Diawali dari filosofi jenthik. Jenthik dalam bahasa Jawa yang berarti jari kelingking. Jenthik memiliki filosofi othak-athik. Othak-athik merupakan kosa kata Bahasa Jawa yang kira-kira semakna dengan kreasi olah kata. Kata yang dikreasi atau diolah supaya sesuai atau dicocok-cocokkan tiap huruf awalnya biar sesuai dengan yang diinginkan, disesuaikan dengan kondisi yang ada. Orang hidup itu hendaknya mampu berkreasi atau mengolah. Orang hidup itu hendaknya selalu bergerak, bekerja agar dapat menghidupi dirinya dan keluarganya. Itulah nasihat pertama yang diberikan Pak Cuk saat itu. Sebuah kata-kata sederhana namun memiliki makna yang mendalam sehingga selalu menjadi pengingat bagi diri saya sampai saat ini.
“Ketika seseorang mampu melakukan sesuai jalan kebenaran maka orang tersebut akan menjadi orang yang pinunjul”, kata beliau sambil memperlihatkan jari tengah yang paling panjang. Dalam bahasa Jawa pinunjul memiliki arti paling unggul. Seseorang yang memiliki karakter paling baik adalah ketika memiliki pandangan dan pikiran benar. Ia mampu mengerti mana yang baik dan mana yang buruk, yang selanjutnya mampu mengintepretasikan ke dalam ucapannya, perbuatannya, mata pencahariannya dan daya upayanya dalam kehidupan sehari-hari. “Namun itu semua belum cukup”. kata Pak Cuk sambil memperlihatkan jari telunjuknya. Telunjuk dalam bahasa jawa disebut Pituduh (petunjuk). Seseorang yang sudah mampu melakukan perbuatan-perbuatan bajik, hendaknya memberikan petunjuk kepada orang lain. “Ojo lali tuduhna marang wong liya”, ungkap beliau, yang artinya jangan lupa berikan petunjuk kepada orang lain. Sikap berbagi pengalaman, ajaran kebaikan kepada orang lain merupakan sikap terpuji, namun prasyaratnya adalah bahwa dirinya sudah melakukan terlebih dahulu. Hal ini seirama dengan syair kuno: “Sabba danang, damma danang jinati” yang artinya di antara semua dana (pemberian), dana berupa ajaran kebaikan adalah yang tertinggi nilainya.
Ketika seseorang sudah mampu merealisasikan pandangan, pikiran benar melalui ucapan, perbuatan, mata pencaharian dan daya upaya benar, memiliki perhatian dan konsentrasi dengan benar, serta mampu menjadi penerang bagi yang lainnya, maka itulah yang disebut orang jempolan (besar). Orang yang besar bukanlah orang yang mampu mengalahkan orang lain, lebih unggul dari orang lain, namun ketika mampu mengalahkan ego dirinya sendiri. Di situlah, kebahagiaan sejati akan diperolehnya. Kala itu, Pak Cuk sambil memperlihatkan jari jempol kepada kami.
Namun anak-anakku, ketika kelima jari tangan kanan dan tangan kiri ditangkupkan akan menjadi sempurna hidup kita. Menangkupkan kedua tangan dalam filosofi Jawa merupakan proses manembah mring Gusti artinya menyembah kepada Tuhan. Dalam bahasa lain merupakan sikap anjali. Sikap anjali merupakan sikap yang menggambarkan seseorang yang rendah hati. Ketika sudah sampai pada proses ini, maka perjalanan spiritualisme seseorang sedang dilaluinya menuju kesempurnaan hidup.
Hari ini, 31 Mei 2022, saya mendapatkan kabar bahwa Pak Cuk (Pak Ruwiyanto) meninggal dunia. Semua nasihat yang beliau ungkapkan melalui filosofi jari teringat kembali untuk saya tuliskan. Selamat jalan Pak Ruwiyanto. Semoga segala amal, segala nasihat, segala ilmu yang diberikan kepada kami menjadi suluh, menjadi penerang menuju alam keabadian.
Hai Salam Kenal Mas, Saya Agus anak Pak Cuk yang pertama. Terima kasih telah menulis tentang Bapak Saya.
Salam kenal mas.
Semoga Allah memberikan tempat terbaik bagi Pak ruwiyanto di alam kubur dan kelak ditempat kan di syurga nya Allah bersama jiwa jiwa yg tenang,Aamiin
Terimakasih mas . Smg ilmu yg diberikan bapak saya mnjdkan amal kebaikan beliau amiin yrb
Terima kasih, semoga Almarhum Pak Cuk (Pak Ruwiyanto) mendapatkan tempat yang terbaik di sisiNya.