Jumat Rohani Tingkatkan Kecerdasan Spiritual

Setiap Jumat, Kerohanian Islam, Kerohanian Kristen, Kerohanian Katholik dan Kerohanian Buddha yang ada di SMK Negeri 11 Semarang selalu mengirim fleyer untuk media informasi tentang kegiatan yang dilakukan pada hari itu. Hari ini, 2 Februari 2024, Kerohanian Islam mengirim fleyer tentang kegiatan sholat jumat dengan tema “Bulan Mulia dan Upaya Memaksimalkan Keutamaannya”. Sementara untuk kerohanian Kristen dan Katholik hari ini melaksanakan kegiatan Persekutuan Gabungan SMA/SMK Rayon Banyumanik di GIA Banyumanik yang mengusung tema “Berbuah bagi Tuhan”. Untuk kerohanian Buddha melaksanakan puja bakti, meditasi cinta kasih dan membahas damma dengan tema empat kebenaran mulia Buddha. Inilah yang dilakukan oleh masing-masing unit kerohanian yang ada di SMK Negeri 11 Semarang.  Kegiatan kerohanian yang dilaksanakan setiap hari Jumat dilaksanakan pada pukul 11.30 sampai 12.30 sebagai upaya meningkatkan kecerdasan spiritual murid. Dengan berkembangnya teknologi informasi para generasi Z ini perlu diberikan kesempatan untuk mengikuti kegiatan-kegiatan kerohanian untuk menghalau pengaruh-pengaruh negatif yang muncul. Tentu saja dengan perkembangan teknologi ini, menuntut kegiatan kerohanian yang mampu mengikuti perkembangan zaman sehingga mudah diterima oleh anak-anak muda ini. Kecerdasan spiritual atau spiritual intelligence merupakan kecerdasan seseorang dalam memaknai sesuatu dan hubungannya dengan dunia tempatnya hidup. Seseorang dengan tingkat spiritual intelligence yang baik, umumnya dapat menyatukan spiritualitas (keyakinan dalam hubungannya dengan sang pencipta), kehidupan batin (inner life), dan kehidupan di luar dirinya (outer life). Semua dapat berjalan dengan seimbang.

Di Masjid An-Nida SMK Negeri 11 Semarang dilaksanakan kegiatan Sholat Jumat. Kotbah yang sampaikan oleh Pak Agustiawan mengupas tentang “Bulan Mulia dan Upaya Memaksimalkan Keutamaannya”. Dalam kotbahnya Pak Agustiawan mengungkapkan bahwa dalam Al-Qur’an, banyak sekali ayat yang menyebutkan secara eksplisit kata takwa (taqwa) dan ragam derivasinya. Karena takwa adalah sejatinya merupakan nilai utama bahkan sejati dalam beragama. Berikut diantaranya yang dikutip dari surat al-Hajj:32 yang menyebutkan jika orang yang melaksanakan syariat Allah sejatinya merupakan bagian dari ketakwaan hatinya. Berdasarkan penanggalan Hijriah, kita saat ini telah memasuki bulan Rajab. Bulan Rajab adalah diantara bulan-bulan Haram yang dimuliakan sehingga di dalamnya kita tidak boleh melakukan hal-hal yang yang tidak patut dilakukan. Menurut para ulama, pada awalnya penyebutan bulan Haram merupakan tradisi orang Arab yang sudah ada sebelum datangnya Islam. Lalu, Islam melalui Al-Qur’an menegaskan kembali keagungan empat bulan Haram tersebut yaitu Rajab, Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Muharram dengan larangan untuk berperang dan berbuat dosa. Menurut para ulama, berbuat keburukan di bulan Haram ini mendapatkan perhatian khusus karena Allah swt menegaskan langsung dalam Al-Qur’an Surah al-Taubah ayat 36 yang artinya “Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) ketetapan Allah (di Lauhulmahfuz) pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menzalimi dirimu padanya (empat bulan itu), dan perangilah orang-orang musyrik semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya. Ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bertakwa.” Melalui redaksi fa l taẓlim anfusakum, ulama kemudian menarik sebuah pemahaman, bahwa momen di mana Allah swt menegaskan kemuliaan, maka kebaikan juga akan diberikan ganjaran yang lebih dari segi nilainya dibandingkan di bulan-bulan yang lain. Maka melakukan keburukan dan kezaliman terhadap diri sendiri, apalagi terhadap orang lain dengan mengambil yang bukan hak-nya, atau merusak lingkungan yang berdampak buruk bagi orang lain, maka hakikatnya akan lebih buruk dan tercela di mata Allah SWT.

