“Siapakah Temanmu?”, Challenge untuk Well Being

Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum pernah dikerjakan oleh orang lain. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh diri sendiri (Dammapada: 50). Menurut saya, syair kuno ini masih sangat relevan bagi kita dalam menjalani dan meningkatkan kualitas kehidupan. Sebagai pendidik, tugas kita bukan sekedar mendidik orang lain, namun jauh lebih dari itu kita perlu mendidik diri kita sendiri terlebih dahulu. Bagaimana kita akan mampu menolong orang lain yang akan tenggelam, sedangkan kita sendiri tidak bisa berenang. Guru bukan sekedar transfer knowledge, namun memiliki tanggungjawab untuk mentransfer nilai-nilai, tentu makna “Digugu lan ditiru” atau menjadi contoh dan teladan bagi anak didik menjadi hal yang utama. Bukan seberapa banyak materi yang sudah diberikan kepada anak-anak didik kita, tetapi apa yang sudah dikerjakan selama ini untuk anak didik kita. Kehadiran kita sebagai guru, bukan semata-mata kehadiran fisik untuk menggugurkan kewajiban administrasi karena sudah digaji karena pekerjaan yang diemban, Namun lebih bermakna ketika kehadiran kita secara psikologis yang mampu mengulurkan tangannya untuk menuntun anak didik kita. Menuntun kodrat anak didik kita, yang mampu menumbuhkan rasa ingin tahu, mengembangkan imajinasi dan kreativitasnya serta mampu menghargai keberagaman anak didik kita. Menurut Ki Hajar Dewantoro, mendidik itu ibarat bercocok tanam, menyemai benih-benih talenta dan kebudayaan, merawatnya, memupuknya, menyirami dengan air secukupnya sehingga tanaman tersebut tumbuh, berbunga dan berbuah. Menciptakan eksosistem yang menyenangkan merupakan tugas kita sebagai guru dengan harapan potensi dan talenta anak didik dapat berkembang dengan baik.

Salah satu area yang dapat dikembangkan untuk membentuk sekolah masa depan yang menyenangkan adalah area pengembangan personal dan interpersonal untuk membentuk well being anak didik. Anak didik yang memiliki well being  akan mampu mengolah rasa (menciptakan perasaan secara baik),  memiliki pengalaman emosi positif seperti kebahagiaan dan kepuasan serta mengembangkan potensinya, memiliki kendali atas hidup dirinya, memiliki tujuan, dan mengalami hubungan positif dengan orang lain. Kehidupannya akan lebih bermakna ketika dirinya mampu memberikan kebermanfaatan untuk dirinya, lingkungannya dan masyarakat sekitarnya.

Kemampuan personal dan interpersonal anak didik kita perlu dilatih setiap waktu, sehingga pendidikan yang ada di dunia persekolahan bukan semata-mata mengisi konten-konten materi, namun lebih luas dari itu adalah melatih untuk membentuk kesadaran diri menjadi anak didik yang well being. Menghargai dan mencintai orang lain merupakan perilaku yang hendaknya dibiasakan pada diri anak didik dalam pengembangan kemampuan personal dan interpersonal tersebut. Perilaku tersebut akan terbentuk ketika dibiasakan dengan mengolah rasa. Pengalaman praktik yang sudah saya lakukan pada area ini, selain siswa mengenali dirinya sendiri, maka siswa perlu mengenal siapa teman inspirasinya.   Dalam kegiatan ini siswa diberikan sebuah survei untuk mengungkapkan siapa yang menjadi teman inspirasinya. Siswa diminta memberikan penjelasan alasan, kebaikan-kebaikan apa yang pernah dilakukan sehingga memberikan kesan tersendiri dan patut menjadi teladan. Dalam survei ini tidak ditekankan pada kelemahan-kelemahan dan kesalahan yang dilakukan orang lain. Hal ini bertujuan untuk membentuk karakter menghargai orang lain atas kebaikan-kebaikan yang telah dilakukan dan menginspirasinya. “Tulislah kebaikan-kebaikan orang lain di atas kertas, namun tulislah di udara ketika melihat kesalahan-kesalahan orang lain”, pepatah yang menjadi pengingat untuk kita.

“Mas Wisnu sangat membantu saya ketika saya hendak berangkat ke sekolah, dia selalu menjemput saya dan mengantarkan kembali kerumah bahkan saat vaksinasi di poltekes yang sampai malam mas Wisnu tetap mengantarkan saya pulang. Jadi intinya adalah dia selalu membantu saya dan menjadikan saya lebih bermotivasi membuat challenge yang bagus karena punyanya mas wisnu bagus semua”, ungkap Risky Kenang dalam survei tersebut.  “Nafisa anak animasi 1 yang memiliki gambar selalu bagus ,terkadang saya ingin seperti dia namun saya susah juga untuk menambah skill menggambar dan saya mencoba berusaha untuk membuat gambar an yang bagus seperti dia sedikit demi sedikit gambaran saya sudah mulai bagus daripada awalnya. kesan dan patut menjadi teladan adalah dengan berusaha dengan sekuat tenanga maka kita akan meraih tujuan yang kita mau”, tulis Nabila Awalu dalam survei tersebut. Itu salah satu jawaban anak didik ketika diberikan tantangan untuk menuliskan siapa yang menjadi teman yang menginspirasi. Dari tulisan yang sederhana tersebut pada prinsipnya adalah melatih siswa menghargai kebaikan orang lain.  Melatih dengan cara-cara yang sederhana ini akan memperkuat kepedulian siswa terhadap siswa lainnya. Sederhana namun lebih bermakna. Olah rasa ini cara untuk memantik olah laku yang diharapkan akan menjadi anak didik yang selalu mengedepankan pada well being. Semoga menginspirasi.

 

 

 

 

2 thoughts on ““Siapakah Temanmu?”, Challenge untuk Well Being”

  1. Hebat..hebat . Bagaimana syair kuno tersebut dapat ditautkan kedalam tulisan2 yang sangat menginspirasi. Kemampuan inilah yang tidak semua orang bisa, termasuk saya. Bagaimana supaya saya bisa belajar menjadi seperti bapak ya ?? Saya ingin berguru dengan master boleh kah??

    1. Selamat berdiskusi Bu Sunarti. Yang terpenting apa yang kita mengerti langsung dipraktikkan saja. Untuk sementara saya tidak terlalu memikirkan benar atau salah praktik tersebut, namun apa yang bisa kita rasakan saja.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *