Keegoaan yang sering muncul pada diri kita yakni pemaksaan terhadap anak didik kita. Alih-alih mengejar kurikulum, sehingga cara-cara dalam pembelajaran dibuat seragam. Materi dan tujuan dibuat sama, yang justru bertentangan dengan kodrat anak didik kita yang memiliki keberagaman.
Perkembangan teknologi digital yang pesat di era disrupsi ini justru menjadi pemicu bagi kita sebagai pendidik untuk selalu berbenah, berani berubah dan keluar dari zona nyaman kita. Jika tidak mengikuti perubahan maka posisi kita akan tergantikan oleh mesin robot dan mesin digital. Kembali ke fitrah (suci) sebagai pendidik dimaknai kembali lagi pada hakekat mendidik yang suci yakni menuntun kodrat anak didik. Memberikan ekosistem bagi anak didik agar berkembang rasa ingin tahunya, sehingga menjadi pembelajar sejati yang haus terhadap pengetahuan. Memberikan pembelajaran penalaran dan kesadaran diri agar dapat melesatkan daya imajinasi anak didik kita.
Mendidik diperlukan keteladanan dari kita sebagai pendidik. Ing ngarso sung tulodho. Guru yang welas asih, yang melayani dengan sepenuh hati sangat dibutuhkan untuk pengembangan karakter anak didik kita.
Selamat idul fitri dan hari pendidikan nasional, mohon maaf lahir batin. Semoga di hari nan fitri ini, dapat mensucikan hati dan pikiran kita.
Sebagai penutup tulisan ini, kembali saya cantumkan syair kuno:
Janganlah berbuat buruk, tambahkan kebajikan, sucikan hati dan pikiran.