Salah satu bukti keluasan rahmat Allah swt adalah sangat mengapresiasi kebaikan, walaupun kebaikan tersebut belum berhasil dilakukan. Terlebih jika kebaikan tersebut sampai terwujud. Dan perlu kita sadari bahwa rahmat Allah begitu luas, di antaranya adalah menahan seseorang mendapatkan dosa sampai makhluk-Nya benar-benar melakukan dosa tersebut. Dalam sebuah hadits Qudsi yang terdapat dalam Shahih al- Bukhari, diriwayatkan dari Ibn ‘Abbas, bahwa Rasulullah mendapatkan riwayat dari Allah Swt. Rasul bersabda yang artinya : “Sesungguhnya Allah mengganjar setiap kebaikan dan keburukan, kemudian Dia menjelaskan (seperti apa mengganjar kebaikan dan keburukan). Siapa yang hendak melakukan kebaikan, lalu ia tidak mengerjakannya, Allah sudah catat baginya sebuah ganjaran penuh karena melakukan kebaikan itu. Jika ingin melakukan kebaikan, dan berhasil melakukannya, Allah swt catatkan ganjaran kebaikan sebanyak 10 kali lipat hingga 700 kali, dan terus sampai berlipat ganda. Sebaliknya) jika ingin berbuat keburukan, lalu tidak dilakukan, Allah masih beri ganjaran kebaikan penuh (sebagai apresiasi atas tidak dikerjakannya keburukan). Jika ingin berbuat keburukan, lalu sudah terlaksana, (baru) Allah catatkan satu buah keburukan.” Hadits Qudsi ini bisa menjadi motivasi bagi kita bahwa Allah swt begitu mengapresiasi kebaikan, bahkan prosesnya sampai aktivitas untuk menghindari melakukan keburukan. Ini juga menunjukkan jika proses untuk menjalani ketakwaan itu adalah proses yang dimudahkan untuk meraihnya. Pak Agustiawan mengajak kepada seluruh jamaah sholat Jumat untuk menjadikan waktu-waktu yang disebut Allah langsung sebagai momen untuk meningkatkan kualitas kemanusiaan dan mengoptimalkan kebaikan, baik murni kualitas hubungan kepada Tuhan maupun kepada sesama manusia. Waktu-waktu yang di mana kita dilarang untuk berbuat buruk, dapatlah kita jadikan sebagai refleksi manusia menahan diri.

Di tempat lain, teman-teman yang beragama Kristen melaksanakan kegiatan persekutuan bersama di Gereja Isa Almasih Banyumanik. Obrian salah satu murid yang beragama Kristen melaporkan kegiatan yang dilakukan pada hari ini. Kegiatan Persekutuan gabungan di laksanakan tanggal 2 Februari 2024 di  Gereja Isa Almasih Banyumanik di jalan cemara III no. 4. Kegiatan ini awalnya diinisiasi oleh suatu Yayasan yang bernama Jelai Kasih, Yayasan tersebut menyelenggarakan kegiatan ini dengan menggandeng sekolah-sekolah SMA/SMK yang berada di wilayah Kecamatan Banyumanik. Persekutuan yang dilakukan hari ini untuk merayakan natal bersama SMA dan SMK di Rayon Banyumanik. Kegiatan ini bertujuan untuk merangkul siswa-siswi Nasrani di setiap sekolah yang mungkin masih kurang beruntung untuk bisa melaksanakan Persekutuan di sekolah masing masing, dan juga kegiatan ini berguna untuk membuka mata siswa-siswi Nasrani di masing masing sekolah bahwa saudara seiman mereka juga ada banyak di sekolah-sekolah lain. Yayasan Jelai Kasih menginginkan siswa-siswi yang beragama Kristen di sekolah-sekolah bisa merasakan kebersamaan satu sama lain, tidak hanya melayani antara saudara-saudara di sekolah melainkan bisa melayani saudara-saudara mereka juga yang ada di sekolah lain.

Calista salah satu murid kelas X Animasi yang mengikuti kegiatan persekutuan di GIA Banyumanik melaporkan bahwa dirinya merasa senang dapat beribadah bersama-sama. “Yang saya peroleh dari persekutuan tersebut adalah saya bisa beribadah dengan senang”, ungkap Calista.

