Tantangan Komik dari Kisah Burung Berkepala Dua

Kali ini saya akan berbagi pengalaman tentang bagaimana menerapkan filosofi Ki Hajar Dewantara di dunia pendidikan. Yang selalu membekas di pikiran saya bahwa mendidik itu ibarat bermain game. Mengapa siswa menyukai game? Game memberikan kesenangan bagi siswa karena di dalam game ada sebuah tantangan yang selalu dinanti oleh siswa. Ketika siswa mampu menyelesaikan suatu tantangan maka ia akan mencapai kepuasan dan akhirnya selalu keppo dengan tantangan berikutnya.  Ia semakin penasaran dengan tantangan itu. Tentu saja tantangan itu disesuaikan dengan kemampuan si anak tersebut. Ketika seorang siswa yang masih pemula tentu tidak akan diberikan tantangan game pada level yang tinggi.  Analogi bermain game ini saya gunakan untuk memberikan tantangan yang berbeda kepada siswa yang memiliki potensi dan bakat yang berbeda dengan siswa lainnya.

Saya menemukan 6 siswa Animasi di kelas X ini yang memiliki passion, bakat dan talenta di bidang menggambar serta memiliki keinginan kuat untuk merealisasikan membuat animasi. Salah satunya adalah Nadalena. Gadis cantik ini mendatangi saya dan berkeingnan kuat untuk ikut membuat project pembuatan film animasi dari relief Candi Mendut. Mungkin Nadalena ini mendapatkan informasi dari teman-temannya. Keinginan kuat inilah yang bisa saya tangkap sehingga saya memutuskan untuk memberikan tantangan serupa seperti Gwen yang sudah saya ceritakan di artikel sebelumnya. Nadalena mendapatkan tantangan membuat komik dan berlanjut film animasi dari cerita di sebuah panel Candi Mendut yang menceritakan tentang burung berkepala dua.  Jika diibaratkan sebuah game, maka membuat komik merupakan level 1 dalam menyelesaikan tantangan, sedangkan film animasinya adalah masuk ke level 2. Tidak sampai satu minggu, Nadalena segera mengirim karya komik. Komik yang dimaksud dalam tulisan ini adalah gambaran storyboard untuk acuan dalam pembuatan animasi selanjutnya.

Relief Candi Mendut mengisahkan tentang Burung Berkepala Dua

Berdasarkan referensi yang diperoleh dari berbagai sumber, relief tersebut menceritakan bahwa ada seorang burung yang memiliki kepala dua. Burung itu melihat buah yang berwarna merah keemasan di tanah. Buah itu tampak sangat lezat dan kepala pertama memakannya. “Enak sekali,” katanya, “baru kali ini aku menemukan buah selezat ini.” “Aku ingin mencobanya,” kata kepala kedua, “Berikan sedikit kepadaku.” “Tidak,” sahut kepala pertama, “Aku yang melihatnya duluan. Aku yang berhak memakannya. Lagi pula buah ini nantinya masuk ke perut kita berdua.” Kepala kedua sakit hati mendengar jawaban kepala pertama, namun ia tidak berkata apa-apa. Beberapa hari kemudian, kepala kedua melihat sejenis buah yang sangat beracun. Kepala kedua segera mengambil beberapa buah dan berkata, “Lihat, aku akan memakan buah ini dan membalas penghinaanmu.” “Jangan,” kata kepala pertama,”kita berdua memiliki satu tubuh. Bila kau memakannya, kita berdua akan mati.” “Aku melihat buah ini duluan, aku berhak memakannya.” Kepala pertama memohon agar kepala kedua tidak memakan buah beracun itu. Namun kepala kedua tidak mau mendengar. Ia memakan buah itu dan sebagai akibatnya, si burung tersebut tewas.

Dari cerita tersebut Nadalena mendapatkan tantangan untuk mengembangkan cerita yang ada di relief tersebut menjadi sebuah komik (level 1) dan sebuah animasi (level 2). Di rencanakan akhir Bulan Oktober 2023, animasi yang dibuatkan dapat diselesaikan. Malam ini, saya mendapatkan kiriman  komik storyboard yang dibuat Nadalena hasil pengembangan ceritanya.

Level 1, bagi Nadalena sudah tercapai. Ia sudah mampu membuat storyboad dalam bentuk komik. “Yang saya rasakan sejauh ini adalah hasil karya saya menjadi lebih berkembang daripada karya yang dulu. Hasil tersebut mulai berkembang sejak saya mulai bertemu dengan banyak teman yang memiliki teknik yang berbeda dan unik, dari situ saya mempelajari banyak hal yang baru dan mulai mencoba-coba. Dengan belajar terus menerus dan sungguh, sedikit demi sedikit karya saya mulai berkembang. Saya merasa senang akan hal itu”, ungkap Nadalena. “Saya merasa bangga terhadap diri saya sendiri karena telah membuat komik tersebut dengan usaha yg saya kerahkan selama ini dengan sungguh sungguh’, ungkap Nadalena untuk memberikan apresiasi terhadap dirinya sendiri.

Saatnya Nadalena mengencangkan perutnya, mengatur iramanya untuk mengatur waktu yang begitu padat dengan berbagai tantangan lainnya. Ia harus mampu memanagement waktu agar akhir bulan Oktober film bisa diselesaikan. Sebuah tantangan baru di level 2 sudah menanti untuk direalisasikan. Nikmati prosesnya ya Mbak Nadalena, semoga sukses ke depannya.

 

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *