“Ketika orientasi kalian dalam membuat karya hanya untuk memenuhi tugas sekolah, maka yang akan kalian dapatkan hanya mendapat nilai”, ungkap saya ketika menyampaikan materi ke siswa. “Ketika orinetasi kalian dalam membuat karya untuk memperoleh penghasilan, maka yang akan didapatkan ada dua yaitu penghasilan dan nilai”, lanjut saya di hadapan siswa ketika mengajar.
Sebuah awalan untuk membawa mindset kewirausahaan dan kebekerjaan di bidang industri kreatif pada siswa. Saya memberikan sebuah ilustrasi tentang proses menjual makanan dan menjual karya gambar di market place. “Apa perbedaan keduanya?”, saya bertanya lebih lanjut. “Ketika menjual gambar di market place, berkaitan dengan hak cipta dan royalty”, ungkap Yasin. “Betul sekali, ketika menjual gambar di market place dan gambar tersebut laku, maka kita akan mendapatkan royalty”, penjelasan saya lebih lanjut. Siswa saya ajak untuk melihat referensi gambar yang laku keras di Threadless dan saya minta menuliskan ide-idenya. Isu-isu global tentang kesehatan mental, kecemasan, isomnia, kucing menjadi tema yang saya sampaikan ketika mau mengirim karya di Threadless.
Yosepta salah satu siswa kelas X Animasi mengambil tema tentang kecemasan. Ia menggambarkan sebuah tengkorak sebagai lambang kecemasan, kematian akibat dari kesehatan mental. Ia menggabungkan tengkorak dengan gurita. Gurita merupakan hewan yang memiliki banyak tangan (tentakel) yang mampu menjerat. Gabungan tengkorak dan gurita yang menjerat anak-anak melambangkan tentang kesehatan mental yang menjerat anak-anak. Ia mampu membuat gambar dengan model shape lingkaran. Berdasarkan hasil riset karya-karya best seller di Threadless, lingkaran merupakan bidang geometri yang paling banyak disukai. Inilah cara meningkatkan kemampuan berpikir kritis.
Dari karya inilah, Yosepta juga belajar membuka akun di Threadless dan memposting karyanya di market place internasional tersebut.
Proses pembelajaran yang diawali dengan membuat ide-ide yang ditulis di group, membuat sketsanya dan merealisasikannya sehingga menjual di Marketplace tersebut merupakan pembelajaran yang lebih bermakna bagi siswa.
Khoirunisa berpikir bahwa terlalu sering menatap layar gadget dapat mengakibatkan mata menjadi cepat lelah, tidak nyaman, dan menjadi merah, kering timbul rasa panas. Selain itu durasi penggunaan yang lama dapat mengakibatkan timbulnya gangguan pengelihatan seperti rabun, minus, dan lain-lain. Dari ungkapan tersebut, Khoirunisa mampu membuat karya seorang anak kecil yang ditarik oleh tangan yang keluar dari gadget.
“Saya menggambarkan orang yang ketergantungan dengan obat-obatan. orang itu tenggelam karena depresi sampai obat-obat pun tidak bisa lagi membantunya”, ungkap Nadjwa dan mengungkapkan idenya berupa anak yang tenggelam di sebuah botol berisi obat-obatan.
“Saya menggambarkan wanita sedang menari yang ditali dan dikendalikan oleh tangan manusia, itu bermakna seperti manusia dibuat menari dari waktu ke waktu”, ungkap Lintar. Lintar berpendapat tentang perlunya kemerdekaan dalam diri.
Dewi Rochmawati membuat karya dengan tema tentang isomnia. Ia mampu menggambarkan dua karakter manusia dan burung hantu yang duduk bersama di atas dahan pohon. Burung hantu identik dengan binatang yang tidak tidur di malam hari dengan ciri khas mata yang lebar, demikian juga dengan karakter manusia yang di sebelahnya dengan posisi duduk, bulatan mata yang besar seperti burung hantu.
Ahnaf, menyoroti tentang isu perang dan menggambar sebuah tengkorak dengan topi bajanya yang tertembus peluru.
Maudy menggambarkan tentang kondisi anak-anak sekarang yang ketika ingin bercerita namun tidak ada tempat untuk bercerita, maka satu-satunya pilihan adalah bercerita pada diri sendiri. Dari ungkapan ini, Maudy memvisualkan dengan seorang anak perempuan yang didekap oleh banyangannya sendiri.
Pembelajaran yang berorientasi pada pembuatan karya desain yang diupload di market place tersebut menjadi alternatif teaching factory untuk SMK yang berkecimpung di dunia industri kreatif. Teaching factory yang selama ini cenderung mengerjakan pesanan dari industri dan dikerjakan di sekolah, namun pembuatan karya di Threadless.com ini peserta didik diberi ruang untuk menungkan ide kreatifnya, merancang dan mengeksekusi idenya menjadi karya yang layak untuk dijual di market place tersebut. Project karya ini justru peserta didik dipacu untuk berkreasi sehingga bisa bersaing di pangsa pasar secara global. Literasi secara global sangat dibutuhkan untuk mendukung proses kreatif mereka.
Good article.
Tankyou