Salah satu bagian dari empat area perubahan untuk sekolah masa depan adalah keterhubungan sekolah. Sekolah harus mampu menjalin jejaring dengan masyarakat dan keluarga untuk ikut andil dalam proses pendidikan. Dalam ajaran Ki Hajar Dewantoro, dikenal dengan Tri Sentra, bahwa pusat pendidikan adalah keluarga, sekolah dan masyarakat. Di SMK hubungan sekolah dengan industri harus terjalin dengan baik, bagaikan suami dan istri. Namun relita yang ada, industri sudah berlari dengan cepat sedangkan dunia persekolahan berjalan lambat bahkan hanya jalan di tempat. Akhirnya, hubungan keduanya tidak harmonis. Mungkin inilah yang menyebabkan angka pengangguran disumbangkan oleh SMK tergolong tinggi. Idealnya, siswa SMK sebelum lulus sudah punya channel terlebih dahulu dengan industri, sehingga ketika sudah lulus mereka sudah siap untuk melanjutkan dalam pekerjaannya. Lagi-lagi administrasi dan segudang aturan yang ada di sekolah justru menghambatnya, dengan alasan tidak sesuai regulasi yang ada.
Ada beberapa terobosan yang kami lakukan di Jurusan Animasi SMK Negeri 11 Semarang. Salah satu programnya adalah “Ngenger”. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti kata ngenger adalah orang yang menyerahkan jiwa dan raganya kepada majikannya. Arti lainnya dari ngenger adalah menitip anak kepada para priyayi untuk dijadikan abdi, atau abdi dalam di kalangan kerajaan. Dalam konteks ini, ngeger yang dimaksud adalah menitipkan peserta didik untuk mengabdikan kepada industri agar dapat belajar mengenal budaya industri, meningkatkan skillnya sehingga peserta didik tersebut benar-benar mencapai kemandirian.
Hari ini, 22 Februari 2023, saya bahagia bisa bertemu langsung dengan Mas Nurfaqih sebagai founder Pickolab di sebuah cafe kopi di Tembalang Semarang. Pertemuan ini secara resmi saya bisa menyerahkan Muhammad Bintang Ramadhan untuk ikut “ngenger” selama satu tahun. Dalam program tersebut, Ramadhan sebelumnya mengirimkan portofolio modeling 3D dan bisa diterima untuk mengikuti project industri. Selama 3 bulan pertama, peserta didik ini belum mendapatkan gaji, namun setelah 3 bulan dan skillnya meningkat sesuai standar yang diharapkan, maka sisa waktunya sesuai kesepakatan akan mendapatkan gaji dari perusahaan tersebut. Ini salah satu cara kami di jurusan Animasi untuk memperkecil masa tunggu kerja. Dengan harapan sebelum lulus, peserta didik sudah punya channel di perusahaan sehingga setelah lulus tinggal melanjutkan kerja.
Dalam perbincangan dengan Mas Faqih saya melongo dan heran dengan perkembangan anak didik yang sudah di sana untuk mengikuti program ngenger pada bulan-bulan sebelumnya. Bintang Raysa, Adwa Nalla dan Reynaldi. Ketiganya sudah masuk dalam project industri dan sudah mendapatkan gaji. Mas Faqih bercerita bahwa perkembangan Bintang Raysa sangat pesat, mampu membuat modeling 3D di luar ekspectasi perusahaan. “Kalau dinilai, Bintang Raysa sudah mendapatkan skor 9,5 pada interval 0-10. Untuk Reynaldi, dalam membuat modeling 3D paling cepat di antara mereka, namun masih perlu ditingkatkan olah rasa pewarnaannya. Untuk Adwa nala, sudah tergolong cepat, namun pewarnaannya masih mentah, sehingga perlu ditingkatkan lagi. Perbincangan saya dan Mas Faqih ini sebagai bentuk menjalin keterbubungan sekolah dan industri agar dapat selaras dan harmonis. Proses ini tentu dibutuhkan kebijakan dari pimpinan yang mampu membawa sekolahnya sebagai sekolah tenda. Sekolah tenda adalah sekolah yang mampu menerapkan kurikulum secara fleksibel.