringan, akhirnya disepakati nama program ekstrakurikuler itu dengan nama ITS (Information Technology Student).  Dengan bantuan pertanyaan-pertanyaan pemandu dari Pak Tegas, murid-murid lalu mematangkan gagasan tersebut. Mereka mendiskusikan aspek-aspek apa,  mengapa,  bagaimana, siapa dari program tersebut secara lebih rinci. Setelah cukup matang, Pak Tegas lalu mengajak murid-muridnya untuk mempresentasikan ide mereka ini kepada Wakasek. Murid-murid ini pun lalu mempersiapkan presentasi ini.  Ketika mendengarkan presentasi dari murid, Wakasek sangat mendukung. Namun, di pertemuan tersebut Wakasek juga menyampaikan bahwa anggaran sekolah hanya memungkinkan sebagian kecil saja dari ide murid tersebut yang dapat dijalankan.  Wakasek meminta murid-murid untuk mendiskusikan kembali kira-kira apa solusi yang bisa dilakukan. Setelah melakukan modifikasi ide beberapa kali, akhirnya berjalanlah program tersebut. Mengingat terbatasnya anggaran, murid-murid memutuskan untuk menyediakan jasa service komputer di tahun pertama pelaksanaan dengan peralatan seadanya yang tersedia di sekolah. Dari kegiatan itu, murid-murid kemudian dapat mengumpulkan uang kas yang kemudian menjadi modal untuk membeli perangkat-perangkat lain yang diperlukan. Di tahun-tahun awal, Pak Tegas memberikan pendampingan langsung kepada murid-muridnya ini, Di tahun kedua, Pak Tegas hanya mensupervisi dan mengawasi kegiatan. Pembimbingan dilakukan bukan lagi dari guru kepada murid, tapi dari murid kepada murid. Murid tingkat dua akan membimbing murid tingkat 1. Program ini pun berlanjut menjadi semakin berkembang. Banyak ide-ide murid yang kemudian semakin banyak dapat diwujudkan dalam program ini.

Situasi 6 ini termasuk dalam kegiatan ekstrakurikuler. Pak Tegas juga mempromosikan suara dan pilihan.  Siswa SMK Jurusan TKJ yang mengusulkan ide adanya ekstrakurikuler yang bernama  ITS (Information Technology Student) disambut baik oleh Pak Tegas dan mengusulkan kepada wakil kepada sekolah. Ia juga memberikan kesempatan kepada murid untuk memiliki kegiatan ekstra tersebut, terbukti dari memberikan kesempatan kepada murid untuk menyediakan jasa service komputer untuk menambah modal. Bahkan suara murid juga dipromosikan, terbukti bahwa ia menjadi supervisi, karena kegiatan sepenuhnya dilakukan oleh murid.

Situasi 7

Situasi 7 ini merupakan kegiatan kokurikuler dan memberikan banyak pilihan. Bank SALAM membuka pasar tradisional senin legi. Pasar ini sebagai bentuk  ruang ekspresi kebebasan bagi setiap warga belajar SALAM untuk bermain peran.

Situasi 8

Situasi 8 ini termasuk dalam kegiatan kokurikuler yang lebih memberikan promosi  suara, pilihan dan kepemilikan. Dari tayangan video yang menceritakan pengalaman pembelajaran yang didapatkan  Alfonsina selama belajar di sekolah berbasis riset yaitu Sanggar Anak Alam (SALAM)  Yogyakarta. Selama bersekolah disana, Alfonsia diberikan dorongan serta fasilitas  untuk melakukan dan memilih sendiri sebuah riset perkembangan anak usia dini.  Selama kegiatan ini, Alfonsia diberikan kesempatan untuk bertanya, memberikan  pendapat, ataupun berdiskusi bersama mentor dalam berbagai kesempatan. Alfonsina  juga diajak untuk memetakan target dirinya di masa kedepannya. Memproyeksikan mau  jadi seperti apakah kedepannya kelak, pembelajaran apa yang sudah didapatkan dan  targetnya sudah sampai dimana, tetap diajak untuk menghargai setiap proses target yang  dicapai. Alfonsina tetap belajar untuk bertanggungjawab terhadap pencapaian  targetnya.

Situasi 9 merupakan bagian dari kegiatan intrakurikuler, kokurikuler dan ekstrakurikuler yang memberikan promosi suara, pilihan dan kepemilikan. Pada tayangan video menceritakan beberapa situasi sekolah yang merancang  program atau kegiatan yang dapat membantu menyediakan kesempatan bagi murid  untuk mewujudkan suara dan pilihan mereka. Sekolah ini juga membantu murid untuk  belajar melihat dan merasakan dampak dari pilihan dan suara yang dibuatnya. Murid  menjadi sebuah agen perubahan yang berguna bagi diri sendiri, orang lain dan  lingkungan masyarakatnya. Dan akhirnya, sekolah membantu mewujudkan  kepemimpinan murid dan mendorong aspek suara, pilihan dan rasa memiliki.

Dalam setiap situasi yang digambarkan merupakan upaya untuk menumbuhkembangkan  kepemimpinan murid, menyediakan kesempatan bagi murid untuk mengembangkan profil  positif dirinya, yang kemudian diharapkan dapat mewujudkan sebagai pengejawantahan  profil pelajar Pancasila dalam dirinya. Dimensi profil pelajar pancasila yang dikembangkan.

Beriman, bertakwa dan berakhlak mulia. Menumbuhkembangkan kepemimpinan murid akan mendorong murid untuk mengamalkan nilai-nilai agama dan kepercayaannya dalam bentuk sikap-sikap dan tindakan atau perilaku positif. Murid murid yang memiliki kepemimpinan yang kuat, akan menunjukkan akhlak yang baik terhadap dirinya pribadi, terhadap sesama, negara dan alam ciptaan-Nya. Berkebinekaan global. Menumbuhkembangkan kepemimpinan murid akan melatih muridmurid kita untuk memiliki pemikiran dan wawasan yang luas dan terbuka. Mereka akan terbiasa untuk melihat perbedaan, menghargai beragam perspektif  sehingga diharapkan dapat hidup ditengah-tengah masyarakat yang majemuk. Mereka  akan mampu beradaptasi dengan situasi dan perubahan yang dihadapinya, dan mampu  menjadi pemecah masalah yang percaya diri dimanapun ia berada.Bergotong-royong. Mendorong kepemimpinan murid akan melatih murid untuk terlibat dan berinteraksi dengan orang lain, bekerjasama dan berkontribusi dalam masyarakat yang lebih luas. Lewat interaksi ini, mereka akan memiliki keinginan untuk  membantu orang lain yang membutuhkan, dan mampu berkolaborasi untuk melakukan  tindakan demi kebermanfaatan dan kebahagiaan bersama. Mandiri. Menumbuhkembangkan kepemimpinan murid mendorong murid untuk mengambil kontrol dan bertanggung jawab pada proses pembelajarannya sendiri. Saat kita mendorong kepemimpinan murid, maka kita juga melatih kemampuan mereka  untuk meregulasi diri sendiri. Bernalar kritis. Menumbuhkembangkan kepemimpinan murid akan mendorong murid untuk memiliki kemampuan bernalar kritis karena mereka akan belajar untuk membuat pilihan-pilihan dan membuat keputusan-keputusan yang bertanggung jawab. Mereka  juga akan berlatih untuk mengembangkan keterampilan refleksi terhadap proses  pembelajaran dan belajar dari berbagai situasi yang terjadi lewat interaksi mereka  dengan komunitas yang lebih luas. Kreatif. Menumbuhkembangkan kepemimpinan murid memungkinkan murid untuk  terekspos pada pengalaman belajar otentik yang menuntut mereka untuk mampu  melihat permasalahan dan secara kreatif berusaha mencari solusi atas permasalahan tersebut. Mendorong murid untuk bersuara berarti juga membuka ruang bagi sikap  berani mengambil risiko, sehingga murid tidak takut untuk mengungkapkan ide-ide dan  pemikiran-pemikiran kreatif mereka

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *