Membangun Budaya Positif Melalui Peka Lingkungan

Di sebuah desa yang asri dan sejuk, hiduplah para petani yang selalu merawat tanaman. Dengan penuh kasih sayang, petani tersebut membuat kondisi tanahnya tetap mengandung air yang cukup, mengandung pupuk dan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman, setiap hari menengok tanaman yang telah disemainya, disingkirkan rumput-rumpu atau gulma yang mengganggunya, memotong dahan-dahan tumbuhan lain yang menghalangi tanamannya agar dapat mendapatkan sinar matahari yang cukup untuk fotosintesis. Saya membayangkan betapa sabarnya petani tersebut merawat tanaman-tanaman tersebut. Dengan penuh keyakinan dan ada harapan, tanaman tersebut akan tumbuh dan berkembang sehingga menghasilkan buah yang bisa dipetik dan bermanfaat. Andaikan mayoritas guru mau dan mampu menyelami apa yang dilakukan oleh petani, maka segala tindakannya akan berorientasi pada sang murid. Segala tindakannya akan berhamba pada sang murid. Ketika guru mampu menyelami dan mencontoh petani yang penuh kasih sayang tersebut, maka sang guru akan terus membangun budaya sekolah yang positif. Budaya sekolah akan terbentuk dari karakter yang positif dan tidak lepas dari pembiasaan-pembiasaan yang positif. Pembiasaan-pembiasaan positif tersebut akan membentuk karakter positif ketika dilakukan refleksi. Budaya reflektif ini yang jarang dilakukan, sehingga pembiasaan-pembiasaan postif yang dilakukan hanya sebatas menjadi program-program tanpa memberikan kebermaknaan bagi murid.

Di bidang kesiswaan SMK Negeri 11 Semarang dalam beberapa bulan ini masih berfokus pada pembiasaan-pembiasaan positif yang diharapkan akan membentuk karakter dan endingnya menjadi budaya positif menuju pada penerapan nilai-nilai kebaikan universal. Pembiasaan disiplin dan kepekaan lingkungan menjadi prioritas utama. Kali ini akan saya paparkan tentang pembiasaan kepekaan lingkungan. Kondisi ini diawali dari keprihatinan saya melihat sampah yang berserakan dimana-mana. Nampaknya adanya ketikdaksinkronan antara pengetahuan yang dimiliki murid dengan perasaan dan tindakanannya. Seratus persen murid SMK Negeri 11 Semarang tahu bahwa membuang sampah itu di tempat sampah. Namun mengapa murid tidak memiliki rasa jijik, kurang enak dan sebagainya ketika melihat lingkungan baik di kelas, maupun di luar kelas penuh dengan sampah yang berserakan? Demikia juga, mengapa murid tidak segera bertindak untuk mengambil sampah yang berserakan tersebut dan meletakkan di tempat sampah? Ketika melihat tempat sampah penuh, mengapa tidak ada tindakan untuk membuang sampah tersebut di tempat pembuangan yang sudah disediakan? Apa yang salah dengan murid? Apa yang salah dengan para gurunya? Sudah tidak kurang-kurang tenaga kebersihan melakukan kegiatan membersihkan lingkungan sekolah setiap pagi hari, namun ketika sudah mulai siang, mengapa sampah-sampah mulai nampak berserakan?