Petugas dari Kerohanian Kristen SMK N 11 Semarang

Persekutuan Gabungan SMA/SMK Rayon Banyumanik

“Tadi kegiatan bersama SMK N 11 Semarang, SMA N 4 Semarang dan SMA N 9 Semarang mengadakan kegiatan ibadah bersama di gereja GIA Banyumanik. Di sana ada kegiatan pujian bersama, mendengarkan firman temanya terinspirasi dari kisah Yusuf. Meskipun Yusuf sudah diperlakukan tidak baik oleh saudaranya tapi ia tidak membenci saudaranya dan tetap memaafkan saudara-saudaranya.  Setelah itu kami berdoa bersama untuk bangsa dan negara yang mau melaksanakan pemilihan umum. Dalam doa kami semoga aman Damai dan semoga pemimpin terpilih bisa membuat Indonesia semakin baik”, ungkap Calista. “Yang saya rasakan dari kegiatan tersebut adalah merasa senang bisa bertemu dengan teman-teman dari SMA lain dan bisa bertemu lagi dengan teman sebangku saya saat saya masih SMP yang sekarang bersekolah di SMA Negeri 4 Semarang”, ungkap Calista lebih lanjut.

Di ruang kelas K4, dua murid yang beragama buddha di bawah bimbingan Pak Daryono melaksanakan kegiatan puja bakti, dilanjutkan dengan meditasi dan melaksanakan diskusi pendalaman damma.

“Tadi Puja Bhakti membaca Vandana, Tisarana, Pancasila dan dilanjut Meditasi Cinta Kasih dan sharing pengalaman meditasi serta dilanjutkan pendalaman materi Empat Kebenaran Mulia”, ungkap Pak Daryono melalui Whatsapp. Dalam pendalaman Damma tersebut Pak Daryono menguraikan tentang empat kebenarn mulia secara jelas. Empat kebenaran mulia merupakan formula yang ditembus oleh Sidharta Gautama dalam mencapai kebudhaan. Buddha melihat hakekat hidup yang dijalani oleh semua makhluk adalah penderitaan. Hakekat ini harus dilihat dengan benar, disadari dengan benar, dimengerti dengan benar supaya kita tidak salah dalam melihat hidup dengan apa adanya. Hakekat hidup adalah penderitaan bukan serta Merta bahwa Sidharta Gautama menjadi pesimis akan hidup yang dijalani. Melihat hakekat hidup dengan apa adanya bahwa penderitaan merupakan sifat dasar/hakekat yang nyata dari kehidupan. Dengan melihat hakekat hidup dengan benar maka akan muncul upaya untuk terbebas dan lepas dari penderitaan, bukan pasrah dan tidak berusaha untuk membebaskan diri dari penderitaan. Sehingga muncul motivasi dalam diri untuk mencari sumber dan penyebab dari penderitaan itu. Hakekat kebenaran mulai yang kedua adalah sebab penderitaan yang menjadikan penderitaan selalu mengikuti siklus kehidupan yang kita jalani secara terus menerus dan berulang ulang. Lahir, tua, sakit dan mati merupakan siklus kehidupan yang tiada henti mengakibatkan semua makhluk terus berproses dalam samsara. Sebab penderitaan adalah keinginan berlebih, merupakan muara dari siklus yang tiada henti yang dialami oleh semua makhluk. Memahami hakekat yang kedua ini akan menjadikan kesadaran kita tentang kehidupan menjadi manusia yang bijaksana. Sebab penderitaan itu adalah karena manusia diliputi keserakahan, kebencian dan kegelapan batin, sehingga mengakibatkan kelahiran yang berulang-ulang dari masa ke masa dari satu alam ke alam berikutnya. Manusia banyak yang tidak menyadari bahwa ada kebebasan dari semua bentuk penderitaan yang dapat dicapai ketika masih hidup. Mereka kebanyakan melekat pada kesenangan-kesenangan nafsu indra, menghancurkan kehidupan makhluk lain, menganut pandangan salah yang menyesatkan banyak orang dan menjanjikan kebahagiaan semu dan sementara, hidupnya tidak diarahkan dengan baik, tidak membuka diri untuk belajar lebih dalam tentang kebenaran universal, menjadi orang dungu yang hanya tahu tetapi tidak mempraktikkan apa yang ia ketahui, menjadi orang bodoh yang tidak mampu membedakan kebaikan dan kejahatan. Inilah sebab penderitaan yang menyelimuti kebanyakan umat manusia, yaitu nafsu yang tiada henti (tanha), dan kegelapan batin (avijja) yang menjadi sebab kelahiran berulang-ulang bagi dirinya.

