Latihan untuk membina diri kita, sesungguhnya adalah latihan dalam keseharian. Membina diri bukan sesuatu yang dimengerti bahwa harus dilakukan di tempat-tempat ibadah, atau hanya pada saat-saat tertentu. Justru dalam keseharian kita bisa meningkatkan, membina diri kita masing-masing. Kesabaran sesungguhnya latihan untuk membina diri yang tertinggi. Kalau kita mengalami atau berhadapan dengan hal yang menyenangkan, sekitar kita bersikap baik, berkata-kata ramah terhadap kita, maka kita bisa bersikap sabar. Tetapi, menghadapi hal-hal yang menyenangkan bukanlah sikap bersabar. Justru kesabaran adalah sikap yang tetap tenang, dilandasi dengan pengertian yang benar, pada saat kita menghadapi atau mengalami kondisi yang tidak menyenangkan. Orang lain yang berperilaku tidak baik terhadap kita, pada saat itulah sesungguhnya ada kesempatan yang sangat baik untuk melatih kesabaran. Kalau menghadapi kondisi yang tidak menyenangkan, orang-orang yang mengganggu kita mungkin juga ingin menghancurkan kita, kalau pada saat itu timbul kemarahan, kejengkelan atau bahkan dendam, pada saat itulah tampak betapa rapuhnya mental kita. Menanggapi keadaan yang tidak menyenangkan, menghadapi orang-orang yang menyulitkan kita, kalau timbul emosi, sikap yang serampangan, yang didorong oleh kebencian atau kemarahan, sesungguhnya sikap seperti itu sangat merugikan kita sendiri. Tampak dengan jelas tidak ada ketahanan mental, tidak ada kekuatan batin dalam diri kita untuk menghadapi hal-hal yang tidak menyenangkan.
Ilmu pengetahuan modern menyadari bahwa kecerdasan yang dimiliki oleh seseorang, kalau seseorang suka belajar, suka mendengar dan timbulah ide-ide yang cemerlang, kreativitas baru, sering dikatakan seseorang itu adalah orang yang cerdas. Tetapi itu sangat tidak cukup. Kecerdasan dalam hubungan berinteraksi dengan masyarakat dibutuhkan. Sekarang disadari bahwa selain kecerdasan sangat diperlukan kedewasaan emosi. Kecerdasan intelektual tidak membantu tanpa dilandasi dengan kecerdasan emosi, kedewasaan emosi.
Ada dua macam kesabaran, yang pertama adalah kesabaran dengan hal-hal sederhana, dengan kondisi-kondisi yang kecil, seperti bersabar dengan udara yang panas, bersabar dengan makanan yang tidak sesuai atau tetap bersabar karena harus menunggu agak lama, bersabar saat fisik sedang sakit, bersabar untuk tidak melakukan hal-hal yang tidak berguna dalam menghadapi kondisi-kondisi yang tidak menyenangkan itu. Melatih kesabaran dengan hal-hal yang kecil-kecil ini, akan memungkinkan kita memberikan jalan kepada kita untuk mampu melatih kesabaran yang lebih tinggi. Kesabaran yang kedua adalah kesabaran yang lebih tinggi. Sabar kalau kita dicela, sabar kalau kita dihina, tetap sabar kalau ada orang-orang yang memfitnah kita, atau mungkin ingin menghancurkan kita. Kesabaran yang lebih tinggi ini memang sulit, tapi justru itulah sebagai latihan untuk membina diri kita yang tertinggi.
Para pengkotbah sesungguhnya bukanlah guru kesabaran yang sejati. Para penceramah hanya bisa menunjukkan betapa berharganya kesabaran itu, betapa pentingnya memiliki kesabaran sebagai daya tahan mental, tetapi bukan guru kesabaran yang sebenarnya. Kalau di rumah suatu saat suami atau istri menimbulkan masalah, persoalan. Kalau anak-anak suatu ketika tidak mau mendengar nasehat. Kalau teman-teman kita menyulitkan kita. Kalau mereka yang dulu sangat akrab kemudian akan menghancurkan kita. Mereka itu sesungguhnya guru-guru kesabaran yang sejati. Karena pada saat itulah, kita dituntut untuk mempunyai kesabaran. Kalau kita menghadapi mereka dengan geram, dengan emosi yang meluap-luap, dengan kemarahan dan mungkin dengan kebencian, sikap itu tidak menyelesaikan masalah, bahkan membuat masalah lebih berlarut-larut. Kegarangan dan kegeraman yang ditunjukkan oleh seseorang, sesungguhnya bukan menunjukkan kekuatan, tetapi sebaliknya itulah kelemahan jiwa. Seseorang yang jiwanya kuat, memiliki daya tahan yang tangguh, tidak akan mudah terpancing, tidak akan menunjukkan kegarangan, kemarahan, karena sadar bahwa kegarangan, kemarahan, kebencian sama sekali bukan cara menyelesaikan persoalan.
