Sebagai guru PNS, kita dihadapkan pada tanggungjawab kepada atasan, entah itu kepada kepala sekolah ataupun kepada atasan yang lebih tinggi lagi. Bentuk tanggungjawab seperti itu sering kita dengar dengan istilah “Loyalitas Tegak Lurus”. Loyalitas yang demikian baik secara birokrasi, kita memang harus taat pada atasan langsung sebagai intepretasi menjalankan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Sebagai guru yang profesional, secara fungsional, ke siapa loyalitas tegak lurus kita? Pertanyaan ini memantik untuk dicerna, dipikirkan dan dirasakan.
Kembali kepada ajaran Ki Hajar Dewantoro, bahwa mendidik itu “berhamba pada peserta didik”. Dari makna tersebut, maka loyalitas tegak lurus yang secara fungsional adalah berhamba pada anak didik kita. Segala bentuk layanan pendidikan yang kita berikan, pertanggungjawabannya kepada anak didik kita. Sudahkah kita memberikan pelayanan yang terbaik, sehingga mampu menjadi penuntun, pembimbing mereka agar segala potensinya dapat berkembang dan mencapai versi terbaiknya? Pertanyaan inilah yang seharusnya direfleksikan kembali pada diri kita sebagai pendidik.
Kecemasan yang saya rasakan semakin memuncak, ketika dunia persekolahan tidak mampu memberikan pelayanan pendidikan yang mampu menuntun dan mengoptimalkan potensi anak didiknya. Apa jadinya ketika dunia persekolahan yang memberikan ilmu-ilmu yang sudah usang. Mungkin ilmu yang diperoleh di dunia perkuliahan sudah 20 tahun yang lalu, namun masih saja kita ulang-ulang di kelas bertahun-tahun, bahkan materi tersebut dipersiapkan untuk anak-anak kita menghadapi masa depannya. Relevankah hal itu? Jangan-jangan materi-materi tersebut sebenarnya bisa dibaca sendiri oleh anak didik kita di dunia maya, bahkan secara konten jauh lebih mendalam ketika diperoleh dari youtube maupun media sosial lainnya. Jangan-jangan materi tersebut hanya sebagai sampah yang tidak dibutuhkan oleh anak didik kita untuk masa depannya. Dari keresahan batin inilah saya lebih memberikan kemerdekaan bagi anak-anak yang memang dibutuhkan di dunia industri kreatif untuk memperdalam ilmunya di sana. Saya punya keyakinan bahwa apa yang saya lakukan ini sebenarnya loyal tegak lurus yang berhamba pada anak didik. Mereka justru dapat belajar lebih mendalam, sesuai dengan prinsip kurikulum merdeka yaitu sederhana tapi mendalam.
Hari ini saya bahagia ketika bertemu dengan anak didik yang mengikuti project industri di Pickolab. Kebahagiaan terpancar dari mereka yang sangat senang, tidak ada tekanan dalam bekerja, mereka benar-benar menikmati belajar untuk memecahkan masalah riil di dunia industri kreatif. Saya merasa terharu ketika mendapatkan ungkapan dari Bintang Raysa yang saat ini sedang mengikuti project industri di Pickolab.
“Siang pak Di, saya Bintang Raysa Setiawan dari kelas XI Animasi 1 ingin memberikan laporan magang saya selama 1 taun ini, selama saya magang di pickolab, saya merasa perkembangan saya di bidang industri terutama di 3D saya merasa meningkat drastis, di Picko lab saya juga diajarkan cara menajemen bisnis, membuat 3D yang menarik para client, dan masih banyak hal lain yang sangat bermanfaat tentunya, saya merasa bangga dengan pencapaian saya di umur 16 tahun ini bisa ikut bersaing dengan pasar global dan mendapatkan gaji, untuk bulan ini saya bersama teman-teman 3D bahkan illustrator yang sedang magang sedang diberi bekal cara mendapatkan penghasilan dolar dari salah satu market, begitu banyak dampak positif yang saya rasakan ketika saya memilih magang selama 1 tahun 6 bulan, saya benar-benar sangat berterima kasih kepada Pak Di dan teman-teman pickolab sudah mempercayakan saya untuk menjadi orang yang lebih sukses kedepannya, saya siap memberikan beberapa materi bagi teman-teman yang ingin memulai belajar 3D dari nol dengan di bantu teman-teman saya yang berpengalaman di bidang 3D. Sekian laporan saya hari ini, terima kasih”, ungkap Bintang Raysa.
Haru, yang saya rasakan saat ini. Sederhana memang yang saya lakukan, namun riak-riak pasti terjadi dan akan saya hadapi. Yang terpenting hal ini baik untuk anak didik saya. Dari paradigma lama yang masih mengganggap bahwa masuk sekolah itu identik dengan belajar, padahal di sekolah belum tentu belajar ketika sekolah belum memberikan wadah yang nyaman bagi mereka untuk belajar. Inilah keharuan saya dan sekaligus keresahan yang bergejolak bercampur menjadi satu. Semoga ada kebijakan yang lebih memihak pada anak didik, bukan semata-mata birokrasi yang ditonjolkan.
Istimewa tulisan ya pak Di…. Loyalitas Tegak Lurus dalam arti yang sebenarnya sebagai seorang ASN Guru…