Selalu aja kebahagiaan yang saya rasakan. Malam-malam, 3 Februari 2023, ada kabar baik dari Pak Taufiq selaku pengelola animax store di jurusan Animasi. “Selamat untuk Mas Yusuf, ada 3 karya yang diapprove di di sutterstock”, ungkap Pak Taufiq di group kelas XI Animasi. Kebahagiaan yang kami rasakan sebagai guru, ketika karyanya bisa masuk di sutterstock dan mendapatkan approve. Artinya karya siswa sudah masuk di circle marketplace sehingga berpeluang mendapatkan royalty.
Bukan perkara mudah untuk bisa mendapatkan approve di marketplace tersebut, karena dari sisi kualitas dan persyaratan lainnya harus terpenuhi.
Yusuf sekarang berada di kelas XI, sejak kelas X ia menekuni di bidang fotografi. Setiap kali mengirim karya, ia selalu fokus ke bidang fotografi. Bahkan di kelas XI semester 1, ia ikut magang di bidang fotografi. Usai magang, kami pantik untuk mengirim karya fotografi ke marketplace sutterstock. Di bawah asuhan Pak Taufiq, akhirnya ia mengerti bagaimana cara memasukkan di sutterstock, mengerti syarat dan kualitas karya yang bisa diapprove, bagaimana menuliskan deskripsi dal bahasa Inggris sehingga benar-benar karya tersebut dapat diterima di pasar global. Karya sederhana, berupa fotografi juga bisa dimasukkan ke sutterstock. Cara pembelajaran differensiasi produk inilah yang kami terapkan. Link karya yang sudah diapprove dijadikan sebagai presensi karya. Presensi kehadiran di kelas, bagi kami tidak menjadi point penting, justru yang paling kami hargai adalah presensi karya. Inilah pembelajaran dengan penilaian berbasis kinerja.
Mengapa hal ini kami terapkan? Kinerja itulah sebenarnya sebagai bentuk disiplin yang sejati, sedangkan kehadiran itu sebagai disiplin semu. Siswa yang hadir di sekolah dan tidak melakukan produktivitas kerja apa-apa bagi kami belum dikatakan hadir. Meskipun ia tidak hadir di sekolah, namun ia menunjukkan kinerja dan mengirim karya, sebenarnya ia sudah belajar untuk masa depannya. Apakah belajar harus di dunia persekolahan? Di prediksi pada masa depan, sekolah akan ditinggalkan oleh siswanya ketika sekolah tidak mampu memfasilitasi kebutuhan belajar anak didiknya.
Yusuf saat ini, kadang kala tidak masuk sekolah, namun di balik itu ia sedang mendapat project bersama studio foto. Ia melaporkan kegiatannya selama satu hari, bahkan sampai malam. Tidak adil ketika dunia persekolahan menganggap alpha si Yusuf, padahal sejatinya ia sedang belajar, karena tidak hadir di sekolah. Kita sebagai guru sudah sepantasnya lebih fleksibel, membuka mata dan hati dalam memahami fenomena ini.