Sikap tenang yang dilandasi oleh pengertian yang benar itulah sesungguhnya kesabaran. Pengertian apakah yang harus kita punyai untuk menumbuhkan kesabaran, meningkatkan daya mental kita, menghadapi persoalan kehidupan yang tidak pernah berhenti? Pengetian pertama adalah menyadari segala sesuatu di alam semesta ini tidak kekal, tidak ada yang abadi, berubah setiap saat. Kesulitan apapun yang kita hadapi, perlakuan apapun yang tidak menyenangkan kita, juga tidak kekal. Tidak selamanya akan mencengkram kita. Tidak ada yang abadi di alam semesta ini. Masalah yang menyulitkan itu datang, sebentar kemudian akan berlalu. Semua perpaduan tidak kekal, berubah setiap saat dan berubah terus menerus. Menyadari perubahan terhadap segala sesuatu, termasuk kesulitan yang sedang menghimpit, yang sedang kita alami itulah, menyadari ketidakkekalan itulah yang membuat kita akan bertahan. Tidak ada alasan untuk berpatah semangat.
Pengertian yang kedua yang harus kita punyai sebagai landasan untuk membangun kesabaran dan daya mental adalah kesulitan yang kita alami janganlah kita berpikir biasa. Apa yang dimaksud berpikir biasa. Kita sering berpikir bahwa ia menghina saya, si itu mengganggu saya, si dia tidak simpati kepada saya, yang itu akan menghancurkan saya, yang itu membenci saya dan sebagainya. Pikiran kita seolah seperti buku telepon yang berisi daftar-daftar nama yang tidak kita senangi, sehingga timbul kebencian, timbul ingin membalas, dan itulah membuat kehidupan kita tidak tentram. Inilah yang dimaksud berpikir biasa.
Berpikir luar biasa sangat berbeda dengan berpikir biasa. Kesulitan yang kita hadapi, penderitaan yang kita alami, sesungguhnya adalah akibat buah dari perbuatan kita sendiri. Kesulitan dan segala macam penderitaan itu, bukan pemberian siapa-siapa. Tetapi dari perbuatan kita sendiri, perbuatan yang tidak benar, perbuatan yang tidak sehat. Kalau bukan akibat dari perbuatan kita, tidak mungkin peristiwa itu akan datang menimpa kita. Kalau kita berpikir seperti ini, maka tidak ada tempat untuk membenci kepada yang lain, tidak ada alasan untuk membalas kebencian dengan dendam. Justru melihat mereka yang melakukan hal-hal yang merugikan kita, bukan kebencian yang timbul, melainkan kasih sayang. Timbul rasa kasihan yang mendalam, melihat teman-teman atau orang lain berperilaku buruk terhadap kita, karena perilaku yang buruk itu juga akan membuahkan penderitaan bagi pembuatnya sendiri. Inilah yang disebut berpikir luar biasa, menggantikan cara berpikir biasa.
Dengan dua landasan pengertian inilah, kita meningkatkan dan membangun kesabaran kita, kita memperkuat daya tahan mental kita, menghadapi hal-hal yang buruk, hal-hal yang menyakitkan, hal-hal yang terasa sulit dalam kehidupan ini. Pengertian tentang semuanya tidak kekal, berubah setiap saat, termasuk kesulitan dan hal-hal yang buruk itu. Dan seandainya kesulitan itu datang maka itupun akibat dari perbuatan kita sendiri. Dengan cara inilah, dengan dasar pengertian yang benar dan jernih inilah, kita berusaha untuk tetap tenang, tegar, batin tidak tergoyahkan menghadapi kesulitan-kesulitan yang datang silih berganti. Silahkan kesulitan atau persoalan itu datang, namun kesulitan atau persoalan itu tidak lagi menjadi kesulitan, tetapi justru menjadi kesempatan bagi kita untuk melatih kesabaran, dengan kesadaran yang penuh memperkuat daya mental kita. Marilah kita hadapi dengan tenang, marilah kita mengubah kesulitan dan persoalan itu menjadi kesempatan yang amat berharga untuk meningkatkan kualitas diri kita. Karena di dalam kenyamanan, di dalam segala sesuatu yang menyenangkan yang kita hadapi, sesungguhnya sangat sulit untuk mencari kesempatan untuk meningkatkan kualitas diri. Kenyamanan dan perlakuan yang sangat baik kepada kita, bukanlah guru kesabaran yang sebenarnya.
Kadar kesabaran, kadar daya mental kita merupakan hasil dari latihan kita, latihan dalam keseharian yang dilandasi dengan pengertian benar. Kesabaran bukan sesuatu yang bisa kita dapatkan dengan meminta kepada siapapun. Sering kita mendengar orang mengeluh dan meminta kesabaran. Boleh-boleh saja mengeluh, karena mungkin betapa beratnya kesulitan yang kita hadapi, tetapi kesabaran tidak bisa diminta, kesabaran tidak bisa diberikan oleh siapapun kepada kita. Kita harus berpandai-pandai menggunakan setiap kesempatan dalam keseharian untuk meningkatkan kesabaran kita, karena kesabaran merupakan latihan yang amat berharga, sangat dibutuhkan pada setiap saat di manapun kita berada, dimanapun kita tinggal, dalam keadaan bagaimanapun kita mengalami.
Seseorang yang tidak cukup memiliki kesabaran, ketahanan mental, dia akan mudah terpengaruh untuk melakukan hal-hal yang buruk, mungkin kejahatan, karena akan memberikan keuntungan, keuntungan materi yang lebih besar dan dan lebih cepat. Namun seseorang yang memiliki kesabaran dan ketahanan mental tidak akan tertarik dengan perbuatan-perbuatan yang tidak sehat, dengan perilaku-perilaku yang tidak bermoral sekalipun hal itu memberikan keuntungan yang besar dan spontan. Ia bisa bertahan, ia bisa mengendalikan dirinya karena ia memiliki kesabaran, memiliki daya mental yang baik, tidak terpengaruh, tidak tergiur dengan perbuatan buruk. Oleh karena itulah, kesabaran, keuletan adalah kunci menjaga moralitas. memiliki perilaku yang baik, yang sehat, karena setiap perbuatan memberikan akibat ganda. Kejahatan merugikan makhluk lain dan juga sudah pasti merugikan si pembuatnya sendiri. Demikian juga kebajikan, perbuatan baik akan memberikan manfaat ganda pula. bermanfaat bagi orang lain dan bermanfaat untuk diri sendiri. Memang perbuatan yang tidak terpuji, yang buruk mudah sekali menggiurkan, menarik bagi orang, karena memberikan kesenangan yang tiba-tiba, tidak perlu menunggu, tidak perlu bersabar, sehingga menyebabkan orang terpikat melakukan kejahatan. Dengan kesabaran, kita akan juga bersabar, tidak terpikat untuk melakukan kejahatan, memilih perbuatan yang bajik. Dengan kesabaran dan kesadaran, dengan ketahanan mental sekuat tenaga, kita menghindari perbuatan-perbuatan buruk, perbuatan yang tidak sehat. Dengan kesabaran dan kesadaran pula, dengan ketahanan mental sekuat tenaga kita melakukan hal-hal yang baik, yang bajik, yang berguna, berguna bagi masyarakat, berguna bagi keluarga kita, dan tentu berguna untuk kita sendiri.
Memang perbuatan buruk memberikan kenikmatan spontan, kesenangan yang lebih cepat, tetapi kalau perbuatan itu suatu ketika sudah masak, kejahatan akan berakibat penderitaan yang kadang-kadang amat sulit untuk diatasi, berlarut-larut dan sangat lama. Namun sebaliknya perbuatan bajik akan berguna bagi orang lain dan yang melakukan, dan tidak akan menimbulkan penyesalan di hatinya. Kehidupan ini akan menjadi amat berguna, kalau kita bisa menggunakan sebanyak mungkin untuk hal-hal yang berguna, bermanfaat bagi semua pihak, namun mari kita masuk pada pengertian yang lebih mendalam meskipun agak sulit. Memang kita tidak berpihak pada perbuatan jahat kepada keburukan. Kita ingin mengisi kehidupan ini dengan kebajikan. Tetapi jangan sampai kita merasa lebih unggul, merasa lebih tinggi karena telah melakukan kebajikan, kemudian memandang rendah kepada mereka yang melakukan kejahatan. Melakukan kebajikan adalah pilihan, namun kebanggaan terhadap kebajikan yang kita lakukan, akan merugikan perkembangan mental kita. Bangga dengan kebajikan yang dilakukan, dan kemudian memandang rendah dan membenci kepada mereka yang telah melakukan kejahatan adalah kekotoran batin yang menghalangi kemajuan mental spiritual kita. Kita senang berbuat bajik, tetapi kita tidak benci, ktia tidak merendahkan sekalipun kepada mereka yang melakukan perbuatan yang merugikan orang lain. Kita tidak senang dengan perbuatan yang mereka lakukan, kita tidak setuju dengan kejahatan yang mereka perbuat, tetapi sama sekali tidak ada alasan untuk membenci mereka dan merasa diri kita lebih baik dan lebih mulia, lebih tinggi dari mereka. Perasaan seperti ini sebenarnya adalah keangkuhan, kesombongan, kecongkaan, dan itu adalah kekotoran batin yang merugikan perkembangan batin kita sendiri. Kita memihak kebajikan, kita tidak ingin melakukan kejahatan, tetapi kita tidak perlu merasa lebih dan membandingkan kepada mereka yang masih senang melakukan kejahatan. Aku bukan mereka, aku lebih bersih dari mereka, aku lebih sempurna dari mereka, inilah beban-beban mental yang mengotori pikiran kita, dengan kekotoran batin yang lebih halus, tetapi tetap merugikan kita. Marilah kita memihak pada perbuatan yang baik, kepada kebajikan dengan tulus, termasuk juga memiliki pikiran yang bajik, yang kasih sayang kepada mereka yang melakukan kejahatan sekalipun. Ini yang disebut membersihkan pikiran kita sendiri dari kekotoran batin yang halus, keangkuhan, keakuan, kecongkaan, kesombongan. Dan itulah beban mental yang membuat penderitaan bagi kita.
Secara ringkas, marilah meningkatkan kualitas diri kita, dengan menggunakan segala keadaan, segala hal yang kita alami apapun sebagai kesempatan untuk meningkatkan kualitas diri, meningkatkan kesabaran, meningkatkan daya mental kita. Dengan kesabaran dan daya mental kita, kita tidak akan memihak pada kejahatan dan berusaha keras menambah hal-hal baik, mengisi kehidupan dengan kebajikan, tanpa disusupi oleh keangkuhan, kesombongan. Mari kita mengisi kehidupan kita dengan hal-hal yang berguna, dan juga mencintai, mengasihani mereka siapapun juga untuk bersama-sama maju ke arah yang lebih baik. Tidak ada alasan merendahkan siapapun apalagi membeci kepada mereka, sekalipun mereka melakukan kejahatan. Tidak hanya menghindari kejahatan, tidak hanya menambah kebajikan, namun lebih dari itu mari kita memeriksa batin, pikiran kita agar bersih dari kekotoran batin. Dan itulah kebahagiaan. Di dalam diri kita, persis di dalam diri kita, di situlah kita akan menemukan kebahagiaan. Kondisi apapun yang kita hadapi, yang datang menyongsong kita, marilah kita hadapi dengan tenang, dengan pengertian yang benar, dengan ketahanan mental, dengan ketulusan hati.
Janganlah berpikir untuk mencari kebahagiaan di luar dari diri kita. Sumber kebahagiaan itu berada di dalam diri kita sendiri. Tidak mungkin ditemukan dari luar diri kita. Dengan mengubah diri kita, dengan meningkatkan kualitas diri kita, sumber kebahagiaan akan muncul di dalam diri kita. Mencari kebahagiaan dari luar diri kita, sibuk mencari dan mengubah apa yang di luar diri kita, memang baik, tetapi bukanlah jaminan yang mampu membuat kita bahagia tanpa ada perubahan di dalam diri kita masing-masing.
Untuk menutup tulisan ini, bacalah cerita berikut. Di jaman dahulu di mesir, ada seorang raja yang sakit mata. Dokter istana setelah mengobati kemudian menasehatkan. “Raja harus sering melihat warna hijau, karena akan mempercepat kesembuhan penglihatan mata baginda raja”. Karena raja harus sering melihat warna hijau, maka raja memerintahkan segala sesuatu yang dia lihat, dia ubah dengan warna hijau. Alat-alat makan serba hijau, pakaian yang dikenakan serba hijau, dinding tempat tinggal, lantai semua diubah dengan warna hijau, supaya penglihatan sang raja dapat cepat kembali seperti semula. Tetapi penasehat raja, mendekati sang raja dan bekata, “Baginda Tuanku Raja, kalau baginda menginginkan melihat yang serba hijau, supaya penglihatan cepat sembuh sedia kala, mengapa baginda harus mengubah semuanya dengan warna hijau, apakah tidak lebih baik baginda memakai kaca mata hijau. Dengan memakai kacamata hijau, semuanya akan kelihatan hijau. Tidak perlu harus mengubah semuanya dengan menjadi hijau”.
Dari cerita ini kita mendapatkan pencerahan kecil, mengubah diri kita, mengubah sikap mental kita adalah jauh lebih berharga dan lebih mudah, daripada mengubah sesuatu di luar diri kita. Justru mengubah meningkatkan mental kita, di dalam diri inilah, kita menemukan sumber kebahagiaan.