Sebagaimana kesakitan akan sembuh manakala sebabnya telah diketahui dan diberikan obat yang tepat, demikian pula penderitaan seseorang juga dapat ditransformasikan dengan mempraktikkan cara-cara yang benar dan berlaku secara universal. Kebahagiaan akan dicapai manakala ia terbebas dari penderitaan itu. Kebahagiaan ini adalah kebahagiaan sejati, yang mana tidak akan diketahui ke mana perginya seseorang yang telah bebas dari derita batin dan jasmani. Inilah kebahagiaan Nirwana (Nibbana). Kebahagiaan yang dapat dicapai bukan setelah meninggal dunia saja, tetapi juga ketika masih hidup di dunia ini. Nirwana bukanlah suatu tempat, melainkan keadaan di mana seseorang mempunyai pikiran yang sangat jernih yang telah terbebas dari sifat serakah, benci, dan gelap batin. Ia dapat mencapainya ketika masih memiliki badan jasmani. Sebagaimana perjuangan Pangeran Siddhartha untuk mencari jalan keluar dari fenomena usia tua, sakit dan kematian hingga menjadi Buddha, maka seperti itulah seseorang dengan sekuat tenaganya sendiri berusaha mengikis habis sifat-sifat jahat yang ada dalam dirinya, mengikis habis ego dalam dirinya, mengikis habis nafsu-nafsu indra, dan memunculkan kebijaksanaan paling tinggi dalam kehidupannya dan menjadikan dirinya sendiri sebagai orang suci meskipun masih bergaul dengan banyak orang dan berpenghidupan di masyarakat luas. Kelak ketika ia meninggal dunia, maka tidak akan ada lagi orang yang mengetahui ke mana ia pergi, karena nirwana bukanlah suatu tempat. Sebagaimana api itu ada, namun tidak seorang pun yang dapat mengetahui ke mana perginya api setelah padam. Jika diibaratkan sebuah lilin yang menyala, apinya adalah kebencian, keserakahan, dan kegelapan batin dan batang lilin adalah badan jasmani, maka ketika nyala lilin padam bersamaan dengan habisnya batang lilin yang terbakar, saat itulah fenomena-fenomena selanjutnya dari lilin tersebut tidak dapat diketahui oleh siapa pun. Inilah gambaran Nirwana secara sederhana. Jadi sangat mungkin Kebahagiaan Sejati dapat dicapai bukan setelah meninggal dunia, tetapi juga ketika masih hidup.

Cara melenyapkan Dukkha adalah dengan mempraktikan Jalan Mulia Berunsur Delapan yang terdiri dari: Kebijaksanaan (Pali:Pañña ; Sanskerta:prajñā), Pengertian Benar (sammä-ditthi), Pikiran Benar (sammä-sankappa), Kemoralan (Pali: Sīla), Ucapan Benar (sammä-väcä), Perbuatan Benar (sammä-kammanta), Pencaharian Benar (sammä-ajiva), Konsentrasi (Pali: Samädhi), Daya-upaya Benar (sammä-väyäma), Perhatian Benar (sammä-sati) dan Konsentrasi Benar (sammä-samädhi).

“Tadi saya, Radit dan pak Daryono bisa bertemu, puja bakti, meditasi cinta kasih di SMKN 11 Semarang. Lalu membahas materi empat kebenaran mulia. Dan setelah membahas empat kebenaran mulia saya jadi mengerti dan paham bahwa kunci dari kehidupan Yang Buddha ajarkan dari empat  kebenaran mulia tersebut”, ungkap Pradita. “Saya akan menerapkan dalam kehidupan, dan percaya perkataan Sang Buddha bahwa kehidupan adalah penderitaan atau dukkha. Dan ada cara untuk melewati penderitaan tersebut dengan menjalankan jalan utama berunsur delapan”, ungkap Pradita.

Inilah yang kami lakukan di SMK Negeri 11 Semarang dalam kegiatan Jumat Rohani. Setiap unit kerohanian melaksanakan kegiatan peribadatannya masing-masing dan melaporkan bagaimana proses dan hasil atau materi yang dibahasnya. Dari sinilah kita bisa saling belajar satu sama lain. Ketika kita mengetahui perbedaan-perbedaan yang ada justru kita akan semakin mengerti bahwa perbedaan itu adalah sesuatu yang normal. Cara pandang kita akan semakin luas dengan berbagai sudut pandang sehingga bisa saling menghormati perbedaan-perbedaan tersebut.  Toleransi akan terus dipupuk dalam tindakan nyata, bukan sekedar retorika dan teoretis semata. Toleransi muncul dari hati yang paling dalam dan diungkapkan dalam sebuah tindakan yang saling menghormati dan menghargai.

 

 

 

Leave a Comment Cancel Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Exit mobile version