Saya semakin berpikir keras, jangan-jangan ada yang salah dengan pola pendidikan yang dilakukan. Kesadaran murid yang rendah terhadap kepekaan lingkungan bagi saya ini bagian dari kegagalan pendidikan. Pendidikan yang berorientasi pada mengisi murid dengan materi-materi dan lupa dengan pembentukan karakternya. Tidak ada kata terlambat untuk mendidik murid untuk lebih peka terhadap lingkungan. Dari kondisi riil seperti ini, maka bidang kesiswaan melakukan sebuah terobosan berupa kegiatan Jumat Bersih. Kegiatan ini sudah lama dilakukan bahkan sudah bertahun-tahun, namun ternyata belum membuahkan pada kesadaran murid untuk peka lingkungan. Jumat bersih yang dilakukan masal, memang baik, namun pihak sekolah sulit untuk mengontrolnya. Secara jujur, dalam satu kelas sebanyak 36 murid, dapat dipastikan hanya sekitar 10 murid bahkan mungkin kurang dari 10 yang benar-benar melakukan kegiatan jumat bersih, selebihnya tidak serius melakukan itu. Dari kondisi riil inilah, akhirnya tim kesiswaan melakukan terobosan baru dengan hanya melibatkan 4 kelas secara bergiliran untuk melakukan jumat bersih, yang lainnya tetap mengikuti pembelajaran seperti biasanya. Dari aspek pengontrolan, mengendalikan 4 kelas jauh lebih mudah daripada mengendalikan 40 kelas secara bersama-sama. Dari 4 kelas secara bergiliran ini memungkinan bahwa semua kelas mendapatkan jatah jumat bersih. Program ini sebagai bagian dari pendidikan kecakapan hidup. Program membersihkan lingkungan sekolah ini mengajarkan kepada murid tentang kepekaan terhadap lingkungan.

Di bidang kesiswaan, saya dibantu oleh Mas Fahmi dan Mbak Selfi untuk mengkoordinasikan kegiatan peka lingkungan ini. Sehari sebelumnya, ketua kelas dari 4 kelas yang mendapatkan jatah piket peka lingkungan diajak diskusi oleh Mas Fahmi. Dari diskusi tersebut memperoleh kesepakatan bahwa kelas menyediakan peralatan untuk peka lingkungan berupa sapu dan peralatan lainnya. Untuk peka lingkungan yang dilaksanakan pada tanggal 13 Oktober 2023 difokuskan di lingkungan sekolah sekitar parkir selatan dan joglo Widya Bakti Sala. Mbak Selfi mendapatkan tantangan untuk mengkoordinir pembuatan fleyer informasi peka lingkungan pada program Jumat Bersih.

Fleyer ini penting untuk informasi bagi kelas-kelas yang mendapatkan piket untuk peka lingkungan dan sekaligus media informasi bagi sekolah. Pagi-pagi, Mas Fahmi mengkoordinisasikan kelas-kelas yang mendapatkan piket peka lingkungan dengan mengumpulkan murid-murid tersebut di lapangan Wirya Khsetra. “Jumat bersih ini merupakan bagian dari cara melatih diri kita untuk peka terhadap lingkungan, sebagai bukti kecintaan kita terhadap sekolah ini. Mari anak-anakku kita lakukan kegiatan ini dengan rasa senang”, ungkap Mas Fahmi ketika memberikan arahan kepada murid-murid.

Usai berdoa, para murid langsung menuju lokasi yang sudah ditentukan untuk melakukan proses peka lingkungan. Mereka membersihkan secara bersama-sama yang dipandu oleh guru pengampu pada jam 1-2. Untuk kelas X PPLG 1 di bawah asuhan Mas Taufiq, X PPLG 2 dibimbing Pak Hery, X PPLG 3 dibimbing Bu Triana dan X PPLG 4 dibimbing Pak Rany. Kegiatan berjalan dengan lancar.

Di akhir kegiatan, mereka kembali ke lapangan Wirya Khsetra dan tidak lupa Mas Fahmi memberikan kesempatan kepada salah satu siswa untuk melakukan refleksi terhadap kegiatan yang telah dilakukan. “Apa yang telah kalian lakukan, apa yang kalian rasakan dan apa yang akan dilakukan selanjutnya?”, tanya Mas Fahmi. Salah satu siswa menyampaikan refleksinya. Sederhana refleksinya, namun bagian ini menjadi moment yang penting, agar program ini bukan sekedar pembiasaan saja, namun memberikan ruang untuk berdialog menuju pada proses kesadaran diri.

 

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *